Muslimahdaily - Masyarakat Indonesia akan menyaksikan gerhana bulan total (GBT) yang akan terjadi pada Rabu (26/5) mendatang. Gerhana bulan yang sering disebut sebagai Super Blood Moon dapat dilihat mulai 18.08 WIB sampai dengan 18.26 WIB di hampir seluruh wilayah Indonesia.
Dalam kajian ilmu falak, gerhana bulan biasa disebut Al Khusnuf al qamar terjadi ketika bumi, bulan, dan matahari berada sejajar dalam satu garis lurus.
Melansir dari laman NU Online, bulan menempati salah satu di antara dua titik nodalnya, titik potong khayali di langit, sementara orbit bulan tepat memotong ekliptika (masir asy-syams), yaitu bidang edar orbit bumi dalam mengelilingi matahari. Akibatnya, pancaran sinar matahari yang menuju ke bundaran bulan akan terhalangi oleh bumi. Oleh sebab itu, perisitwa Gerhana Bulan selalu terjadi di malam hari.
Fenomena gerhana bulan ini bukanlah hal baru. Dalam sirah nabawiyah, pernah dikisahkan bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabat pernah mengalaminya. Bahkan turun syariat dan anjuran untuk melakukan shalat sunnah. Untuk shalat sunnah gerhana bulan sendiri, pertama kali disyariatkan pada tahun kelima Hijriyah.
Rasulullah bersabda,
“Jika kalian melihat gerhana tersebut (matahari atau bulan), maka bersegeralah untuk melaksanakan shalat.” (HR. Bukhari).
Dalam hadits lain, disebutkan, “Aisyah Radhiyallahu ‘anha menuturkan bahwa pada zaman Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam pernah terjadi gerhana matahari. Beliau lalu mengutus seseorang untuk memanggil jama'ah dengan: 'ASH SHALATU JAMI'AH' (mari kita lakukan shalat berjama'ah). Orang-orang lantas berkumpul. Nabi lalu maju dan bertakbir. Beliau melakukan empat kali ruku' dan empat kali sujud dalam dua raka'at." (HR. Muslim).
Hukum Shalat Gerhana Matahari
Shalat gerhana, baik gerhana matahari maupun gerhana bulan hukumnya sunnah mu’akkadah, yakni shalat sunnah yang dianjurkan dengan penenakan yang kuat hingga hampir mendekati wajib. Termasuk ibadah sunnah muakkadah adalah shalat dua hari raya, shalat sunnah witir, dan shalat sunnah tawaf.
Tata Cara Shalat Gerhana
Berdasarkan kesepakatan ulama, shalat gerhana dilakukan sebanyak dua rakaat. Namun, para ulama berselisih pendapat tentang tata cara melaksanakan shalat gerhana.
Berikut ini tata cara shalat gerhana yang disepakati oleh mayoritas ulama.
1. Berniat.
Berikut niat shalat gerhana matahari (kusufus syams) atau gerhana bulan (khusuful qamar), menjadi imam atau ma’mum.
أُصَلِّيْ سُنَّةً لِكُسُوْفِ الشَّمْسِ / لِخُسُوْفِ الْقَمَرِ اِمَامًا / مَأْمُوْمًا لِلّهِ تَعَالَى
2. Takbiratul ihram yaitu bertakbir seperti melaksanakan shalat wajib.
3. Membaca do’a istiftah dan berta’awudz, kemudian membaca surat Al Fatihah dan membaca surat yang panjang (seperti surat Al Baqarah) sambil dijaherkan (dikeraskan suaranya, bukan lirih) seperti yang terdapat dalam hadits yang disampaikan oleh Sayyidah Aisyah.
“Nabi Shallallahu ’alaihi wa sallam menjaherkan bacaannya ketika shalat gerhana.” (HR. Bukhari dan Muslim)
4. Kemudian ruku’ sambil memanjangkannya.
5. Kemudian bangkit dari ruku’ (i’tidal) Setelah i’tidal ini tidak langsung sujud, namun dilanjutkan dengan membaca surat Al Fatihah dan surat yang panjang. Berdiri yang kedua ini lebih singkat dari yang pertama.
6. Kemudian ruku’ kembali (ruku’ kedua) yang panjangnya lebih pendek dari ruku’ sebelumnya.
7. Kemudian bangkit dari ruku’ (i’tidal).
8. Kemudian sujud yang panjangnya sebagaimana ruku’, lalu duduk di antara dua sujud kemudian sujud kembali.
9. Kemudian bangkit dari sujud lalu mengerjakan raka’at kedua sebagaimana raka’at pertama hanya saja bacaan dan gerakan-gerakannya lebih singkat dari sebelumnya.
10. Tasyahud.
11. Salam.
Usai melakukan shalat gerhana disunnahkan untuk melakukan khutbah yang biasanya berisi anjuran untuk melakukan amal sholeh.