Muslimahdaily - Metode Rukyat dan Hisab adalah dua pendekatan yang digunakan untuk menetapkan awal bulan dalam kalender Hijriyah, termasuk penentuan 1 Syawal atau Hari Raya Idul Fitri. Kedua metode ini sah dan telah digunakan sejak zaman Nabi Muhammad SAW. Berikut ini adalah penjelasan rinci tentang metode Rukyat dan Hisab dalam menetapkan 1 Syawal.
Metode Rukyat: Pengamatan Langsung Hilal
Metode Rukyat mengacu pada pengamatan langsung terhadap hilal atau bulan sabit yang muncul setelah matahari terbenam. Hilal ini menjadi penanda awal dari bulan baru dalam kalender Hijriyah. Pengamatan ini dilakukan oleh sekelompok pakar atau tim rukyat yang telah terlatih dan berpengalaman.
Dalam metode Rukyat, penetapan 1 Syawal dilakukan dengan cara mengamati hilal setelah terbenamnya matahari pada tanggal 29 Ramadhan. Apabila hilal berhasil diamati, maka hari berikutnya ditetapkan sebagai 1 Syawal. Namun, jika hilal tidak terlihat akibat faktor cuaca atau kondisi atmosfer, Ramadhan diperpanjang menjadi 30 hari, dan 1 Syawal ditetapkan pada hari berikutnya.
- Kelebihan dan Kekurangan Metode Rukyat
Kelebihan dari metode Rukyat terletak pada penggunaan cara yang sederhana dan alami dalam mengamati hilal. Metode ini menempatkan pengamatan langsung sebagai acuan utama dalam menentukan awal bulan, sehingga lebih mudah dipahami oleh masyarakat luas. Selain itu, metode Rukyat juga memiliki nilai historis dan religius yang kuat, karena telah digunakan sejak zaman Nabi Muhammad SAW.
Namun, metode Rukyat juga memiliki kekurangan, di antaranya adalah ketergantungan pada kondisi cuaca dan atmosfer. Faktor-faktor tersebut dapat menghalangi pengamatan hilal, sehingga penentuan awal bulan menjadi kurang akurat. Selain itu, metode Rukyat juga membutuhkan keahlian khusus dan pengalaman dalam pengamatan hilal, sehingga tidak semua orang dapat melakukannya.
- Dalil Metode Rukyat
Sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam :
لاَ تَصُومُوا حَتَّى تَرَوُا الْهِلاَلَ ، وَلاَ تُفْطِرُوا حَتَّى تَرَوْهُ فَإِنْ أُغْمِىَ عَلَيْكُمْ فَاقْدُرُوا لَهُ فِي رِوَايَةٍ فَأَقْدِرُوا ثَلاَثِينَ
” Jangan kalian berpuasa sampai kalian melihat hilal, dan jangan berbuka sampai melihatnya lagi, jika bulan tersebut tertutup awan, maka sempurnakan bulan tersebut sampai tiga-puluh.” (HR Muslim)
صُومُوا لِرُؤْيَتِهِ وَأَفْطِرُوا لِرُؤْيَتِهِ
“Berpuasalah karena kalian melihat bulan, dan berbukalah ketika kalian melihat bulan.” (HR. Bukhari dan Muslim)
إِذَا رَأَيْتُمُ الْهِلاَلَ فَصُومُوا ، وَإِذَا رَأَيْتُمُوهُ فَأَفْطِرُوا
” Jika kalian melihat hilal (Ramadhan) , maka berpuasalah, dan jika kalian melihat hilal ( Syawal ), maka berbukalah.” (HR Muslim).
Metode Hisab: Perhitungan Astronomi
Metode Hisab adalah pendekatan perhitungan astronomi yang digunakan untuk menentukan posisi dan gerak benda langit, termasuk posisi hilal. Pendekatan ini mengandalkan ilmu falak, yang merupakan ilmu tentang benda langit dan pergerakannya dalam menghitung waktu seperti penanggalan, waktu shalat, dan penentuan arah kiblat.
Dalam menetapkan 1 Syawal, metode Hisab mempertimbangkan beberapa faktor, seperti tinggi hilal di atas ufuk, sudut elongasi atau jarak sudut antara bulan dan matahari, serta usia bulan saat terbenamnya matahari. Jika perhitungan menunjukkan bahwa hilal sudah cukup tinggi dan usia bulan sudah memenuhi syarat untuk terlihat, maka 1 Syawal ditetapkan pada hari berikutnya.
Kelebihan dan Kekurangan Metode Hisab
Metode Hisab memiliki kelebihan dalam hal akurasi dan objektivitas perhitungan. Dengan mengandalkan ilmu falak dan perhitungan astronomi, metode ini dapat menentukan posisi dan gerak benda langit dengan presisi tinggi. Hal ini memungkinkan penetapan awal bulan yang lebih akurat dan tidak terpengaruh oleh faktor cuaca atau kondisi atmosfer.
Akan tetapi, metode Hisab juga memiliki kekurangan, yaitu tingkat kesulitan yang lebih tinggi dalam penerapannya. Perhitungan yang kompleks dan membutuhkan pemahaman mendalam tentang ilmu falak membuat metode ini kurang mudah dipahami oleh masyarakat luas. Selain itu, metode Hisab juga cenderung dianggap kurang religius karena tidak melibatkan pengamatan langsung hilal.
- Dalil Metode Hisab
Dalam Al-Qur’an surat Yasin ayat 39-40:
وَٱلۡقَمَرَ قَدَّرۡنَـٰهُ مَنَازِلَ حَتَّىٰ عَادَ كَٱلۡعُرۡجُونِ ٱلۡقَدِیمِ (39) لَا ٱلشَّمۡسُ یَنۢبَغِی لَهَاۤ أَن تُدۡرِكَ ٱلۡقَمَرَ وَلَا ٱلَّیۡلُ سَابِقُ ٱلنَّهَارِۚ وَكُلࣱّ فِی فَلَكࣲ یَسۡبَحُونَ (40)
Artinya: 39). Dan telah Kami tetapkan tempat peredaran bagi bulan, sehingga (setelah ia sampai ke tempat peredaran yang terakhir) kembalilah ia seperti bentuk tandan yang tua. 40). Tidaklah mungkin bagi
matahari mengejar bulan dan malam pun tidak dapat mendahului siang. Masing-masing beredar pada garis edarnya. (QS. Yasin: 39-40)
Harmonisasi Metode Rukyat dan Hisab
Menggabungkan kedua metode tersebut dalam penentuan awal bulan, termasuk 1 Syawal, dapat menghasilkan keputusan yang lebih akurat dan sesuai dengan tuntunan agama. Dalam penerapan kombinasi metode Rukyat dan Hisab, tim rukyat akan melakukan pengamatan langsung hilal, sementara ilmuwan falak melakukan perhitungan astronomi untuk memverifikasi hasil pengamatan tersebut.
Dengan demikian, jika hasil pengamatan hilal sesuai dengan perhitungan astronomi, maka penetapan awal bulan dapat dilakukan dengan kepastian yang lebih tinggi. Sebaliknya, jika terdapat ketidaksesuaian antara hasil pengamatan dan perhitungan, maka keputusan dapat diambil dengan lebih bijaksana dengan mempertimbangkan berbagai faktor dan kaidah agama.
Dalam rangka menjalankan ibadah yang lebih baik dan sesuai dengan tuntunan agama, harmonisasi antara metode Rukyat dan Hisab menjadi penting. Kombinasi kedua metode ini dapat menghasilkan penentuan awal