Muslimahdaily - Berbohong merupakan sifat yang tak bisa dilepaskan dari rutinitas manusia, namun manusia pilihan mampu menahan hawa nafsu untuk tidak melakukannya. Berbohong memiliki ketajaman yang dapat melukai siapapun, bahkan bebohong merupakan tunas yang paling subur karena dari satu kebohongan mampu menumbuhkan kebohongan - kebohongan yang lain. Dalam sebuah leterasi, berbohong dapat menjadi sebuah kebiasaan atau habbit yang sulit dihilangkan bagi pelakunya, berbohong pun salah satu arus yang menggerus generasi muda bahkan martabat bangsa.
Adanya kerusakan-kerusakan di sebuah negara, salah satunya akibat tumbuh bibit berbohong, hakim yang tidak adil karena ia melukai jabatannya dengan berbohong, pemimpin yang culas karena ia melukai wibawanya dengan bohong, pengusaha yang merugi karena ia melukai labanya dengan bohong, dosen tak lagi dihormati mahasiswanya karena ia melukai kinerja mahasiswanya, pun segala profesi yang dilakui dengan kebohongan oleh pemiliknya akan bermuara pada kerusakan.
Adapun dalam Islam, berbohong merupakan salah satu nilai dosa bagi pelakunya yang dapat mengundang adzab Allah subhanahu wa ta’ala.
Menurut Raghib al-Ashfahani berbohong ialah ucapan yang menyelisihi apapun yang ada di dalam hatinya. Sehingga dikatakan bahwa berbohong bagian dari ciri-ciri orang munafik sebagiamana hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berikut yang artinya,
“Tanda orang munafik ada tiga : Apabila berbicara dia dusta, apabila berjanji mengingkari, dan apabila dipercaya dia khianat.” (HR. Bukhari no. 6095, Muslim no. 59).
Namun, muncul sebuah sebuah pertanyaan yang menjadi pandangan kritis manusia, yakni ‘Bagaimana jika berbohong demi kebaikan?’
Muslimah, berbohong demi kebaikan memilki arti yakni dapat berupa menutupi aib seseorang bahkan melindunginya serta dalam beberapa keadaan sebagaimana keterangan berikut :
1.Berbohong Untuk Mendamaikan Manusia
Berbohong yang dimaksud adalah berbohong dengan tujuan untuk menutupi aib seseorang atau bertujuan untuk mendamaikan antar muslim satu dengan yang lainnya. Sebagai mana hadits Rasulullah yang diterima Ummu Kulsum radhiyallahu ‘anha yang artinya,
“Tidak pernah aku mendengar dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memberi keringanan untuk berbohong kecuali pada tiga perkara. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: ‘Tidaklah aku anggap seorang itu berbohong apabila bertujuan mendamaikan di antara manusia, berkata sebuah perkataan tiada lain kecuali untuk perdamaian; orang yang bohong ketika dalam peperangan; dan suami yang berbohong kepada istrinya atau istri yang berbohong kepada suaminya.” (HR. Abu Dawud).
2.Berbohong di Medan Perang
Berbohong di medan perang diperbolehkan sebagaimana hadits Rasulullah yang artinya, “Perang adalah tipu muslihat.” (H.R Bukhari)
Dan Ibnul Farabi dalam kitab Fathul Bari menambahkan bahwa berbohong ketika perang adalah pengecualian yang dibolehkan berdasarkan nash, sebagai keringanan bagi kaum muslimin karena kebutuhan mereka dalam peperangan.
3.Berbohong antara Suami dan Istri
Berbohong antara suami dan istri yakni dalam konteks menambah kasih sayang di antara keduanya. Imam An-Nawawi pernah berkata bahwa berbohong kepada istri, atau istri bohong kepada suami, maka yang diinginkan adalah menampakkan kasih sayang dan janji yang tidak mengikat. Adapun bohong yang tujuannya menipu dengan menahan apa yang wajib ditunaikan atau mengambil yang bukan haknya, maka hal itu diharamkan menurut kesepakatan kaum muslimin. (Syarah Shahih Muslim, 16/121).
Selain itu, Syaikh al-Albani menambahkan bahwa “Bukanlah termasuk bohong yang dibolehkan, apabila suami menjanjikan kepada istrinya yang dia sebenarnya tidak ingin menepati janji tersebut, atau suami mengabarkan kepada istrinya bahwa dia telah membeli ini dan itu lebih banyak dari kenyataannya untuk mencari ridha sang istri. Perkara semacam ini bisa terbongkar, dapat menjadi sebab cekcok serta prasangka buruk seorang istri kepada suaminya, ini termasuk kerusakan bukan perbaikan. (ash-Shahihah, 1/818).
4.Berbohong Untuk Mempertahankan Aqidah
Berbohong dalam mempertahankan aqidah adalah jika dalam keadaan yang paling mengancam, sebagiamna kisah Ammar bin Yasir yang mengaku telah kembali memeluk berhala setelah keduanya orangtuanya terbunuh padahal hatinya masih sangat terpaut pada Allah. Rasulullah pun mendengar kisah ini dan beliau tidak mengatakan Ammar bin Yasir telah berdusta.
Muslimah itulah beberapa keadaan yang diperbolehkan untuk menutupi ucapan yang benar. Walaupun demikian, berbohong tidak bisa dijadikan landasan untuk seluruh kebaikan, karena insyaa Allah selalu ada jalan yang lebih baik untuk ditempuh.
Syaikh Prof Dr. Musthofa Al Bugho mengatakan, “Intinya, dusta tetaplah suatu perkara yang diharamkan.” Bohong atau dusta hanyalah diringankan pada suatu perkara yang dianggap punya maslahat yang besar yaitu yang disebutkan dalam hadits di atas. Dalam suatu kondisi berdusta malah bisa diwajibkan untuk menghindarkan diri dari kehancuran atau kebinasaan seseorang. Wallahu ‘Alam