Muslimahdaily - Di antara peninggalan Rasulullah Muhammad Shalallahu alaihi wassalam, cincin beliau memiliki tempat yang sangat istimewa. Benda ini bukan sekadar perhiasan yang melingkar di jari, melainkan berfungsi sebagai stempel resmi kenabian dan Kerasulan. Kisah pembuatannya, ukiran agung di atasnya, hingga perjalanan cincin tersebut di tangan para khalifah adalah sebuah babak sejarah yang sarat akan makna dan pelajaran.
Dibuat untuk Dakwah Universal
Pada awalnya, Rasulullah Shalallahu alaihi wassalam tidak mengenakan cincin untuk stempel. Namun, ketika dakwah Islam mulai meluas dan beliau hendak mengirim surat kepada para raja non-Arab ('ajam) seperti Kaisar Romawi, Kisra Persia, dan Raja Najasyi, para sahabat memberi masukan. "Mereka (para raja) tidak mau menerima surat, kecuali jika ada stempelnya," kata mereka.
Mendengar saran tersebut, Rasulullah Shalallahu alaihi wassalam segera membuat sebuah cincin yang berfungsi sebagai stempel resmi. Anas bin Malik RA, yang menyaksikan momen ini, berkata, "Lalu beliau membuat sebuah cincin dan aku melihat putihnya cincin itu di tangan beliau". Ini menunjukkan betapa Rasulullah Shalallahu alaihi wassalam sangat adaptif dan strategis dalam berdakwah, menggunakan cara-cara yang bisa diterima secara universal untuk menyebarkan risalah-Nya.
Ukiran Agung "Muhammad Rasulullah"
Keunikan cincin ini terletak pada ukiran yang tertera di mata cincinnya. Sesuai fungsinya sebagai stempel, ukiran tersebut adalah identitas sang pengirim surat. Anas bin Malik menjelaskan detail ukirannya:
"Ukiran mata cincin Rasulullah bertuliskan, 'Muhammad' satu baris, 'Rasul' satu baris, dan 'Allah' satu baris."
Tulisan ini diukir dengan formasi dari bawah ke atas, sehingga saat dicapkan, akan terbaca dengan urutan yang benar: محمد رسول الله (Muhammad Rasulullah). Sebuah kalimat agung yang menjadi penegas identitas dan misi utama beliau.
Cincin ini terbuat dari perak, begitu pula dengan mata cincinnya. Dalam riwayat lain, disebutkan mata cincinnya berasal dari Habasyah (Ethiopia), kemungkinan merujuk pada jenis batu peraknya.
Perjalanan Tiga Khalifah dan Takdir di Sumur Aris
Setelah Rasulullah Shalallahu alaihi wassalam wafat, cincin bersejarah ini tidak ikut terkubur. Ia menjadi simbol keberlanjutan kepemimpinan. Ibnu Umar RA meriwayatkan bahwa cincin perak ini pertama kali dipakai oleh Rasulullah Shalallahu alaihi wassalam, kemudian diwariskan dan dipakai oleh Abu Bakar Ash-Shiddiq, lalu Umar bin Khattab, dan selanjutnya Utsman bin Affan.
Di tangan ketiga khalifah inilah cincin tersebut terus digunakan untuk menstempel surat-surat kenegaraan. Namun, sebuah takdir menyedihkan terjadi di masa Khalifah Utsman. Saat berada di dekat sumur Aris, cincin itu terjatuh dari tangannya dan hilang di kedalaman sumur. Meskipun telah dilakukan pencarian besar-besaran, cincin agung itu tidak pernah ditemukan kembali.
Hilangnya cincin tersebut dianggap oleh sebagian sejarawan sebagai pertanda akan datangnya fitnah besar yang kemudian memang terjadi di akhir masa kekhalifahan Utsman. Kisah cincin ini mengajarkan kita tentang strategi dakwah, keagungan identitas Islam, dan bagaimana sebuah benda dapat menjadi saksi bisu pasang surutnya sejarah umat.