Muslimahdaily - Pengalaman masa kecil kita yang membentuk kasih sayang dari orangtua dan merepresentasikannya tentang bagaimana hubungan bekerja, sangat berpengaruh pada pandangan dan sikap kita hingga dewasa. Bagaimana kita bereaksi pada situasi yang berbeda dan cara kita berekspresi membentuk pola perilaku dari usia muda.
Konselor pernikahan dan keluarga, Dr. Millan dan Kay Yerkovich (How We Love, 2017) menemukan bahwa semua orang memiliki love style tersendiri berdasarkan pola asuh yang mereka terima dari orangtuanya. Love style meliputi kecenderungan respon kita kepada pasangan.
1. The Pleaser (Si Penyenang)
Tipe ini biasanya tumbuh di rumah dengan orangtua yang terlalu protektif, mudah marah dan mengkritisi. Sebagai anak, The Pleaser melakukan segalanya untuk menjadi baik dalam bersikap agar tidak memancing respon negatif dari orang tua mereka.
Mereka tidak menerima kenyamanan, melainkan menghabiskan waktu dan energi mereka untuk memberikan kenyamanan untuk orang tua mereka yang reaktif. The Pleaser tidak begitu nyaman berada dalam konflik sehingga cenderung menyelesaikan perselisihan dengan mengalah atau meminta maaf dengan cepat.
Biasanya mereka kesulitan untuk menolak atau berkata ‘tidak’, dan karena mereka ingin meminimalisasi konflik, mereka mungkin saja berbohong untuk menghindari konfrontasi. Ketika anak ini tumbuh dewasa, mereka belajar untuk membaca perasaan orang-orang di sekitarnya agar dapat menyenangkan semua orang. Namun, ketika The Pleaser stres atau percaya bahwa mereka akan terus membuat orang kecewa, mereka akan kabur dari hubungan.
The Pleaser juga selalu berusaha untuk memenuhi kebutuhan setiap orang, walaupun terdengar mustahil dan tidak realistis. Mereka mencoba untuk menjadi apapun untuk semua orang, alih-alih membentuk batasan yang sehat untuk dirinya sendiri guna mempererat hubungan yang stabil. Padahal, mereka seharusnya lebih jujur tentang perasaannya sendiri daripada melakukan apa yang orang lain harapkan.
2. The Victim (Si Korban)
Tipe ini seringnya tumbuh di rumah yang kacau balau. Mereka belajar untuk patuh demi bertahan dengan tidak memperhatikan dirinya sendiri agar mereka terus siaga. Untuk menghadapi orangtua mereka yang kasar dan pemarah, The Victim belajar untuk bersembunyi dan tetap diam di umur yang masih sangat muda. Karena merasa hadir pada situasi itu menyakitkan untuk mereka, akhirnya mereka membangun dunia imajinasi di kepala mereka untuk mengatasi bahaya yang dihadapi sehari-hari.
The Victim memiliki kepercayaan diri yang rendah dan biasanya kesulitan dengan kecemasan dan depresi yang mereka alami. Mereka mungkin akhirnya akan menikahi seseorang yang pemegang kendali (controllers) yang mencerminkan perilaku yang sama seperti orangtua mereka.
The Victims belajar untuk dapat beradaptasi dan mengikuti arus. Mereka terbiasa dengan kekacauan pada situasi yang penuh tekanan sehingga ketika mereka merasakan ketenangan, itu akan membuat mereka gelisah karena mereka mengantisipasi masalah. Mereka harus belajar self-love dan membela diri mereka sendiri ketika situasi menuntutnya, alih-alih membiarkan harga diri mereka diinjak-injak orang lain.
3. The Controller (Si Pengendali)
The Controller biasanya tumbuh di rumah dimana kurang perlindungan, sehingga mereka belajar untuk tangguh dan mengurus dirinya sendiri. Mereka harus merasa dalam kendali setiap waktu untuk mencegah kerentanan (vulnerability) atau kelemahan yang mereka alami di masa kecil terekspos kembali.
Orang-orang dengan love style ini percaya mereka memiliki kendali ketika dapat menghindari perasaan negatif seperti ketakutan, penghinaan dan ketidakberdayaan. The Controller tidak menghubungkan kemarahan mereka sebagai suatu kelemahan, jadi mereka menggunakannya sebagai senjata untuk tetap berkuasa.
Mereka lebih suka menyelesaikan masalahnya sendiri dengan caranya sendiri. Jika tidak, mereka akan marah.
Agar The Controllers dapat membentuk hubungan jangka panjang cenderung kaku dan tidak bisa ditebak. Mereka tidak suka keluar dari zona yang stabil, mereka harus belajar untuk melepaskan, membangun rasa percaya kepada orang lain dan mengontrol amarahnya.
4. The Vacillator (Si Bimbang)
Biasanya tumbuh di rumah dengan orangtua yang tidak bisa diprediksi. The Vacillator belajar bahwa kebutuhan mereka bukan prioritas utama orangtuanya. Tanpa kasih sayang yang konsisten dari orang tuanya, mereka cenderung memiliki ketakutan mendalam akan pengabaian. Tapi, jika orangtuanya memberikan waktu dan perhatian yang mereka inginkan, justru mereka biasanya terlalau marah dan lelah untuk bisa menerimanya.
Jika The Vacillator beranjak dewasa, mereka akan mencoba untuk menemukan cinta yang konsisten, cinta yang dirampas dari masa kecilnya. Karena mereka cenderung mengidealkan hubungan baru, sekalinya mereka dikecewakan, mereka akan sedih dan ragu.
Tak jarang terjadi kesalahpahaman dan mengalami banyak konflik internal dan tekanan emosional dalam hubungannya. Mereka sangat sensitif sehingga mereka dengan cepat mendeteksi jika ada perubahan pada orang lain dan menarik diri. Sebaiknya, The Vacillator butuh untuk belajar untuk lebih mengenal seseorang sebelum berkomitmen terlalu cepat dan tersakiti pada ekspektasi dan harapannya sendiri.
5. The Avoider (Si Penghindar)
Kurangnya kasih sayang dari orangtua di rumah menuntut kemandirian pada anak. The Avoider belajar untuk mengurus diri mereka sendiri sejak usia yang sangat muda. Mereka menahan perasaan dan kebutuhan mereka untuk mengatasi kekhawatiran terhadap perhatian yang sedikit atau bahkan tidak ada sama sekali dari orangtuanya.
Dalam hubungan, The Avoider cenderung menyukai ruang mereka sendiri dan mengandalkan logis daripada emosinya. Karena mereka melihat hubungan itu mungkin berbahaya, sehingga mereka lebih jaga jarak dan mandiri serta berusaha untuk tidak terlibat secara emosional lebih dalam karena membuat mereka kurang nyaman. Untuk membangun hubungan jangka panjang, mereka harus belajar untuk lebih membuka diri dan mengekspresikan emosinya dengan jujur.
Sumber: YouTube Psych2Go