Muslimahdaily - Sebagai orang tua, pasti kita tidak ingin buah hati kita mengalami kegagalan dalam hidupnya. Kita selalu ini segala sesuatu yang anak kita jalani akan berjalan dengan lancar. Padahal, kegagalan dapat dialami oleh siapapun termasuk anak kita. Kegagalan yang dialami oleh anak kita akan datang dari berbagai situasi. Tak melulu perihal bidang akademik, seperti mendapakan nilai jelek ataupun tidak naik kelas, kegagalan yang dapat dan akan dialami oleh anak dalam kehidupan beragam, mulai dari pertemanan, pekerjaan, dan lain sebagainya.
Ketika mengalami kegagalan, anak akan merasa kecewa. Apabila anak tidak didampingi, ia dapat mengalami stress, frustasi, bahkan depresi hingga menyerah. Maka dari itu sangat penting mengajari anak tentang kegagalan dan cara menghadapinya dengan bijak, agar nantinya dapat bangkit lagi dan pengalaman kegagalaan yang pernah dihadapi dapat membuat mental anak lebih kuat saat dewasa nanti.
Di balik itu, kegagalan tak melulu tentang hal buruk. Dengan bimbingan yang tepat, kegagalan juga dapat memberikan hal positif bagi anak. Melalui kegagalan yang dialaminya, anak-anak dapat belajar tentang artinya sabar, mandiri, bangkit dari kegagalan hingga kemampuan untuk menghadapi rasa stres, frustasi, bahkan depresi ketika mengalami kegagalan. Kemampuan tersebut sangat penting bagi anak di masa depan. Maka dari itu, penting bagi kita sebagai orangtua untuk menemani dan membinging anak saat mereka mengalami kegagalan, bagaimana caranya?
Dilansir dari Childmind, Dr Mintezer menyawarkan beberapa cara mengenalkan anak-anak pada kegagalan, antara lain:
1. Tunjukkan rasa empati
Hal pertama yang harus dilakukan ketika anak mengalami kegagalan adalah menunjukkan rasa empati kita kepada anak. Ketika melihat anak berada dalam kesulitan dan kegagalan kata “Tidak apa-apa, kamu dapat melakukan yang lebih baik lain kali!” tidak cukup untuk menghilangkan rasa frustasi, rasa tertekan dan kecewaan yang dirasakan oleh anak setelah mengalami kegagalan.
Sebaiknya orangtua perlu mengubah kalimat yang akan diucapkan kepada anak menjadi “Bunda tahu kamu kecewa, Bunda tahu kamu benar-benar ingin melakukan yang terbaik”, kata tersebut akan menunjukkan bahwa kamu benar-benar mengerti apa yang anak rasakan.
Selain itu ketika anak mengalami kegagalan, biarkan mereka mengekspresikan emosi yang dia rasakan, namun mengekspresikan perasaannya pun harus secara bijak. Ketika anak mengalami kegagalan biarkan ia meluapkan emosinya secara bijak dan ajari anak bagaimana cara menghadapinya.
2. Jadikan diri kita sebagai contoh dan panutan
Jadikan bunda sendiri sebagai contoh dan menjelaskan kepada anak bahwa kegagalan adalah bagian dari kehidupan dan terjadi pada semua orang, termasuk bunda. Bunda dapat memberikan contoh kegagalan yang pernah bunda alami.
Tunjukkan sikap positif bagaimana bunda menangani rasa kecewa atas kegagalan yang terjadi pada hidupmu. Dari sikap positif tersebut, anak akan mengambil pelajaran dari apa yang ia lihat dari orang tuanya. Melatih diri sendiri untuk berlapang dada ketika mengalami kegagalan merupakan langkah awal menularkannya kepada anak.
3. Jadikan kegagalan sebagai sebuah pelajaran
Ketika anak mengalami kegagalan adalah kesempatan bagi orang tua untuk mengajarkan anak untuk berlapang dada menerima kegagalan itu dan juga bagaimana solusi menghadapi kegagalan itu.
Kamu dan anak dapat sama-sama menemukan solusi untuk kegagalan yang ia alami serta apa yang harus ia lakukan ketika menghadapi kegagalan di masa depan untuk menemukan peluang yang lebih baik dan sukses.
4. Media sosial sebagai ladang ranjau
Anak-anak perlu mengetahui bahwa ketika menghadapi kekecewaan atas kegagalan yang terjadi, tidak banyak hal yang dapat kita lakukan. Beri pengertian kepada anak bahwa ketika merasa kecewa atas kegagalan, tidak perlu menyebarluaskan rasa kecewa itu melalui media sosial. Hal ini dikarenakan media sosial justru dapat membuat perasaan anak menjadi lebih down.
Misalnya anak dihadapkan pada kasus ia menerima nilai jelek di pelajaran matematika, ketika ia membuka media sosial dengan tujuan untuk mencari hiburan namun yang ditemukannya justru unggahan temannya yang mendapatkan penilaian yang bagus di pelajaran yang sama. Hal tersebut justru akan lebih memperburuk emosi anak. Anak akan menjadi iri dan lebih terpuruk. Anak bisa menghindari hal itu dengan tidak membuka media sosial. Media sosial yang awalnya bisa dijadikan tempat pelarian untuk menyenangkan suasana hati justru akan menjadi ladang ranjau bagi anak.