Muslimahdaily - Seringkali orang dewasa yang merasa sudah melewati berbagai tantangan hidup, menganggap bahwa fase anak adalah fase yang terbebas dari stres dan minim tekanan. Namun nyatanya stres bukan saja bisa dialami oleh orang dewasa, anak kecil atau bahkan bayi pun bisa merasakannya.
Hal ini juga terbukti oleh penelitian dari APA (American Psychological Association) yang menyatakan bahwa sebanyak 20% anak juga mengalami stres, atau rasa khawatir yang tinggi pada banyak hal namun sayangnya hanya 3% orang tua yang menyadari adanya tingkat stres yang tinggi pada anak.
Menurut Saskhya Aulia Prima, M.Psi, seorang psikolog anak, stres secara umum merupakan respon fisik, pikiran, dan emosi seseorang terhadap suatu hal eksternal yang dianggap atau dipersepsikan sebagai ancaman atau tantangan.
Selain itu Saskhya juga menuliskan dalam Instagram-nya pendapat menurut Helms (1996), ia mengatakan bahwa stres dipandang sebagai hubungan yang dinamis dan terbuka, antara individu dan lingkungannya. Hal ini berarti bahwa bobot seseorang merasa tertekan itu tergantung dari persepsinya dalam menilai suatu kondisi atau situasi eksternal yang dianggap mengancam atau mengkhawatirkan.
”Poin pentingnya, tidak ada beban emosional yang bisa ditimbang berat atau ringannya secara sama rata, suatu hal dirasa beban untuk seseorang bisa jadi bukan terkategori beban di orang lain dan sebaliknya. Namun tetap penting untuk diingat bahwa stres dan perasaan tertekan memiliki dampak bagi orang yang merasakannya,” tulis Saskhya dikutip dari Instagram Story pribadinya, Sabtu (1/2).
Dampak Stres pada Anak
Secara biologis, stres membuat bagian otak yang berhubungan dengan emosi dan rasa takut atau cemas menyala. Selayaknya rasa takut ketika melihat macan atau predator. Hal ini menyebabkan trauma ataupun gangguan baik psikis maupun biologis apabila terjadi terus menerus tanpa penanganan.
Dampak lainnya, anak yang mengalami stres tinggi berkepanjangan beresiko tinggi untuk:
- Mempengaruhi kemampuan akademis anak
- Mempengaruhi perkembangan sosial anak. Anak rentan terhadap perilaku menyimpang seperti merokok, pergaulan bebas dan sebagainya
- Memicu masalah kesehatan, seperti penyakit jantung, obesitas, dan diabetes atau masalah psikis seperti depresi, ketakutan, ketergantungan dan ketidakemampuan untuk mempelajari hal baru.
- Normalisasi hal buruk yang pernah dialami. contohnya ketika anak yang mengalami stres akibat kekerasan dalam keluarga, jika tidak mendapatkan penanganan yang tepat, ia akan merasa kekerasan dalam keluarga adalah hal yang normal dan terjadi dalam setiap keluarga sehingga memungkinkan anak melakukan hal yang sama saat berkeluarga nanti
- Memiliki tendensi untuk berperilaku kasar, atau justru menjadi korban kekerasan.
Stres dapat Memotivasi Anak
Namun nyatanya stres tidak selamanya buruk. Menurut Saskhya, stres dapat memotivasi anak untuk mempelajari hal baru, membantu anak menyelesaikan masalah serta tantangan dan bisa menjadi salah satu cara untuk menjadikan anak lebih tangguh dan kuat secara mental.
Karena jika anak hidup dalam kondisi yang aman-aman saja tanpa tantangan sama sekali justru akan membuat anak mudah menyerah dengan kondisi atau situasi yang terjadi.
Tipe Stres Pada Anak
1. Positive Stress: Stres yang tergolong normal dihadapi anak sehari-hari sebagai bagian dari hidupnya. Contohnya seperti saat akan menghadapi ujian, bertemu orang baru, atau ketika anak pertama kali imunisasi.
2. Tolerable Stress: Stress yang derajat dan intensitas ancamannya lebih sulit dan tidak selalu muncul dalam keseharian anak. Contohnya bencana alam, penyakit, kehilangan aggota keluarga, atau perceraian.
Dalam kasus ini, stres masih mungkin berdampak positif apabila anak mendapatkan proteksi, dukungan, dan pendampingan yang tepat, sehingga pemulihan dan pengambilan hikmah bisa terjadi, serta membantu anak untuk memiliki kontrol diri yang baik dalam menghadapi kesulitan yang terjadi.
3.Toxic Stress
Terjadi ketika anak mengalami situasi mengancam yang terjadi sangat kuat, dalam frekuensi yang sering, dan terjadi secara terus menerus. Contohnya adalah anak yang mengalami kekerasan fisik dan emosional, kurang perhatian dalam waktu yang sangat lama, atau diasuh oleh orangtua yang mengalami ketergantungan obat-obatan.
Jika anak terdeteksi mengalami stres, maka Saskhya membagikan tips sebagai berikut:
1. Share dan diskusikan kepada anak tentang bagaimana kita sebagai orang tua menangani pengalaman yang serupa agar anak dapat mencontoh
2. Bimbing anak untuk membuat rencana, lalu tanyakan kembali beberapa hari setelahnya agar dapat menyusun ulang rencana apabila gagal.
3. Ingatkan anak untuk coba hal yang bisa kita ubah dan menerima hal-hal yang tidak bisa kita ubah.
4. Ketika anak terlihat gejala stres, cari distraksi positif contoh mengajak bercanda, bermain game dan mendengarkan musik
Gejala Stress Pada Anak
- Perubahan pola makan dan tidur
- Muncul keluhan sakit perut atau pusing
- Mengompol
- Mimpi buruk atau ketakutan saat tidur
Perubahan Emosi dan Perilaku
- Sulit untuk berkonsentrasi
- Perubahan mood yang drastis, tidak mau lepas dari orang tua, agresif atau mudah marah
- Rasa takut terhadap rasa gelap, takut sendirian, atau orang asing)
- Munculnya kebiasaan buruk saat gugup, seperti menggigit kuku atau menyakiti diri sendiri
- Menjauh dari keluarga atau teman
- Menolak untuk sekolah
- Terlibat dalam masalah di sekolah
- Menyimpan barang yang tidak penting (hoarding)
Namun Saskhya mengatakan bahwa gejala tersebut adalah sebuah alarm bagi orang tua. Maka selanjutnya harus didiskusikan ke dokter jika gejala tersebut sudah mengganggu keseharian anak.