Muslimahdaily - Memiliki anak adalah hal yang menyenangkan, terlebih bagi orang tua baru. Melihat segala perkembangan si buah hati dan segala tingkahnya yang menggemasakan, membuat para orang tua tak ingin kehilangan momen. Pada akhirnya mereka memutuskan untuk merekam momen tersebut dan membagikan kebahagiannya di sosial media.
Ini pada dasarnya adalah hal yang wajar dan normal untuk dilakukan. Terutama di zaman teknologi yang serba canggih, para orang tua bisa mengabadikan momen kapanpun dan dimanapun. Tak jarang banyak juga ibu yang ingin merekam momen lahiran dan bayi sejak baru lahir, kemudian mereka bisa menyimpannya di sosial media atau e-mail untuk dikenang kemudian hari.
Namun nyatanya, terkadang niat baik seringkali dinodai oleh beberapa orang yang berniat jahat di sosial media. Banyak kasus pembulian yang terjadi, mulai dari komentar buruk, menjelekkan sampai menghina. Bahkan sampai pada kasus penculikan anak bisa terjadi akibat momen anak yang sering dibagikan orang tua di sosial media.
Dalam era digital, ada istilah bernama "jejak digital". Situs pencarian Google secara cepat akan dapat memunculkan segala macam informasi tentang seseorang. Ketika orang tua membagikan momen lucu waktu anaknya masih kecil, namun tak disangka ternyata momen tersebut akan menajadi hal memalukan bagi anak saat dewasa. Lalu jika hal itu terjadi, apakah orang tua telah melanggar hak privasi anak?
Berikut 5 pertanyaan bagi orangtua yang harus ditanyakan pada dirinya sendiri sebelum membagikan sesuatu di sosial media tentang anak-anak mereka, menurut Claire McCarthy, MD, FAAP, seorang dokter anak di Boston Children's Hospital dan juga Asisten Profesor Pediatri di Harvard Medical School:
1. Mengapa kamu membagikannya? Ini mungkin pertanyaan paling penting untuk ditanyakan, karena itu bukan informasimu, itu adalah tentang anakmu. Kamu harus memiliki alasan yang baik sebelum mengirim konten ke dunia. Biasakan bertanya pada diri sendiri sebelum memposting.
2. Apakah kamu ingin seseorang membagikan momen tentang dirimu? Pertanyaan ini tidak selalu menjadi barometer yang sempurna, karena kamu mungkin adalah seorang ekstrovert yang senang membagikan momen dan kebahagiaan pada orang lain dan anak kamu mungkin tumbuh menjadi seorang introvert yang suka menyimpan memori untuk dirinya sendiri dan menjadi privasi.
Tetapi jika kamu mungkin akan merasa kecewa jika orang tua membagikan foto masa kecilmu telanjang di pispot, jika benar, kamu tidak harus melakukan hal yang sama pada anakmu. Jika anak sudah cukup umur untuk diberikan pilihan, tanyakan kepada mereka.
3. Akankah anak merasa malu karenanya, sekarang atau di masa depan? Memang, terkadang orang tua suka meneritakan hal konyol dan lucu tentang anaknya di depan keluarga dan teman, namun bagaimana jika dibagikan pada seluruh dunia?
4. Adakah orang di dunia yang seharusnya tidak melihat ini tentang anakmu, sekarang atau di masa depan? Jika jawabannya ya, jangan bagikan. Mungkin terdengar agak ekstrem, tetapi bukan hal aneh bagi seorang dosen, HRD, atau seseorang yang tertarik menjalin hubungan romantis dengan anakmu di masa depan untuk melakukan pencarian informasi di internet. Tak ada yang tahu, bisa jadi informasi sekecil apapun akan keluar di internet.
5. Apakah ini sesuatu yang kamu harap akan menjadi bagian dari jejak digital anak? Bahkan jika itu bukan hal memalukan, bagaimana postingan itu telah menggambarkan anakmu? Pikirkan tentang itu. Kamu mungkin ingin anak tampil sebagai pribadi yang cerdas, berperilaku baik, rajin, baik dan sukses, bukan? Apakah postinganmu membantu atau justru menghambatnya?
Setelah mengajukan pertanyaan pada diri sendiri, selanjutnya adalah tanyakan pada pasanganmu. Kamu bisa diskusikan mengenai hal ini. Pastikan kamu dan pasangan berada di dalam pemahaman yang sama tentang privasi anak.
Pembahasan mengenai penggunaan sosial media ini juga bisa menjadi ide yang baik untuk pengasuhan. Momen Ini adalah kesempatan yang bagus bukan hanya untuk menetapkan aturan dasar keluarga tetapi juga untuk berbicara tentang menjadi warga digital yang baik.
Karena pada akhirnya, kita harus menjadi bijaksana, berhati-hati, dan baik hati.