Muslimahdaily - Jika tahun ini adalah pertama kalinya si kecil mencoba untuk berpuasa, pasti ada rasa bangga dan kebahagiaan tersendiri di hati ayah dan bunda. Terlebih jika ia bisa berpuasa seharian penuh. Namun, suatu hari ayah dan bunda tak sengaja melihat si kecil mengumpat-ngumpat makan dan minum sebelum adzan maghrib.
Atau ayah bunda mendapat laporan dari sekolah bahwa si kecil membeli jajanan untuk di makan saat jam istirahat, tentunya saat kondisi berpuasa. Mengetahui kejadian ini terkadang sebagian orangtua menjadi bingung harus bagimana.
Berikut ada tips dari Psikolog anak dari Insight Psikologi Jakarta, Alfa Mardhika dikutip dari laman Parenting Indonesia.
Ia mengatakan bahwa puasa untuk anak-anak di bawah usia 11 tahun biasanya baru bersifat latihan. “Justru jangan menciptakan momen yang membuat anak jadi merasa ngeri. Nanti mereka jadi malah tertekan kalau mau puasa lagi,” ujarnya.
Berikut beberapa hal yang bisa ayah dan bunda lakukan saat melihat si kecil diam-diam membatalkan puasanya:
Tunjukkan sikap tenang
Begitu si kecil ketahuan membatalkan puasa sembunyi-sembunyi, ayah bunda tak perlu bersikap reaktif. Tetap tunjukkan ekspresi tenang dan berbicara tanpa mengintimidasi agar anak merasa nyaman.
Mengajak diskusi
Mulai tanyakan pada si kecil, apa yang membuatnya tak kuat berpuasa. Bantu ia menemukan masalahnya. Misalnya, ia merasa tidak kuat berpuasa karena tak sempat sahur lantaran ia sulit dibangunkan. Hal ini akan melatih kemampuan analisisnya. Setelah ia menemukan akar
masalahnya, bantu ia menemukan solusi. Misalnya untuk tidur lebih awal agar bisa bangun saat jam sahur.
Merespon sanggahannya
Saat diajak berdiskusi tentang alasannya berbuka diam-diam, si kecil bisa saja menyanggah atau memberi alasan untuk membela dirinya.
Jika ia berkata, “Tapi si A juga membatalkan puasa. Tadi aku lihat dia, makanya aku juga ikut membatalkan.”
Ayah bunda bisa menjawabnya dengan, “Barangkali cara dia berpuasa berbeda dengan cara kamu. Dia mungkin sudah bikin kesepakatan
untuk bisa membatalkan puasa di jam itu untuk kemudian dilanjutkan lagi.”
Alasan selanjutnya: “Si B nggak puasa. Enak banget dia bisa minum es siang-siang gitu.”
Jawabannya, “Tidak semua orang punya kewajiban puasa. Kalau di agama kita, memang ada perintah puasa di bulan Ramadan. Lagi pula, nanti kalau sudah buka puasa, kan, kamu juga bisa minum es.”
Bacakan cerita
Ayah dan bunda bisa memberikan si anak cerita-cerita yang bisa membangun semangatnya kembali. Seperti cerita tentang bagiaman caranya mengontrol diri saat sedang berpuasa. Insya Allah ini akan menjadi pelajaran dan teladan bagi mereka kedepannya.
Memberikan konsekuensi yang logis
Jika ayah dan bunda sudah membuat kesepakatan tentang puasa dengan si anak, misal tentang durasi lama berpuasa, atau kegiatan apa saja yang harus dilakukan saat bulan Ramadhan ini, maka ini adalah waktu yang tepat untuk menjalankan konsekuensi logis.
Di awal perjanjian, ibu berjanji akan membuatkan makanan kesukaan anaknya jika ia bisa menjalankan perjanjian dengan baik. Maka saat ini jika ia melanggar, maka bunda bisa meniadakan hadiah itu.
Menurut Alfa, tak perlu membebani anak-anak dengan konsekuensi yang berlebihan. Terpenting adalah, konsekuensi itu harus ada kaitannya dengan tindakannya. Bukan sembarang memberikan hukuman.
Atur ulang kesepakatan
Walaupun berpuasa untuk anak-anak sifatnya baru latihan, namun ia juga patut terus didorong agar bisa menjalankannya lebih baik. Untuk meminimalisir risiko membatalkan puasa diam-diam, ini adalah saatnya ayah dan bunda membuat kesepakatan baru.
Evaluasilah kekuatan si kecil menjalankan puasa. Lalu, buat kesepakatan yang berisi kapan ia boleh membatalkan. Ayah dan bunda bisa melakukannya perlahan-lahan hingga ia terbiasa. Kesepakatan ini dapat mengakomodir kebutuhan mereka dan membuatnya lebih bahagia menjalani puasa.
Sekian, semoga berhasil ayah bunda.