Muslimahdaily - Seakan menambah panjang daftar tindakan diskriminasi yang ditujukan bagi muslim di wilayah Xinjiang, otoritas Tiongkok kembali melarang warga muslim, pegawai negeri sipil, pelajar dan juga guru untuk berpuasa di bulan ramadhan kali ini.
“Tiongkok semakin meningkatkan larangan dan pengawasan saat Ramadan tiba. Keyakinan beragama masyarakat suku Uighur telah dipolitisasi, dan pengekangan seperti ini bisa menimbulkan perlawanan keras nantinya” ujar Dilxat Raxit, juru bicara muslim Uighur yang diasingkan, pada acara Kongres Uighur Dunia dalam pernyataan yang dilansir dari Reuters pada Senin (16/6/15) lalu.
Raxit juga mengkritisi keputusan otoritas Tiongkok yang mengharuskan para pegawai negeri sipil di daerah tersebut untuk tidak berpuasa dan mengatakan hal tersebut sebagai bentuk usaha pemerintah Tiongkok untuk mengontrol Islam.
Berdasarkan website pemerintah Tiongkok, restoran-restoran halal di daerah Jinghe, dekat dengan perbatasan Tiongkok dengan Kazakhastan disarankan untuk tetap buka selama Ramadan. Bagi mereka yang membuka restorannya selama Ramadan, maka badan keselamatan makanan setempat akan melakukan inspeksi untuk memberikan bimbingan dan pengarahan ke restoran tersebut.
Larangan beribadah yang keras juga ditujukan bagi anggota partai di wilayah Maralbexi dimana mereka dipaksa untuk memberikan statemen secara lisan dan tertulis bahwa “mereka tidak memiliki keyakinan tidak akan menghadiri acara keagamaan dalam bentuk apapun dan tidak akan puasa selama Ramadan”.
Menanggapi pelarangan ini, institusi pendidikan Muslim terkemuka di Mesir, Al-Azhar, mengecam pemerintah Tiongkok karena sudah memaksakan pembatasan puasa Ramadhan di wilayah Xinjiang, seperti dikutip dari laman Arabnews pada Jumat (19/6/15).
“Al-Azhar dan imam besar Ahmed Al-Tayeb, mengecam larangan pemerintah China kepada Muslim untuk berpuasa dan menghalangi ritual keagamaan mereka selama Ramadan di beberapa bagian wilayah Xinjiang barat,” ujar sebuah pernyataan Al-Azhar, seperti dikutip dari laman Islampos.
“Al-Azhar menolak segala bentuk penindasan yang diberlakukan terhadap Muslim Uighur di Tiongkok karena ini membatasi hak-hak agama dan kebebasan pribadi,” kata lembaga prestisius itu, sembari menuntut masyarakat internasional, PBB dan kelompok hak asasi manusia untuk segera mengakhiri pelanggaran tersebut.