Muslimahdaily - Kunjungan ulama dunia asal India, Dr. Zakir Naik ke Indonesia mendapat sambutan yang meriah. Kuliah umumnya di Kampus Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung pada Minggu (2/4/2017) kemarin dipadati banyak orang. Salah satu statement Zakir Naik yang menjadi sorotan yakni saat menjawab pertanyaan terkait memilih pemimpin non muslim.
Pada sesi tanya jawab ada seorang wanita asal Jakarta bernama Sofia yang menanyakan mana yang dipilih, dakwah atau kerusakan jika ada calon pemimpin yang melakukan banyak hal baik namun ia non muslim. Pemimpin itu melakukan pembangunan, bersikap jujur, merentas kemiskinan dan lain sebagainya.
Namun haruskah muslimin beramai-ramai menutup mata akan kebaikan-kebaikan tersebut kemudian memboikotnya. Padahal pemimpin itu pula membangun masjid. “Da’wah or destruction?” demikian penekanan Sofia atas pertanyaannya kepada Zakir Naik, sesuai tema kuliah yang dibawakan sang dai.
Sofia pula mengaku seorang muslim, lahir di tengah keluarga muslim, orang tuanya muslim dan ia berstatus Islam di tanda pengenal. Hanya saja, ia pula mengaku tak meyakini keyakinan apapun.
Pertanyaan Sofia pun kemudian disambut hangat oleh Zakir Naik. Ia mengawali jawaban dengan memuji pertanyaan Sofia, “Pertanyaan yang sangat bagus dan sangat relevan,” ujarnya.
Ulama mantan dokter itu pun kemudian menjawab dengan lantang akan larangan memilih pemimpin non muslim. Beliau menjawab dengan argumen yang tak bisa dipatahkan.
“Saya nyatakan kepada anda bahwa seorang muslim tidak boleh memilih non muslim meski ia membangun infrastruktur dengan baik. Dia membangun tempat ibadah untuk muslim namun ia sendiri tidak salat. Coba bayangkan saya membangun masjid tapi saya sendiri tidak salat. Ini adalah salah satu bentuk kemunafikan yang luar biasa,” kata Naik.
Ia pun melanjutkan bahwa kesuksesan yang disebut Sofia menjadi prestasi pemimpin non muslim tersebut bukanlah kesuksesan hakiki. Jika pemimpin itu tidak salat, maka itu bukanlah kesuksesan. “Saya nyatakan bahwa, apalah artinya kalau ia tidak salat. Allah menyatakan dalam Al Quran bahwa kesuksesan bukan membangun gedung-gedung, bukan membangun jalan-jalan. Bukan itu makna sukses sesungguhnya. Sukses yang sebenarnya adalah iman. Apakah orang tersebut yang anda bicarakan memiliki iman?” tanya Zakir Naik balik kepada Sofia.
Wanita itu pun menjawab bahwa orang itu memiliki iman di dalam agamanya sendiri. Lagi-lagi statementnya dipatahkan Zakir Naik. Beliau berkata, “Iman adalah percaya pada Allah, mengimani Al Qur’an. Saya tanya, apakah ia memiliki keimanan pada Al Quran?” tanya Naik lagi dan tak mampu dijawab Sofia.
Zakir Naik pun kemudian memberikan contoh luar biasa dari kisah istri Fir’aun di masa lampau. Istri Fir’aun merupakan orang terkaya di dunia. Namun ternyata semua hartanya itu ditukar untuk iman dan untuk masuk ke surga. “Mana yang lebih baik bagi anda, orang yang memberi uang atau orang yang memberi iman? Apakah kau ingin rumah di dunia atau rumah di surga?” ujarnya.
Hal itu menjawab sudah tentang bagaimana jika non muslim mengatur kehidupan kita. Mungkin saja fasilitas baik dan unggul kita terima dari pemimpin non muslim. Namun ia tak mampu memberikan imam yang mampu membawa kita ke janah-Nya. Kita bisa saja mendapatkan fasilitas hidup, seperti rumah dan kesejahteraan dari pemimpin non muslim. Namun semua itu tak mengantarkan kita untuk memiliki rumah di surga Allah yang kekal.
Debat belum usai. Sofia kembali menyatakan pendapat bahwa pemimpin non muslim itu pula memberikan pendidikan bagi anak-anak. Zakir Naik kemudian menjawab dengan pengalaman pribadinya. Dahulu, sang dai memutuskan menjadi dokter karena menganggap itulah profesi tertinggi dan terbaik. Namun setelah membaca Al Qur’an dan mengerti Islam, ia memahami bahwa profesi terbaik bukanlah menjadi dokter melainkan menjadi dai. Ia pun berhenti menjadi dokter.
Yang dimaksud Zakir Naik ialah, bagaimana selama ini kita salah memahami paradigma pendidikan dan profesi. Kita berharap anak-anak kita mendapat pendidikan terbaik dengan standar dokter lah prestasi nomor wahid. Padahal, pendidikan terbaik adalah pendidikan agama, profesi terbaik adalah juru dakwah. Paradigma inilah yang mestinya dibenahi. Dengannya kita mampu menjawab, apakah pemimpin non muslim itu benar-benar memfasilitasi pendidikan sebagaimana anggapan kita.
Demikian kurang lebih jawaban demi jawaban Zakir Naik yang sungguh menggugah hati kita, terutama bagi muslimin yang masih mempercayakan urusan umat pada pemimpin non muslim. Tak perlu disebut nama, kita semua tahu siapa yang dimaksud dalam pembahasan ini.