Muslimahdaily - Sebuah video Sukmawati Soekarnoputri menjadi viral hingga membuahkan kontroversi. Dalam videonya, putri Bung Karno tersebut melantunkan puisi bertajuk ‘Ibu Indonesia’ saat acara 29 Tahun Anne Avantie Berkarya di ajang Indonesia Fashion Week 2018, di Jakarta Convention Centre, Rabu (28/3/2018) lalu. Menyinggung berbagai simbol agama, puisi Sukmawati dianggap melecehkan ajaran Islam. Lalu bagaimana sikap seorang muslim dalam menyikapinya?

Kontroversi puisi ibu Indonesia menggemparkan dan membuat gaduh publik, terutama umat Islam. Tak sedikit muslimin yang merasa tersakiti dari puisi Sukmawati. Tak sedikit pula yang memberikan komentar, kritik, bahkan melaporkannya ke polisi. Dari penyebutan isu Suku, Agama, Ras, dan Antar Golongan (SARA), kasus penistaan agama, hingga sebutan Ahok kedua pun terus bergulir menuding putri sang founding father negeri ini.

Namun dilansir detik.com, Sukmawati menganggap puisi ciptaannya tak bermaksud menyinggung SARA. Ia hanya menuangkan tentang Indonesia dalam sebuah karya sastra. "Lho Itu suatu realita, ini tentang Indonesia. Saya nggak ada SARA-nya. Di dalam puisi itu, saya mengarang cerita. Mengarang puisi itu seperti mengarang cerita. Saya budayawati, saya menyelami bagaimana pikiran dari rakyat di beberapa daerah yang memang tidak mengerti syariat Islam seperti di Indonesia Timur, di Bali dan daerah lain,” ujarnya.

Mengenai kidung lebih indah dari azan, Sukmawati melihatnya sebagai opini pribadi. Menurutnya, tidak setiap muadzin melantunkan adzan dengan merdu. “Ini kan seni suara ya. Dan kebetulan yang menempel di kuping saya adalah alunan ibu-ibu bersenandung, itu kok merdu. Itu kan suatu opini saya sebagai budayawati,” tutur adik Megawati Soekaroputri tersebut.

Selain kepada detik.com, Sukmawati tak memberikan konfirmasi apapun. Media lain bahkan mengabarkan, wanita berusia 66 tahun tersebut sangat sulit dihubungi untuk dimintai keterangan. Justru keluarga Soekarno lah yang merilis pernyataan kepada media mengenai isu puisi Ibu Indonesia.

Putra sulung Soekarno, Guntur Soekarnoputra memberikan keterangan tertulis bahwa seluruh keluarga Bung Karno dan Ibu Fatmawati dididik sesuai syariat Islam. Ia memastikannya dengan tegas, “Sebagai anak tertua, saya saksi hidup, bahwa seluruh anak Soekarno dididik oleh Bung Karno dan ibu Fatmawati Soekarno sesuai ajaran Islam,” tutur Guntur dikutip dari laman okezone.com.

Meski didik dalam ajaran Islam, Sukmawati justru membuat serangkaian puisi yang disinyalir mengandung isu SARA. Ia menyebut simbol Islam dan membandingkannya dengan budaya Indonesia dalam aspek keindahannya. Berikut isi lengkap puisi tersebut.

Isi Lengkap Puisi Ibu Indonesia karya Sukmawati

Ibu Indonesia

Aku tak tahu Syariat Islam

Yang kutahu sari konde ibu Indonesia sangatlah indah

Lebih cantik dari cadar dirimu

Gerai tekukan rambutnya suci

Sesuci kain pembungkus ujudmu

Rasa ciptanya sangatlah beraneka

Menyatu dengan kodrat alam sekitar

Jari jemarinya berbau getah hutan

Peluh tersentuh angin laut

Lihatlah ibu Indonesia

Saat penglihatanmu semakin asing

Supaya kau dapat mengingat

Kecantikan asli dari bangsamu

Jika kau ingin menjadi cantik, sehat, berbudi, dan kreatif

Selamat datang di duniaku, bumi Ibu Indonesia

Aku tak tahu syariat Islam

Yang kutahu suara kidung Ibu Indonesia, sangatlah elok

Lebih merdu dari alunan azan mu

Gemulai gerak tarinya adalah ibadah

Semurni irama puja kepada Illahi

Nafas doanya berpadu cipta

Helai demi helai benang tertenun

Lelehan demi lelehan damar mengalun

Canting menggores ayat ayat alam surgawi

Pandanglah Ibu Indonesia

Saat pandanganmu semakin pudar

Supaya kau dapat mengetahui kemolekan sejati dari bangsamu

Sudah sejak dahulu kala riwayat bangsa beradab ini cinta dan hormat kepada ibu Indonesia dan kaumnya.

Beragam Komentar

Dari pejabat hingga pakar memberikan komentar beragam tentang puisi Ibu Indonesia karya Sukmawati Soekarnoputri. Wakil Ketua DPR Fadli Zon menilai, muatan puisi 'ibu Indonesia' yang disampaikan Sukmawati sangatlah sensitif hingga dianggap melecehkan agama Islam. “Saya pikir memang meskipun itu adalah sebuah ekspresi, tapi memang kalau secara spesifik menyebutkan azan, ini kan hal-hal sensitif. Apalagi bukan dalam sebuah metafor tapi satu bentuk komparasi,” tuturnya dilansir okezone.

Ketua Komite III DPD RI, Fahira Idris pula mengatakan, kalau merasa paling paham Pancasila, harusnya memandang perbedaan keyakinan, pertentangan budaya dan identitas merupakan sebuah keniscayaan penguat persatuan. Bukan justru beropini bahwa budaya atau identitas busana saya paling Indonesia, yang lain bukan Indonesia. “Opini yang membanding-bandingkan seperti ini, sama sekali tidak ada maknanya bagi penguat keindonesiaan kita,” kata Fahira kepada Republika.

Selain anggota dewan, Majelis Ulama Indonesia (MUI) pun turut memberikan komentar tentang kontroversi Puisi Ibu Indonesia. Ketua Komisi Dakwah MUI Pusat, KH Cholil Nafis mengatakan, tak layak seorang putri pendiri bangsa menyinggung yang lain untuk membangun kerukunan umat beragama. Mengingat nusantara sangat kaya akan budaya dan nilai, sehingga menilai keindahan tidak boleh merendahkan yang lain.

“Tak mengerti syariat Islam bagi pemula itu keniscayan, tapi bangga dengan tak paham syariah bagi muslimah adalah 'kecelakan'. Syariah itu sumber ajaran Islam yang wajib diketahui oleh pemeluknya. Syariah itu original dari Allah SWT. Cadar dan azan menyangkut keyakinan bukan soal keindahan, meskipun keduanya itu tak saling bertentangan. Tak layak membandingkan sesuatu yang memang tidak untuk dibandingkan apalagi wilayah subjektif individu dan pelantunnya. Mana kebinekaannya itu yang didengungkan,” tutur sang kyai dikutip dari republika.co.id.

Di mata guru besar sastra pun, puisi Sukmawati dianggap jauh dari asas nasionalisme. Masih dari Republika, Guru Besar Sastra Banding dan Dekan Fakultas Adab dan Humaniora UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Prof. Dr. Sukron Kamil, menganggap cara pandang Sukmawati yang membandingkan Islam dengan budaya nusantara seperti cara berpikir orang-orang zaman Orde Baru.

“Cara berpikir Sukmawati ini seperti cara berpikir orang-orang zaman orde baru. Karena sebenarnya Islam dengan nasionalisme, jangan dilihat sebagai sesuatu yang dihadap-hadapkan.... Republik Indonesia didirikan berdasarkan kebesaran hati umat Islam yang tidak mau mendirikan negara berbasis syariah agar masyarakat Indonesia Timur mau bergabung,” tuturnya.

Dipolisikan

Puisi Ibu Indonesia karya Sukmawati ternyata tak hanya berakhir sebagai kontroversi. Lebih jauh, tak sedikit lembaga ataupun perorangan yang mengajukan laporan kepada aparat kepolisian tentang adanya dugaan penistaan agama dalam puisi tersebut. Disarikan dari beragam media, berikut beberapa pihak yang mengangkat kontroversi puisi ibu Indonesia ke ranah hukum. Sebagian mereka belum melapor, namun mereka berharap kasus tersebut dapat diselesaikan oleh pihak kepolisian.

1. Pengacara Denny Andrian Kusdayat

Laporannya tertuang dalam laporan polisi bernomor BL//1782/IV/2018/PMJ/Dit.Reskrimum tanggal 3 April 2018. Perkara yang dilaporkan adalah dugaan tindak pidana penistaan agama dengan Pasal 156 A KUHP dan/atau Pasal 16 UU No 14 Tahun 2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis.

2. Ketua DPP Hanura, Amron Asyhari.

Amron melaporkan kasus ini bukan atas nama institusi partai, melainkan secara personal. Laporannya tertuang dalam laporan polisi bernomor TBL/1785/IV/2018/PMJ/Dit.Reskrimum tanggal 3 April 2017. Perkara yang dilaporkan adalah dugaan tindak pidana penistaan agama dengan Pasal 156 A KUHP. “Kalau Ahok itu autodidak, secara responsif. Kalau beliau ini puisi, sudah dia catat, baca kaji ulang, setelah itu dituangkan. Ini lebih parah dibanding Ahok,” ujar Amron dilansir detik.

3. Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Timur

Melalui badan atonomnya, Anshor, PWNU Jatim mengadukan kasus puisi Sukmawati ke Polda Jawa Timur. “Kami takut kasus ini dimanfaatkan kelompok yang tidak senang Indonesia ini tenang. Oleh karena itu kami berharap agar aparat kepolisian segera memproses secara hukum apa yang telah dilakukan oleh Sukmawati. Agar tidak menimbulkan gejolak,” kata Ketua PWNU Jatim, Hasan Mutawakkil Alallah dilansir Republika.

4. Keluarga Besar Pelajar Islam Indonesia (KBPlI)

Meski belum membuat laporan resmi, Ketua Umum Pengurus Besar KBPII, Nasrullah Larada menyatakan bahwa KBPII berharap polisi dapat mengusut tuntas kasus penistaan agama oleh Sukmawati. Menurutnya, polisi dianggap abai terhadap Pancasila jika mendiamkan kasus tersebut.

5. Ikatan Advokat Muslim Indonesia (IKAMI)

Sebagaimana KBPII, IKAMI belum membuat laporan. Namun mereka meminta pihak aparat dapat melakukan tindakan hukum atas kasus puisi Sukmawati. Kepada Republika, Sekjen Ikatan Advokat Muslim Indonesia (IKAMI), Djudju Purwantoro menuturkan, puisi Ibu Indonesia berpotensi menimbulkan kegaduhan dan konflik horizontal.

“Demi menghindari situasi yang tidak kondusif lebih meluas dan guna penegakkan hukum yang adil tanpa diskriminasi, IKAMI meminta pihak Kepolisian segera melakukan tindakan hukum atas kasus tersebut. Karena delik pidananya merupakan delik biasa (formal). Sehingga tidak memerlukan lagi pelaporan dari masyarakat,” kata Djudju.

Menanggapi beragam laporan penistaan agama, Direktur Reserse Kriminal Umum (Dirkrimum) Polda Metro Jaya, Kombes Nico Afinta mengatakan, pihaknya segera membentuk tim khusus untuk mendalami kasus dugaan penistaan agama dalam puisi Sukmawati Soekarnoputri berjudul 'Ibu Indonesia'. “Kami masih dalami (laporan soal puisi Sukmawati), kami akan bentuk tim untuk mendalami laporan tersebut,” tuturnya.

Bagaimana Bersikap

Sebagai seorang muslim, bagaimana menyikapi kasus kontroversi Puisi Ibu Indonesia? Isi puisi Sukmawati tentulah membuat sakit hati. Namun reaksi berlebihan justru dapat memicu kegaduhan yang lebih buruk di tengah masyarakat.

Hal ini sebagaimana penuturan Sekjen Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Abdul Mu'ti. Ia mengatakan bahwa umat Islam tidak perlu bereaksi secara berlebihan terkait puisi Sukmawati. Sebaliknya, muslimin dihimbau untuk menjaga situasi yang kondusif dan menjadi teladan dalam kehidupan berkebangsaan. “Mungkin jiwa dan keimanan beliau sedang lemah. Sebagaimana ia mengatakan sendiri, pemahaman Islamnya lemah atau kurang. Karena itu umat Islam sudah seharusnya memaafkan beliau,” kata Mu'ti kepada Republika.co.id.

Senada, Ketua Umum Pusat Gerakan Pemuda Ansor, Yaqut Cholil Qoumas, pun meminta masyarat tidak terburu-buru menghakimi penafsiran dari isi puisi yang dibacakan Sukmawati. Pemilihan diksi dalam puisi tersebut bisa jadi karena keterbatasan Sukmawati tentang syariat Islam.

Karena itu, Yaqut memandang bahwa meminta penjelasan dari Sukmawati merupakan sikap yang lebih bijak ketimbang terburu-buru melaporkannya ke kepolisian. “Saya berharap, jika memang puisi Sukmawati dianggap keliru, para kiai turun tangan, panggil Sukmawati, nasehati dan berikan bimbingan. Bukan buru-buru melaporkan ke polisi. Langkah ini menurut hemat GP Ansor akan lebih bijaksana dan efektif meredam kegaduhan-kegaduhan yang tidak perlu,” ujarnya dilansir okezone.

Pun Ustadz Yusuf Mansur melalui media sosialnya menghimbau agar kasus puisi Sukmawati tak memancing kemarahan, kebencian, kekesalan dan emosi, perseteruan dan permusuhan. Ia berharap umat Islam tetap adem, positif, kalem, segera kembalikan kepada Allah.

“Bismillah kita perbaiki, anggap saja ini hikmah dari Allah supaya bisa dinasehatin, bisa diperingatin. Setiap kejadian pahami sebagai pesan dari Allah, sebagai peringatan-Nya. Sebagai nasihat dari-Nya, Isya Allah kita tetap adem, hati dan pikiran kita,” ujar Ustaz Yusuf Mansur menutup posting instagramnya 'belajar azan bagian 1-13'.

Mengikuti panasnya kontroversi memang berakibat kegaduhan yang makin besar. Sementara seorang muslim hendaknya menebarkan ketenangan dan bukan kegaduhan. Namun jika membiarkan adanya penistaan agama, maka kelak akan muncul penista-penista lain yang seenaknya membawa simbol agama dalam opini mereka. Lalu bagaimana cara mengambil sikap pertengahan?

Menanti Permintaan Maaf dari Ibu Sukmawati

Sikap pertengahan datang dari Forum Umat Islam Bersatu (FUIB). Organisasi tersebut tak buru-buru membuat laporan polisi dan memilih menanti permintaan maaf dari Sukmawati. Ketua Umum FUIB, Rahmat Himran menuturkan, pihaknya memberikan kesempatan kepada Sukmawati untuk meminta maaf kepada umat Islam terkait puisinya. Jika ia tak melakukannya, maka FUIB berniat melaporkan sang budayawan ke Badan Reserse Kriminal Mabes Polri.

“Jadi kami berikan kesempatan kepada Bu Sukma untuk meminta maaf terlebih dahulu pada umat Islam, di Islam kan mengajarkan tabayyun, jadi beri kesempatan bu Sukma dahulu,” tuturnya dilansir laman Republika.

Tabayyun merupakan sikap yang tepat dalam menghadapi kontroversi. Jika Sukmawati meyampaikan permintaan maafnya, maka umat Islam pun sudah semestinya memaafkan saudari seiman dan seislam. Sebelum adanya tabayyun tersebut, muslimin hendaknya tak turut andil dalam membuat kegaduhan publik.