Muslimahdaily - Kabar penindasan Muslim Uighur di negeri tirai bambu menjadi headline banyak media, baik dalam maupun luar negeri. Dewan HAM PBB bahkan mengusutnya sejak bulan lalu. Berikut beberapa fakta tentang Muslim Uighur dan mengapa mereka mengalami polemik berkepanjangan hingga menjadi isu internasional.
1. Suku Uighur, Minoritas yang Berjumlah Besar
Suku Uighur merupakan salah satu ras Turki (Turkic). Suku ini tersebar di Asia tengah namun berpusat di Daerah Otonomi Uighur Xinjiang, Republik Rakyat Tiongkok. Populasi Muslim Uighur di China mencapai 11 juta orang. Namun jumlah yang notabene banyak tersebut hanyalah minoritas di negara dengan populasi penduduk terbesar dunia.
2. Penduduk Asli Xinjiang
Suku Uighur sudah menempati wilayah Xinjiang selama ribuan tahun, jauh sebelum kekaisaran China menguasainya. Islam pertama kali dikenal Uighur melalui perdagangan mengingat wilayah tersebut dilewati jalur sutra. Uighur pun dikenal sebagai suku yang memeluk agama Islam, karena itulah mereka sering kali disebut dengan Muslim Uighur.
Awalnya, muslim Uighur menguasai demografi di Xinjiang, hampir 100 persen. Namun populasi berubah drastis setelah berdirinya negara Tiongkok di tahun 1949. Migrasi besar-besaran dilakukan ke wilayah Xinjiang. Alhasil, saat ini Uighur hanya mengambil 45 persen saja dari total warga Xinjiang. Jumlah yang hampir sama dengan suku asli Tiongkok, yakni Suku Han yang meningkat drastis menjadi 40 persen.
3. Berbudaya Asia Tengah
Wilayah Xinjiang berbatasan langsung dengan negara-negara muslim Asia Tengah. Sebut saja Kazakhstan di perbatasan utara, Kirgistan dan Tajikistan di Barat Laut, Kashmir dan Afghanistan di sebelah Barat Daya.
Kondisi geografis ini pun menjelaskan mengapa budaya dan bahasa Uighur berbeda dengan Tiongkok. Mereka menggunakan bahasa Uighur dan berbudaya Turk. Secara fisik pun, mereka lebih mirip dengan perawakan Eurasia ketimbang China.
4. Tinggal di Kota yang Subur nan Luas
Provinsi Xinjiang merupakan daratan yang sangat subur. Tak sedikit hasil pertanian China yang berasal dari sana. Luasnya bahkan mencapai 1,6 juta kilometer persegi atau sekitar 12 kali luas pulau Jawa. Dengan luas tersebut, Xinjiang mengambil 1/6 bagian dari wilayah negeri Kungfu yang amat besar itu. Inilah provinsi terbesar di negara komunis tersebut.
5. Lebih Suka Menyebut Xinjiang dengan Turkestan
Nama Xinjiang yang bermakna perbatasan baru, baru dikenal pada era Dinasti Qing. Masyarakat Uighur merasa penyebutan tersebut sangat sinis. Karena itulah mereka lebih suka menyebut wilayah tempat tinggal mereka sebagai Turkestan Timur atau Uighuristan.
6. Enggan Disamakan dengan Hui
Terdapat dua komunitas muslim di China, yakni Uighur dan Hui. Meski sama-sama muslim, Uighur enggan disamakan dengan Hui. Pasalnya, keduanya berbeda budaya dan bahasa. Mazhab yang mereka yakini keduanya pun berbeda. Jika Hui bermazhab Hanafi, suku Uighur lebih dekat dengan pemahaman sufi.
Secara fisik pun antara Uighur dan Hui jauh berbeda. Suku Hui, merupakan keturunan Suku Han yang beragama Islam. Mereka berbahasa dan budaya Mandarin, juga berparas sipit berkulit langsat layaknya suku Han, penduduk asli China. Banyaknya perbedaan inilah yang mungkin membuat Uighur enggan disamakan dengan suku Hui.
Berbeda dengan Uighur yang mengalami diskriminasi, muslim Hui hidup dengan damai dan mendapat perlakuan yang sama sebagaimana warga China lain. Bahkan pemerintah China banyak memberikan bantuan untuk suku Hui, baik untuk pendirian masjid, sekolah, maupun sarana beragama lain. Mereka bahkan mendapat perlakuan spesial dari pemerintah Tiongkok.
Mengapa China mengistimewakan Hui namun mendiskriminasi Uighur? Jawabannya sangat kompleks karena dapat dilihat dari berbagai aspek. Selain karena budaya, suku Hui turut andil dalam pembangunan ekonomi China. Suku Hui pula berjasa dalam sejarah China. Cheng Ho merupakan salah satu pahlawan Tiongkok dari suku tersebut. Alasan lain, suku Hui tak memiliki catatan hitam, seperti memberontak ataupun aksi terorisme.
Dari fakta suku Hui, nampak secara kasat mata bahwasanya pemerintah China sejatinya melakukan penindasan pada Uighur bukan karena alasan agama. Namun jika bukan karena agama, maka Tiongkok tak patut menindas Uighur hingga mencabut kebebasan untuk beribadah. Sementara suku Hui mendapat kebebasan bahkan difasilitasi untuk berislam.
7. Pernah Ingin Merdeka
Masyarakat Uighur sempat melawan dan ingin melepaskan diri dari kekuasaan Tiongkok. Peristiwa itu berlangsung dari tahun 1933 hingga 1934. Uni Soviet bahkan membantu aksi yang dicatat dalam sejarah sebagai pemberontakan atas China tersebut.
Muslim Uighur melawan karena ingin mendirikan negara sendiri dengan sebuatan Republik Islam Turkestan Timur. Negara ini pernah berhasil berdiri namun usianya hanya satu tahun sebelum akhirnya ditundukkan oleh pasukan Mao Tse Tung. Mirisnya, tentara yang dikirim Mao Tse Tung untuk melawan Uighur merupakan para pasukan dari etnis Hui, saudara seagamaUighur. Tak pelak, Mao Tse Tung dikenal sebagai penguasa yang kejam.
Tahun 1940-an, aksi yang sama meletus kembali. Muslim Uighur begitu ingin melepaskan diri dan mendirikan negara sendiri. Uni Soviet selalu menjadi sahabat mereka dalam melawan China. Namun lagi-lagi perjuangan itu kandas.
Konflik berkepanjangan ini ternyata tak pernah padam. Terdapat beberapa organisasi yang dianggap sebagai ancaman China, di antaranya Kongres Uighur Dunia (WUC) dan Gerakan Kemerdekaan Turkestan Timur (ETIM). Karena itulah China membela diri saat dituding melakukan penganiayaan terhadap etnis Uighur. Menurut China, Uighur merupakan suku yang “mengancam” kedaulatan negara karena berpotensi melakukan pemberontakan.
Namun alasan ini tak cukup kuat untuk menindas Uighur secara agama. Mengingat mayoritas pergerakan kemerdekaan Turkestan justru dari golongan sekuler, bukan Islam. Hal yang ganjil jika ingin membungkam pemberontak namun muslimin yang jadi korban.
8. Dituding Teroris Bahkan Berhubungan dengan Al Qaeda dan ISIS
Selain dituding pemberontak, muslim Uighur pula ditunding berpotensi menyebarkan terorisme. Pemerintah China menuding serangan terorisme yang terjadi di Xinjiang merupakan ulah separatis Uighur. Bahkan, Uighur disebut-sebut memiliki kedekatan dengan Al Qaeda dan ISIS.
Dilansir BBC, pemerintah Cina menuding Separatis Uighur sebagai dalang dibalik beberapa serangan terorisme yang pernah terjadi di Xinjiang. Di antaranya yakni kerusuhan di Kota Urumqi pada tahun 2009 yang menewaskan 200 orang (sebagian besar dari Suku Han). Ada pula penikaman dan penggerebekan yang terjadi pada tahun 2017 lalu. “Seorang pejabat tinggi di Xinjiang mengatakan wilayah itu menghadapi ancaman 'tiga kekuatan jahat': terorisme, ekstremisme dan separatisme,” dikutip dari BBC Indonesia.
Menurut CNN, pemerintah China merasa cemas karena kekhawatiran akan masuknya paham Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) di kalangan muslim Uighur. Hal itu menjadi alasan China untuk membangun camp khusus Muslim Uighur dan berdalih hendak mendidik mereka agar tak teracuni terorisme. Namun hingga kini, tak ada data pasti jumlah Uighur yang tergabung dengan ISIS.
9. Ditangkap dan Dipenjara dalam Camp
Karena alasan terorisme dan pemberontakan itulah, pemerintah Tiongkok kemudian melegalkan aksi untuk memenjarakan sejumlah Muslim Uighur. Camp-camp khusus dibuat dengan alasan program “reedukasi”. Alih-alih mendidik, program tersebut justru layaknya pencucian otak.
Human Rights Watch menuturkan, pemerintah China menangkap lebih dari satu juta orang dari suku Uighur. Mereka yang ditangkap merupakan orang-orang yang memiliki kerabat di 26 negara yang dianggap China sebagai ‘negara sensitif'. Mereka dibawa ke camp dan dipaksa belajar budaya Tionghoa, dilarang beribadah, bahkan dipaksa meninggalkan keyakinan mereka.
Tak sedikit Muslim Uighur yang berusaha kabur dari camp yang layaknya penjara itu. Salah satu yang berhasil kabur ialah Mihrigul Tursun. Ia sempat memberikan kesaksian kepada dewan HAM PBB di Washington tentang penganiayaan yang menimpanya dan rekan-rekan Uighur.
“Setiap saat saya disetrum, seluruh tubuh saya bergetar hebat dan saya bisa merasakan sakitnya hingga ke pembuluh darah,” ujarnya, dari laman Republika.
10. Dipaksa Menjadi Buruh
Baru-baru ini terkuak kabar bahwasanya muslim Uighur tak hanya disandera dalam camp, namun juga mengalami kerja paksa. Dikabarkan Associated Press (AP), Pemerintah Tiongkok mempekerjakan para tahanan Uighur di pabrik-pabrik dekat kamp reedukasi. Salah satunya yakni pabrik pakaian olahraga untuk merk Badger Sports asal North Carolina, AS.
Mereka yang dipaksa kerja merupakan Uighur yang lulus dari camp penahanan. Sebagian media mengabarkan bahwasanya mereka diberi upah yang sangat kecil dan dilarang keras meninggalkan camp. Bahkan ada pula yang mengabarkan bahwa pekerjaan buruh itu merupakan kerja paksa yang tak dibalas imbalan apapun. “Kamp tak memberi upah sepeser pun,” ujar Elyar, salah seorang Uighur yang berhasil kabur, dilansir AP.
Demikianlah nasib Muslim Uighur di Xinjiang, China. Hingga berita ini ditulis, tak ada satu pun negara yang melakukan aksi nyata. Dunia internasional baru sebatas memberikan kecaman kepada pemerintah Tiongkok.
Negeri kita bahkan tak memberikan aksi apapun, meski sekedar kecaman sekalipun, kepada pemerintah China. Bahkan dalam sidang dewan HAM PBB bulan November lalu, Indonesia tak menyebut apapun tentang Muslim Uighur kepada China meski puluhan negara lain telah menyinggungnya.