Muslimahdaily - Banyaknya impor sampah dari negara maju ke Indonesia membuat Nina, siswi asal Gresik miris. Fenomena ini mendorong ia untuk mengirimkan surat kepada Dubes Jerman Indonesia untuk Kanselir Jerman.
Lewat DW Indonesia, Aeshnina menceritakan pengalamannya, "Pertama itu orang tua sih yang ngajakin saya kayak gitu. Yang pertama kali dukung, yang menyuruh. Jadi saya juga suka, lama-lama sudah biasa. Bersih-bersihin sungai, pantai, biasanya diajak orang tua."
Keprihatinan gadis berusia 12 tahun ini berawal dari pengalamannya saat pergi ke Tanjung Perak bersama teman-temannya. Disana ia melihat sendiri bagaimana proses negara-negara maju mengekspor sampahnya ke Indonesia. Nina memperhatikan banyaknya kontainer yang masuk ke green lane, namun tak semuanya melalui proses pengecekan.
Hal lainnya yang menjadi pusat perhatian adalah pembelian sampah kertas dari luar negeri. Nina mengatakan bahwa seringkali pesanan kertas tersebut diselundupi dan diisi dengan plastik. Yang mengenaskan adalah, ketika pabrik kertas memilah sampah kertasnya, sisa sampah plastik dikirim ke sebuah desa bernama Desa Bangun.
Di Desa Bangun, akan dipisahkan antara sampah yang bisa di daur ulang dan tidak bisa. Sampah yang dapat didaur ulang dijual ke pabrik dan dibentuk seperti pelet untuk dikirm ke Cina sebagai produk baru. Untuk sampah yang tidak bisa didaur ulang, dijual ke parbik tahu sebagai bahan bakar pembuatan tahu.
Asap dari bekas pembuatan tahu tersebut menghasilkan racun dioksin. Racun tersebut dapat mencemarkan semuanya, terutama air. Kemudian racun akan dimakan oleh ikan, bisa juga dimakan oleh ayam. Semua akan berakhir pada manusia, ikan dan ayam akan kita makan. Jadi itu semua bisa berakhir di perut kita sendiri.
Pertemuan dengan Dubes Peter Schoof
"Orangnya baik, jawab semua pertanyaan saya," ujar Nina. Berkat pertemuannya ini, Dubes Peter Schoof menyatakan bahwa ia akan memperkuat penjagaan di pelabuhan agar sampah-sampah yang kotor itu tak masuk ke Indonesia.
"Saya tak mau orang luar negeri, negara-negara maju menyelipkan sampah plastiknya lagi," kata gadis 12 tahun ini.
Nina yang sangat peduli dengan lingkungannya menyatakan bahwa ia sudah pernah membuat pameran di sekolah dan banyak sekali teman-temannya yang mendukung dan menandatangani petisi yang ia berikan kepada dubes.
Petisi tersebut berisi tanda tangan Nina dan teman-temannya yang menolak sampah impor untuk datang lagi.