Muslimahdaily - Menteri Agama (Menag) Fachrul Razi akan melaksanakan mengevaluasi kegiatan shalat Jumat setelah digelar dua kali pelaksanaan ibadah di masa pembatasan sosial berskala besar (PSBB) masa transisi menuju era new normal atau normal yang baru.
"Jadi Menteri Agama akan melakukan evaluasi setelah dua kali melaksanakan shalat Jumat," ujar Dirjen Bimbingan masyarakat Islam (Bimas) Kemenag, Kamaruddin Amin dalam diskusi di Graha BNPB, Jakarta, Kamis (11/6).
Dilansir dari Okezone, Kamaruddin menyatakan bahwa pihaknya telah menyurati Kantor Wilayah Kemenag seluruh Indonesia untuk memerintahkan para penghulu yang jumlahnya 50 ribu, kemudian semua pihak Kantor Urusan Agama (KUA), untuk memonitor, memantau, mengevaluasi pelaksanaan ibadah di rumah ibadah, termasuk juga shalat Jumat di tengah pandemi COVID-19.
"Sepintas juga sudah banyak laporan kalau ada beberapa juga, meskipun tidak banyak, yang tidak menerapkan physical distancing. Di Jakarta sendiri juga ada. Tapi secara umum bagus, secara umum menuruti protokol yang sudah ditetapkan. Nah yang tidak menerapkan ini yang harus kita carikan solusinya," jelas Kamaruddin dalam diskusi di Graha BNPB, Jakarta.
Dari pernyataannya, diketahui bahwa ada beberapa pelaksanaan shalat yang tidak menerapkan protokol kesehatan yaitu physical distancing. Dikarenakan oleh hal ini, pihaknya sedang mencarikan solusi terbaik. Di sisi lain, tempat ibadah lainnya telah mengikuti protokol yang sudah ditetapkan tersebut.
Selain itu, Majelis Ulama Indonesia (MUI) sebenarnya sudah mengeluarkan Fatwa, menanggapi adanya masalah ini. Contohnya saja bagi masjid yang tidak bisa melaksanakan physical distancing karena kapasitasnya sedikit, sementara jumlah jamaahnya banyak. Hal ini sebenarnya telah ditemukan solusinya, hanya saja belum sepenuhnya terinformasi ke semua pengurus masjid.
Menaggapi dikeluarkannya Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Nomor 31 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Shalat Jumat dan Jemaah untuk Mencegah Penularan Wabah COVID-19, Kamaruddin menyerahkan pilihan sepenuhnya kepada masyarakat. Apakah membolehkan melaksanakan shalat Jumat dalam dua gelombang ataukah tidak membolehkannya.
"Nah untuk konteks sangat terpaksa, saya kira tidak masalah masyarakat melaksanakannya dua gelombang. MUI menyarankan agar dilaksanakan satu kali saja dengan memaksimalkan potensi yang ada. Misalnya mushala-mushala bisa digunakan yang selama ini tidak digunakan, bisa digunakan untuk Shalat Jumat, atau space yang memungkinkan digunakan, itu digunakan saja, agar dilaksanakan sekali," tambahnya.
Untuk menanggapi adanya masalah di atas seperti ruang ibadah lebih kecil dari jumlah jamaahnya, Kamaruddin menyarankan untuk tetap melaksanakannya menjadi dua gelombang. Sementara terkait pengaturan untuk gelombang pertama dan kedua, tidak bisa mengaturnya secara teknis.
"Itu improvisasinya bisa dilakukan pengurus masjid. Jadi memang ini adalah kerja bersama. Jadi keterlibatan semua pihak tentu sangat diharapkan, karena ini adalah kepentingan kita bersama," jelasnya.
Namun, ada dua pandangan yang cukup menyulitkan di sini. Pandangan pertama yaitu memperbolehkan pelasaan shalat Jumat menjadi dua gelombang, pandangan yang kedua melarang melaksakan shalat Jumat bergelombang. Sehingga jamaah yang tidak mendapat tempat bisa mengganti shalat Jumat dengan shalat dzuhur.
Oleh karena hal ini, keluarlah tiga antisipasi. Yaitu (1) antisipasi penumpukan jamaah. Kemenag meminta pengurus masjid mengantisipasi terjadinya penumpukan jamaah shalat Jumat pekan kedua di tengah masa transisi menuju kebiasaan baru. (2) Memanfaatkan jalanan. Guna mengantisipasi adanya penumpukan jamaah, Kemenag juga menganjurkan masyarakat dapat memanfaatkan jalanan sekitar masjid untuk menggelar shalat Jumat. (3) Tidak usah ke masjid. Kemenag menyarankan jamaah shalat Jumat yang memiliki temperatur suhu badan di atas 37,5 derajat celcius, tidak diperkenankan pergi ke masjid. Sementara itu, Kamaruddin juga telah menyebar surat edaran protokol kesehatan ini ke semua masjid.
"Media sosial juga sudah kita sebarkan semuanya. Asumsi kita, mereka semuanya sudah paham. Mereka semuanya sudah terinformasi dengan protokol kesehatan. Meskipun memang karena ini transisi tentu tidak mudah, karena memang perlu adaptasi-adaptasi," katanya.