Muslimahdaily - Penyelidikan kasus dugaan kekerasan seksual, yang diduga dilakukan oleh alumni Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta terhadap kurang lebih 30 perempuan masih terus dilakukan. Sejumlah penyintas berniat menempuh jalur hukum.

Dilansir dari laman Kompas, 30 perempuan ini mengadu ke LBH Yogyakarta atas kekerasan seksual yang diduga dilaukan oleh IM selama periode 2016-2020 di Indonesia dan Australia.

Kasus ini menjadi viral ketika Lani untuk pertama kalinya datang ke LBH Yogyakarta pada 17 April silam untuk melaporkan kasus ini. Ia datang didampingi oleh temannya. Lani, bukan nama sebenarnya, bercerita tentang temannya bahwa dirinya menjadi korban pelecehan seksual oleh IM.

Dikarenakan oleh hal ini, satu per satu penyintas berani berbicara, bahkan sebagian dari mereka memberanikan diri untuk bersuara di media sosial. Lewat akun Instagram UII Bergerak (gerakan yang diinisiasi oleh para mahasiswa UII) mereka mengadukan kasus ini.

"Tadinya saya emang agak ragu buat lapor, cuma karena saya merasa punya bukti yang bisa mendukung kalau perilaku IM agak aneh, akhirnya saya merasa ikut lapor ke UII Bergerak dan syukurnya UII Bergerak sangat merespons baik aduan saya," tutur R, salah satu penyintas.

"Dibanding harus lapor ke kampus kayaknya UII Bergerak lebih serius menangani kasus pelecehan seksual oleh IM," tambahnya.

Fasya Teixera, salah satu teman penyintas, membagikan pengalaman yang dialami temannya via Instagram. Lewat BBC Indonesia, Fasya juga mengatakan bahwa lebih dari 20 penyintas atau teman penyintas yang menceritakan pengalaman serupa. Sebagian besar dari mereka, kata Fasya, mengaku mendapat pelecehan fisik dan verbal dari IM.

"Kebanyakan korban-korbannya nggak berani cerita karena mereka takut nggak dipercaya, karena image-nya IM," jelasnya.

Karena hal ini, tak sedikit dari mereka hingga kini masih mengalami trauma, imbuh Fasya. Fasya juga mendorong mereka untuk melakukan pengaduan ke LBH Yogyakarta terkait kasus itu. Hingga 4 Mei, LBH telah mendapatkan laporan pengaduan dari 30 penyintas.

Terkait hal ini, UII Yogyakarta menegaskan bahwa pihaknya menganggap serius kasus ini dengan membentuk tim pencari fakta dan memberi pendampingan psikologis dan hukum bagi para penyintas. Mereka juga akan mencabut gelar mahasiswa berprestasi kepada IM yang diberikan pada 2015 silam.

Masih melansir di laman yang sama, di Universitas Melbourne, kampus alumni UII tersebut juga sedang melakukan penyelidikan terkait laporan dua alumninya yang juga mengklaim mengalami pelecehan seksual dari terduga. Kejadian tersebut terjadi ketika masa mereka kuliah. Dua mahasiswi tersebut juga menegaskan bahwa kampus “sama sekali tidak mentolerir” kekerasan dan pelecehan seksual.

Hal ini diakui juga oleh Annisan Dina, salah satu alumni Universitas Melbourne.

"Kurang lebih modusnya sama dengan apa yang terjadi di Yogyakarta. Memang kalau di Yogyakarta bervariasi kasusnya, sampai ada percobaan perkosaan, sementara di yang di Melbourne lebih ke sentuhan fisik," kata Annisa.

"Dan karena kita tahu image pelaku adalah ustadz, mereka kebingungan dengan kelakuan pelaku ini, misalnya melakukan sentuhan-sentuhan yang tidak berdasarkan consent," tambahnya.

Pelaku sempat menyangkal dan mengatakan bahwa tuduhan tersebut adalah “pembunuhan karakter”. Dia bahkan mempersilahkan pihak terkait untuk menempuh jalur hukum.

Petisi yang berisikan pencabutan beasiswa Australian Award terhadap terduga belum bisa dilakukan oleh Departemen Luar Negeri dan Perdagangan (DFAT) Australia karena kasus ini belum selesai. Pihaknya mengaku bahwa mereka menanggapi dengan serius terkait kasus ini.

"Penyelidikan sedang dilakukan oleh universitas Australia di mana penerima beasiswa sedang belajar, sesuai dengan kebijakan yang diuraikan dalam Australia Award," tulis juru bicara DFAT kepada BBC News Indonesia melalui surat elektronik.

Terkait desakan pencabutan beasiswa IM, juru bicara DFAT menegaskan "sampai penyelidikan selesai, DFAT tidak dapat memberikan komentar lebih lanjut."

Kasus ini juga telah dikonfirmasi oleh Bruce Tobin, pejabat urusan publik Universitas Melboune, ia mengatakan bahwa dua alumni telah membuat tuduhan pelecehan seksual yang melibatkan seorang mahasiswa laki-laki pada tahun 2018 dan 2019. Pihaknya juga menegaskan bahwa mereka tidak memiliki toleransi terhadap kekerasan seksual dan pelecehan seksual.