Trauma Korban Tragedi Pembunuhan Masjid di New Zealand: Kami Tidak Bisa Tidur Dengan Tenang

Muslimahdaily - Brenton Tarrant, pelaku pembunuhan jamaah masjid di Christchurch, Selandia Baru sedang menjalani sidang vonis sejak Senin (24/8) dan akan berlanjut selama 4 hari.

Melansir dari Arab News, Tarrant mengaku bersalah atas 51 dakwaan pembunuhan, 40 percobaan pembunuhan, dan satu dakwaan atas tindakan teroris berhubungan dengan pembataian yang dia tayangkan secara langsung di Facebook.

Dalam sidang tersebut, kurang lebih 70 orang memberikan kesaksian atas kejadian mengenaskan tersebut. Di antaranya mereka berasal dari Inggris, Fiji, Singapura, Afrika Selatan, Suriah, Amerika Selatan, dan masih banyak lagi. Mereka dikarantina terlebih dahulu selama 14 hari sebelum akhirnya diperbolehkan mengikuti persidangan.

Orang-orang yang selamat serta kerabat dari para korban yang meninggal mengatakan kepada pengadilan tentang rasa cemas mereka dan tidak bisa tidur dengan tenang di malam hari. Bukan hanya itu saja, banyak juga dari mereka yang mengalami kesulitan keuangan setelah tragedi ini.

Linda Armstrong (64) yang merupakan salah satu korban, baru menjadi mualaf pada tahun 2011. Keponakannya, Kyron Gosse, menceritakan dalam sidang bahwa dorongan Armstrong untuk menjadi mualaf karena persahabatannya selama satu dekade dengan seorang pengungsi dari Suriah.

Dalam kesaksiannya, Gosse menggambarkan terdakwa sebagai “pecundang” yang berbuat secara brutal dan mengkhianati masyarakat yang menyambutnya dengan baik.

“Dia masuk ke rumah kami dengan niat buruk dan kebencian di dalam hatinya hanya untuk membalas keramahan kami dengan membunuh keluarga dan tamu kami,” ungkap Gosse kepada pengadilan.

Putri tunggal Armstrong, Angela, ikut berkomentar dengan penuh air mata, “Anda bukan apa-apa,” tambahnya sambil memandang terdakwa yang duduk dikelilingi petugas.

Pria berumur 29 tahun ini melakukan serangan terhadap jamaah salat Jumat di Masjid Al Noor dan Mushala Linwood di Christchurch pada 15 Maret 2019 lalu. Kemungkinan Tarrant akan diberikan sanksi penjara seumur hidup tanpa pembebasan bersyarat.

Hakim Cameron Mander yang memimpin kasus ini akan memberikan keputusan pasti secepatnya pada Kamis (27/8) besok.

Add comment

Submit