Muslimahdaily - Pemerintah Swiss akan mengadakan referendum pada 7 Maret mendatang, mengenai larangan menggunakan cadar. Tindakan tersebut merupakan reaksi atas Islamofobia yang menjadi masalah dan kian berkembang di Eropa belakangan ini.
Jajak pendapat menunjukkan sebagian besar rakyat Swiss mendukung larangan cadar untuk diatur dalam undang-undang. Hal ini, akan menyebabkan kerugian bagi para Muslim di Eropa.
Jelang referendum ini, Partai Rakyat Swiss (SVP) sayap kanan membuat kampanye untuk melarang penutup wajah dikenakan di tempat umum, dengan memasang baliho di sebuah desa di Zurich dengan gambar seorang wanita mengenakan jilbab hitam dan cadar disertai tulisan ‘Hentikan Ekstremisme’.
Anggota Parlemen SVP sekaligus Ketua Komite Referendum, Walter Wobmann, mengatakan bahwasanya tradisi Swiss adalah menunjukkan wajah.
“Di Swiss tradisi kami adalah menunjukkan wajah Anda. Itu adalah tanda kebebasan dasar kami," katanya, yang kami lansir dari Republika.com, Kamis (4/3).
Proposal referendum ini datang jauh sebelum adanya pandemi COVID-19 yang membuat semua orang menutup wajahnya dengan masker. Pada 11 Oktober 2017, pemerintah Swiss mengumumkan bahwa usulan tentang larangan burqa dan niqab berhasil meraup tanda tangan yang disyaratkan untuk dilakukan pemungutan suara.
Proposal itu membuat hubungan antara Swiss dan umat Islam menegang setelah warga memilih untuk melarang pembangunan menara masjid baru pada 2009. Dua kanton atau distrik di Swiss telah melarang penggunaan penutup wajah secara loka.
Wobmann menyebutkan bahwa pemungutan suara itu tidak menentang Islam. Menurutnya, penutup wajah adalah simbol dari Islam politik yang ekstrem dan semakin menonjol di Eropa. Fenomena ini tidak memiliki tempat di Swiss.
Sebelumnya, Prancis melarang penggunaan cadar di depan umum pada 2011. Selanjutnya Denmark, Austria, Belanda, dan Bulgaria memiliki larangan mengenakan penutup wajah secara penuh atau sebagian di depan umum.
Tidak ada seorang pun di Swiss yang mengenakan burqa dan hanya sekitar 30 wanita yang mengenakan niqab, perkiraan Universitas Lucerne. Muslim membentuk 5,2 persen dari populasi Swiss yang berjumlah 8,6 juta orang, dengan sebagian besar berasal dari Turki, Bosnia dan Kosovo.
Muslim di Swiss mengatakan, partai-partai sayap kanan menggunakan pemungutan suara untuk mengumpulkan pendukung dan menjelekkan Islam. Bagi umat Muslim di sana, tindakan ini dapat memicu perpecahan yang lebih luas.
Rifat’at Lenzin, 67 tahun, salah seorang Muslimah Swiss mengatakan, ia sangat menentang larangan niqab. Tindakan tersebut tidak menangani masalah yang tidak ada. Lenzin menyebut Muslim di Swiss telah hidup dengan baik.
“Mengubah konstitusi untuk memberi tahu orang apa yang mereka bisa dan tidak bisa pakai adalah ide yang sangat buruk. Ini Swiss, bukan Arab Saudi,”kKata Lenzin.
"Kami Muslim, tapi kami warga Swiss yang tumbuh di sini. Pemungutan suara ini rasialis dan Islamofobia," imbuhnya.