Muslimahdaily – Gempa bumi yang melanda Cianjur pada 21 November 2022 lalu meninggalkan trauma tersendiri bagi para korban. Melihat hal itu, Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) pun mendedikasikan dirinya untuk membantu memulihkan luka psikologis warga Cianjur. Pihaknya mengirim tim mahasiswa relawan bencana (Maharesigana) ke lokasi kejadian pada Senin (28/11/22).

Dalam kegiatan itu, UMM juga dibantu oleh tim psikososial. Tak hanya itu, Rindya Ferdy Indrawan selaku Ketua Maharesigana, pihaknya juga menggandeng Muhammadiyah Disaster Management Center (MDMC) untuk berkolaborasi.

Beberapa tim dari Maharesigana diturunkan untuk bersiaga di salah satu posko MDMC yang ada di Kampung Cariuk, Deda Mangunkarta, Cianjur, Jawa Barat. Sementara yang lainnya yakni sebanyak 20 anggota diturunkan ke lokasi kejadian bersama tujuh anggota dari tim psikososial.

Wilayah Cariuk ini terbilang dekat dari episentrum gempa sehingga tak sedikit rumah warga yang ambruk dan memilih untuk mengungsi. Musibah tersebut juga membuat para warga trauma, terutama anak-anak. Kebanyakan dari mereka tidak ingin kembali ke rumahnya masing-masing lantaran rasa takut masih menghantui mereka.

"Di sini ada lebih 27 korban yang meninggal. Kejadian ini membuat banyak anak-anak trauma dan bahkan tidak mau kembali ke rumah karena takut," terang Rindya Ferdy Indrawan, dikutip dari Suryakabar.com.

Melansir dari Republika, tim Maharesigana UMM berusaha memberikan bantuan yang terbaik, baik dari sisi material maupun moral.

"Selain itu juga menyediakan layanan psikososial, membangun hunian darurat, dan pendidikan darurat,” ungkap Rindya Ferdy Indrawan.

Para relawan baik dari UMM dan psikososial juga turun memberikan bantuan dalam hal mengajar di berbagai sekolah darurat yang ada di Kampung Cariuk.

Kondisi orang-orang di tempat pengungsian tercukupi berkat donasi yang diberikan masyarakat Indonesia dari berbagai daerah. Tak hanya makanan, kebutuhan air bersih juga tidak menjadi masalah karena lokasinya tidak jauh dari tempat pengungsian.

"Pun dengan makanan karena banyak donasi yang sudah diberikan," ujar Rindya.

Meski begitu, nyatanya ada masalah lain yang cukup menyulitkan, yakni listrik yang sering mati sehingga menyebabkan sulitnya komunikasi. Terlebih dikarenakan lokasinya berada di kali Gunung Pangrango dimana jauh dari lokasi pengungsian, akses untuk penyaluran bantuan ke para korban pun menjadi sulit.

Dengan diadakannya kegiatan memulihkan mental korban ini diharapkan bisa menekankan kekhawatiran, kecemasan, dan rasa takut yang dialami para korban.