Muslimahdaily - Nama Al Husain bin Ali bin Abi Thalib tentu sudah tidak asing lagi. Beliau Radhiyallahu ‘anhuma memiliki keutamaan sebagai Ahlul bait, atau keluarga nabi. Al Husain memiliki putra yang saleh dan terkenal di kalangan tabi’in, yakni Ali bin Al Husain bin Ali bin Abi Thalib.

Ali berada dalam didikan ayahnya Al Husain hingga menjadikannya pemuda yang shalih. Dalam banyak hadits disebutkan keutamaan ayahnya, Al Husain yang merupakan cucu Rasulullah. Nabiyullah pernah bersabda, “Mereka (Al Husain, dan saudaranya Al Hasan) adalah rezeki uang dianugerahkan Allah kepadaku dari dunia ini.” (HR. Al Bukhari).

Hadits lain, Rasulullah bersabda, “Al Hasan dan Al Husain adalah dua pemimpin para pemuda di surga.” (HR. Ahmad). Anas bin Malik bahkan pernah berkata bahwa Al Husain merupakan ahlul bait yang paling mirip dengan nabi. “Dia paling mirip dengan Rasulullah dan diberi celupan dengan intai.” (HR. Al Bukhari).

Al Husain memiliki putra dan diberi nama yang sama seperti nama ayahnya, Ali. Ali bin Al Husain dikenal sangat berakhlak karimah. Keshalihan sang ayah ternyata menurun pada putranya. Salah satu kebaikan pribadinya yakni dalam hal birrul walidain. Sang cicit Rasulullah dikabarkan sangat berbakti pada ibundanya. 

Dikisahkan sepanjang hidupnya, Ali bin Al Husain bin Ali bin Abi Thalib tak pernah sekalipun makan bersama ibunya. Hal ini membuat sahabat-sahabatnya merasa janggal. Sehari-hari, Ali selalu bersikap sangat berbakti pada ibunda. Namun mengapa ia tak pernah makan bersama sang ibu.

Hal itu kemudian ditanyakan oleh  salah seorang teman, apa alasan Ali tak pernah makan bersama ibunda. Jawaban Ali sangat mengejutkan. Cucu dari Fatimah dan Ali bin Abi Thalib itu berkata, 

“Aku takut jika aku makan bersama ibuku, lalu matanya memandang pada suatu makanan dan aku tidak tahu arah pandangannya tersebut, lalu aku memakan makanan yang dipandangnya itu, maka aku telah durhaka kepadanya.” 

Mengagumkan bagaimana kehati-hatian Ali bin Al Husain dalam berinteraksi dengan ibunda. Ia bahkan enggan makan bersama hanya karena takut menyentuh makanan yang diinginkan sang ibu. Dalam hal kecil seperti itu saja, Ali berusaha tak menyakiti ibunya. Ia benar-benar menjadi panutan dalam hal berbakti pada orang tua.

Bagaimana dengan kita? Sebaliknya, justru kita sering kali makan lebih dulu dari ibunda. Bahkan mungkin ibunda makan sisa lauk yang tak kita makan. Tak jarang ibu memberikan makanan kesukaannya hanya untuk kita. 

Kita tak tahu, bahkan mungkin tak peka pada apa yang ibunda makan. Yang kita lakukan justru menerima pelayanan ibunda yang selalu menyiapkan makanan sehari-hari untuk keluarga. Jika dalam hal makanan saja kita tak mampu menyenangkan ibunda, bagaimana dalam perkara lain.