Muslimahdaily - Berbakti kepada orang tua adalah kewajiban bagi setiap muslim. Sementara, dalam Islam ibu memiliki kedudukan yang lebih tinggi dibanding ayah. Sebagaimana Rasulullah Shallallahu'alaihi wa sallam mengatakan dalam sebuah hadist:
Seorang sahabat bertanya kepada Nabi, “Wahai Rasulullah, kepada siapakah seharusnya aku harus berbakti pertama kali?”. Nabi memberikan jawaban dengan ucapan “Ibumu” sampai diulangi tiga kali, baru kemudian yang keempat Nabi mengatakan “Ayahmu”. (HR. Bukhari Muslim).
Di zaman Rasulullah terdapat seorang sahabat yang bernama Sa’ad bin Abi Waqqash Radhiyallahu'anhu . Ia terkenal sebagai seorang yang sangat berbakti kepada ibunya.
Sa’ad merupakan paman Rasulullah. Ia termasuk ke dalam deretan orang-orang yang pertama masuk Islam, Assabiqunal Awwalun.
Beliau merupakan orang yang sangat pemberani, serta memiliki keimanan yang kuat.
Ibunda Sa'ad Mogok Makan
Sa’ad memiliki ibu yang bernama Hamnah binti Sufyan bin Abu Umayyah. Beliau merupakan seorang wanita bangsawan keturunan Quraisy. Hamnah sangat setia dengan agama nenek moyangnya yakni penyembah berhala.
Seperti kebanyakan sahabat lainnya, ibunda Sa’ad sangat marah saat mengetahui anaknya memeluk Islam.
Mengetahui anaknya telah menjadi pengikut Muhammad, ibunda Sa’ad mengancam tidak akan makan dan minum hingga Sa’ad mau meninggalkan agamanya.
“Wahai Sa’ad, apakah engkau rela meninggalkan agamamu dan agama bapakmu, untuk mengikuti agama baru itu? Demi Allah, aku tidak akan makan dan minum sebelum engkau meninggalkan agama barumu itu,” ancam sang ibu.
Sang ibu sangat mengetahui bahwa Sa’ad merupakan anak yang sangat mencintainya dan tidak akan tega apabila melihat ibunya dalam keadaan lemah dan sakit karena tidak makan dan minum selama beberapa hari.
Bakti Sa'ad kepada ibunya
Sa’ad merupakan anak yang sangat berbakti dan menyayangi ibunya. Meskipun sang ibu tidak mau makan, ia selalu membuatkan makanan bagi sang ibu
Hingga tiga hari lamanya ibunda Sa’ad tidak mau makan dan minum.
Dengan lembut dan sambil mencium keningnya Sa’ad berkata, “Wahai Ibunda, demi Allah, seandainya engkau memiliki 70 nyawa dan keluar satu per satu, aku tidak akan pernah mau meninggalkan agamaku selamanya.”
Bagi Sa’ad tak ada satupun orang bahkan ibunya sendiri yang dapat menghalanginya beriman kepada Allah. Iman dihati Sa'ad telah tertanam kuat dan teguh.
Namun, Sa'ad merupakan seseorang yang baik akhlaknya, ia tetap menjaga perilaku dan tutur katanya terhadap sang bunda.
Larangan mengikuti perintah orangtua yang menyekutukan Allah
Kisah Sa’ad bin Abi Waqqash ini dibukukan oleh Allah Subhanahu wa ta'ala di dalam Al-Qur’an.
“Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik.” (QS. Luqman: 15).
Kemuliaan bagi Sa'ad
Hingga pada suatu hari Rasulullah yang sedang duduk-duduk bersama para sahabatnya terhentak, karena Jibril datang membisikinya sesuatu.
“Akan datang kepada kalian seorang laki-laki penduduk syurga.”
Sahabat pun memanjangkan lehernya dan melihat ke sekitar mencari siapa yang datang. Ternyata di balik bukit terdapat Sa’ad bin Abi Waqqash.
Allah mengirimkan salam kepada Sa’ad, meskipun sang ibu menyembah berhala tapi ia tetap menjaga akhlak kepada ibunya.
Kisah Sa'ad bin Abi Waqqash ini telah mengajarkan kita, hendaklah seorang muslim memperlakukan orangtuanya dengan baik, meskipun mereka dalam kondisi masih menyekutukan Allah.