Muslimahdaily - Syekh Ibnu Zhafar Al Makki pernah mengisahkan pada suatu hari, Abu Yazid Thaifur bin Isa Al Busthami Radhiyallahu ‘anhu sedang menghapal sebuah ayat Al Qur’an berikut:

“Wahai orang yang berselimut (Muhammad)! Bangunlah (untuk shalat) pada malam hari, kecuali sebagian kecil.” (QS. Al-Muzzammil: 1-2).

Saat menghapal, ia bertanya kepada ayahnya, “Wahai ayahku! Siapakah orang yang dimaksud Allah Subhanahu wa ta’ala dalam ayat ini?”

Lalu sang ayah menjawab, “Wahai anakku! Yang dimaksud adalah Nabi Muhammad Shallallahu’alaihi wa sallam.”

Si anak bertanya lagi, “Wahai ayahku! Mengapa engkau tidak melakukan sebagaimana yang dilakukan oleh Rasulullah?”

Dengan sabar sang ayah menjawab lagi, “Wahai anakku! Sesungguhnya qiyamul lail terkhusus bagi Nabi Shallallahu’alaihi wa sallam dan diwajibkan baginya, namun tidak bagi umatnya.”

Setelah itu, si anak tak bertanya lagi.

Tak lama kemudian, si anak kembal menghapal ayat lain, yakni ayat berikut:

“Sesungguhnya Tuhanmu mengetahui bahwasanya kamu berdiri (sembahyang) kurang dari dua pertiga malam, atau seperdua malam atau sepertiganya dan (demikian pula) segolongan dari orang-orang yang bersama kamu.’ (QS. Al-Muzzammil: 20).

Kemudian ia kembali bertanya pada sang ayah, “Wahai ayahku! Saya mendengar bahwa segolong orang melakukan qiyamul lail, siapakah golongan ini?”

Sang ayah menjawab, “Wahai anakku! Mereka adalah para sahabat, semoga ridha Allah Subhanahu wa ta’ala selalu terlimpah kepada mereka semua.”

Masih belum merasa puas, ia bertanya lagi, “Wahai ayahku! Apa sisi baiknya meninggalkan sesuatu yang dikerjakan oleh Nabi Muhammad Shallallahu’alaihi wa sallam dan para sahabatnya?”

Ayahnya menjawab, “Kamu benar anakku.”

Lalu sang ayah mendidikan qiyamul lail dan dan melakukan shalat.

Suatu malam Abu Yaid terbangun dan mendapati sang ayah tengah melaksanakan shalat malam. Lantas ia berkata, “Wahai ayahku! Ajarilah aku bagaimana cara bersuci dan shalat bersamamu?”

Tak mengiakan, sang ayah justru meminta anaknya untuk kembali tidur. Ia berkata, “Wahai anakku! Tidurlah, karena kamu masih kecil.”

Si anak berkata lagi, “Wahai Ayahku! Pada hari manusia keluar dari kuburnya dalam keadaan berkelompok-kelompok untuk diperlihatkan kepada mereka (balasan) semua perbuatannya, saya akan berkata kepada Rabbku, ‘Sungguh, saya telah bertanya kepada ayahku tentang bagaimana cara bersuci dan shalat, tetapi ayah menolak menjelaskannya. Dia justru berkata, ‘Tidurlah! Kamu masih kecil’ Apakah ayah senang jika saya berkata demikian?”

Sungguh bukan demikian maksud sang ayah. Melihat kesungguhan dan keshalehan anaknya, sang ayah menjawab, “Tidak. Wahai anakku! Demi Allah, saya tidak suka demikian.’ Lalu ayahnya mengajarinya sehingga dia melakukan shalat bersama ayahnya.”

Kisah di atas menunjukkan bahwa sebagai anak hendaknya tak ragu ketika mengajak orangtuanya melakukan kebaikan. Bahkan anak yang shaleh dapat membawa kedua orangtuanya ke dalam surga tentu dengan berbagai cara. Sebagaimana hadits berikut:

“Jika manusia mati, maka terputuslah amalnya kecuali tiga perkara: sedekah jariyah, ilmu yang diambil manfaatnya, anak shalih yang selalu mendoakan orang tuanya.” (HR. Muslim).

Wallahu ‘alam.

Sumber: Kisah Muslim