Muslimahdaily - Ternyata sifat durhaka bisa terjadi secara turun temurun. Seorang yang dahulu berbakti pada ibu bapaknya, maka kelak saat ia berumah tangga, anak-anaknya pula akan berbakti kepadanya. Sebaliknya, jika dahulu seseorang durhaka pada orang tuanya, maka kelak ia akan memiliki anak-anak yang durhaka. Naudzubillah.
Hal ini dikisahkan oleh Tsabit Al Banany, seorang tabi’in, murid dari sahabat Rasulullah, Anas bin Malik. Beliau merupakan ulama besar asal Basrah, Irak.
Suatu hari, Tsabit melewati sebuah wilayah dan menjumpai seorang anak tengah memukuli bapaknya. Melihatnya, sang ulama pun sangat terkejut dan segera menghampiri keduanya. Ia kemudian menegur anak tersebut yang sangat durhaka pada bapaknya. “Apa-apaan ini?! Mengapa kau memukuli bapakmu sendiri?!” ujar Tsabit kepada sang anak.
Namun si anak diam saja. Yang menjawab teguran tersebut justru sang bapak. “Biarkanlah dia,” ujarnya yang membuat Tsabit terkejut. Mengapa sang bapak begitu rela dipukuli anaknya yang tak tahu balas budi dan menghormati itu.
“Biarkanlah ia, sungguh dulu aku memukuli ayahku, maka aku diuji Allah dengan anakku sendiri,” ujar bapak itu lagi. Tsabit terdiam seribu bahasa. Sang bapak berkata lagi, “Berbaktilah kalian kepada orang tua, niscaya anak-anak kalian akan berbakti pada kain,” tuturnya.
Tsabit pun begitu berduka. Ia kemudian mengambil pelajaran atas peristiwa yang dialaminya tersebut. Barang siapa yang berbakti pada bapak ibunya, maka anak-anaknya akan berbakti kepadanya. Begitu pula sebaliknya, barang siapa yang durhaka pada bapak ibunya, maka anak-anaknya akan durhaka kepadanya.
Sungguh pelajaran yang sangat berharga. Ternyata Allah membalas keburukan sikap durhaka itu tak hanya di akhirat, namun juga di dunia. Betapa berduka hati jika anak bersikap durhaka. Karenanya, jangan sampai kita durhaka pada kedua orang tua agar anak kita kelak juga tak bersikap durhaka.
Allah berfirman, “Dan rendahkanlah dirimu di hadapan mereka berdua (orang tua) dengan penuh sayang,” (QS. Al Isra: 24)
Dijelaskan oleh Imam Al Qurthubi tentang definisi durhaka, yakni menentang keinginan orang tua dari perkara mubah. Definisi ini sebagaimana makna birrul walidain yakni memenuhi keinginan keduanya.
“Apabila salah satu atau keduanya memerintahkan sesuatu, wajib engkau menaatinya selam hal itu bukan perkara maksiat. Meskipun yang diperintahkan mereka bukanlah perkara wajib, melainkan mubah, namun menaatinya adalah perkara yang disukai,” ujarnya dikutip dari Al Jami Il Ahkamil Qur’an, dari Asysyariah.
Para ulama sepakat bahwa hukum birrul walidain adalah wajib. Hal ini sebagaimana firman Allah,
“Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatu pun. Dan berbuat baiklah kepada kedua orang tua.” (QS. An Nisa: 36)
Juga dalam ayat lain, “Dan Rabbmu telah memerintahkan agar kamu tidak menyembah selain Dia, dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapak sebaik-baiknya.” (QS. Al Isra’: 23)
Dijelaskan Imam Asy Syaukani, dalil berbakti pada orang tua disebutkan beriringan dengan perintah mentuhidkan Allah. Hal ini menunjukkan betapa besarnya perkara birrul walidain di sisi-Nya. Ayat-ayat tersebut menunjukkan bahwa Allah sangatlah menekankan perintah berbuat baik dan memenuhi hak-hak orang tua.
Rasulullah pula bersabda, “Keridhaan Allah ada pada keridhaan orang tua dan murka Allahada pada murka orang tua.” (HR. At Tirmidzi). Hadits tersebut menunjukkan betapa tinggi derajat birrul walidain. Kita berlindung dari kemurkaan Allah karena telah membuat marah kedua orang tua.
Jika kita pernah berbuat salah pada orang tua, segeralah membenahinya dengan meminta maaf dan kembali membuat mereka tersenyum bahagia. Jangan sampai, Allah murka dan kelak anak kita akan membalas kedurhakaan yang pernah kita lakukan. Naudzubillahi min dzalik.