Muslimahdaily - Suatu pagi, air tiba-tiba keluar dari perut bumi. Entah bagaimana, tak ada angin tak ada hujan, air meluap terus tinggi dan tinggi, menenggelamkan segala isi bumi. Mereka berlarian ke gunung, namun ketinggian banjir bahkan menenggelamkan gunung tertinggi sekalipun. Mengerikan.

Azab ini bermula ketika mereka, kaum Nabi Nuh terus saja menolak dakwah monoteisme. Mereka bahkan mengolok-olok sang pembawa risalah nan agung, Nabi Nuh ’alaihissalam. Bukan sehari dua hari, setahun dua tahun Nuh mengajak mereka kembali kepada Allah. Terhitung puluhan tahun sudah Nuh berdakwah dan tetap saja tak ada hasil dari seruannya.

Hingga kemudian mereka mulai mengejek akan ancaman azab. Mereka pula mengejek Tuhan Sang Pencipta dengan menantang datangnya azab yang selalu Nuh kisahkan. Maka Nabiyullah mengangkat kedua tangannya seraya berdo’a,

"Ya Tuhanku, janganlah Engkau biarkan seorangpun di antara orang-orang kafir itu tinggal di atas bumi. Sesungguhnya jika Engkau biarkan mereka tinggal, niscaya mereka akan menyesatkan hamba-hamba-Mu, dan mereka tidak akan melahirkan selain anak yg berbuat ma'siat lagi sangat kafir.” (QS. Nuh: 26-27).

Allah kemudian mengabulkan do’a Nuh. Perkara ditutup, Allah akan memberi keputusan bagi mereka yang mendustai-Nya dan menentang rasul-Nya. Allah pun kemudian memerintahkan Nuh agar membuat sebuah bahtera dengan pengawasan-Nya dan bantuan dari para malaikat. 

“Dan buatlah bahtera itu dengan pengawasan dan petunjuk wahyu Kami, dan janganlah kamu bicarakan dengan Aku tentang orang-orang yang zalim itu; sesungguhnya mereka itu akan ditenggelamkan.” (QS. Hud: 37).

Nuh kemudian mencari lokasi yang pas untuk pembuatan bahtera. Beliau memilih tempat yang jauh dari laut, berada di luar kota. Pagi dan petang Nuh mengumpulkan kayu dan peralatan hingga siap di buat bahtera. 

Melihat Nuh membuat bahtera yang jauh dari laut, kaumnya pun mengejeknya. Melihat Nuh mengumpulkan kayu dan membangun bahtera, mereka pun mengoloknya. “Hai Nuh! Apa menjadi tukang kayu lebih menarik bagimu dibanding menjadi Nabi?! Mengapa kau membangun bahtera sangat jauh dari laut?! Apa kau hendak menyeretnya ke air atau angin akan membawakannya untukmu?!” demikian ejekan mereka.

Nuh pun hanya menjawab, sebagaimana diabadaikan dalam Al Qur’an, "Jika kamu mengejek kami, maka sesungguhnya kami (pun) mengejekmu sebagaimana kamu sekalian mengejek (kami). Kelak kamu akan mengetahui siapa yang akan ditimpa oleh azab yang menghinakannya dan yang akan ditimpa azab yang kekal.” (QS. Hud: 38-39).

Hari pun tiba. Azab sudah ditentukan. Banjir bandang akan segera melanda. Air bah akan segera meluap. Bahtera telah siap, Nuh tinggal menunggu tanda dari Allah. 

Rabb Al Malik kemudian menunjukkan tanda bagi Nuh dengan munculnya air dari tungku perapian di dalam rumah sang nabi. Air itu terus saja meluap tanpa henti. Nuh pun kemudian bersegera menyiapkan bahteranya. Ia kemudian mengajak semua orang yang mengimaninya baik laki-laki maupun perempuan, serta mengajak semua jenis hewan termasuk burung dan serangga.

Melihat mukminin dan hewan berbondong-bondong menuju bahtera Nuh, orang-orang kafir masih mengejek mereka. Mereka tertawa sepuasnya melihat Nuh membawa hewan ikut serta. “Nuh pasti sudah gila! Apa yang akan dia lakukan dengan para hewan?!” kata mereka tertawa.

Dalam sekejap, tawa itu berubah menjadi ketakutan dan tangis pilu. Allah mulai memerintahkan bumi mengeluarkan airnya. Seakan-akan air mancur memuncrat dengan derasnya. Air itu terus keluar dari perapian rumah Nuh, memancar deras hingga membajiri semua yang ada, baik rumah, lahan hingga sawah. Banjir melanda tanpa setetes pun air yang hujan yang jatuh dari langit. Sungguh azab yang mengerikan.

Orang-orang panik dan saling berlomba menuju gunung. Mereka berpikir akan selamat jika berada di tempat ketinggian. Namun dugaan mereka salah. Air terus meluap dengan dahsyatnya. Banjir bandang bergerak sangat cepat mengejar mereka para penentang. 

Ketika mereka merasa aman saat berada di puncak gunung, tiba-tiba air terus meninggi hingga menenggelamkan gunung. Mereka semua hanyut, tak ada yang tersisa. Tinggallah beberapa orang yang beriman yang selamat di atas bahtera.

Termasuk di antara kaum Nuh yang ditenggelamkan ialah istri Nuh yang durhaka dan salah satu putranya yang enggan beriman. Seorang putra Nuh tersebut kufur di belakang Nuh. Namun jika di hadapan ayahnya, ia mengaku beriman. Saat banjir melanda, putra itu pun enggan menaiki bahtera meski sang ayah telah memanggil dan membujuknya. Nuh begitu berduka dengan kekafiran sang anak.

“Hai anakku, naiklah (ke kapal) bersama kami dan janganlah kamu berada bersama orang-orang yang kafir,” kata Nuh.

“Aku akan mencari perlindungan ke gunung yang dapat memeliharaku dari air bah!" jawab anaknya.

Nuh pun berkata, "Tidak ada yang melindungi hari ini dari azab Allah selain Allah (saja) Yang Maha Penyayang.” Namun anaknya tetap menolak dan jadilah ia termasuk salah satu yang ditenggelamkan.

Jumlah yang selamat di atas kapal Nuh hanya sekitar 72 atau 80 orang. Bahkan ada yang berpendapat hanya 10 orang. Saat semua orang kafir tenggelam, banjir itu pun tiba-tiba surut. Allah lah yang memerintahkannya dengan mudah, jadilah maka jadi.

Allah ta’ala kemudian berfirman, "Hai Nuh, turunlah dengan selamat sejahtera dan penuh keberkatan dari Kami atasmu dan atas umat-umat (yang mukmin) dari orang-orang yang bersamamu. Dan ada (pula) umat-umat yang Kami beri kesenangan pada mereka (dalam kehidupan dunia), kemudian mereka akan ditimpa azab yang pedih dari Kami." (QS. Hud: 48).

Sumber: History of The Prophets karya Ibnu Katsir