Muslimahdaily - Sebagaimana diketahui, Nabi Ibrahim memiliki ayah yang enggan beriman. Ialah Azar yang kokoh pendiriannya dan enggan mengikuti ajaran putranya. Namun bukan berarti sang khalilullah berhenti untuk berbakti pada ayahanda. Beliau ‘Alaihis salam bahkan masih menunjukkan baktinya meski hari akhir telah tiba.
Dikisahkan pada hari kiamat, Nabi Ibrahim bertemu dengan ayahnya. Namun betapa terkejutnya beliau karena melihat sang ayah dalam kondisi menyedihkan. Wajah Azar sangat hitam lagi kelam, dipenuhi debu pula.
Nabi Ibrahim pun menghampiri ayahnya dan berkata dengan penuh duka, “Wahai ayah, bukankah aku sudah melarangmu agar tidak mendurhakaiku (menentang ajaran tauhid Nabi Ibrahim)?”
Azar pun nampak menyesali perbuatannya di dunia. Ia amat menyesal tak mendengarkan perkataan putranya. Ia sangat menyesal tak mengikuti ajaran putranya. Terlebih lagi, ia sangat menyesal telah menentang dan menghalangi dakwah putranya.
Ia pun berkata kepada Nabi Ibrahim, “Hari ini aku tak akan lagi mendurhakaimu.”
Tentu saja terlambat. Taubat ditolak setelah nafas tiada. Keimanan tak diterima setelah ruh tercabut dari inangnya. Di hari kiamat, Azar baru akan mengimani Nabi Ibrahim. Sungguh keimanan Azar sudah amat sangat terlambat.
Namun Nabi Ibrahim tak menyerah untuk menyelamatkan ayahnya dari siksa. Beliau pun berbicara kepada Allah untuk memohon keselamatan ayahnya. Bapak para nabi itu berkata,
“Ya Rabbi... Sungguh, Engkau telah berjanji kepadaku agar Engkau tidak menghinakan aku pada hari mereka dibangkitkan. Lalu kehinaan apalagi yang lebih hina dari pada keadaan ayahku yang dijauhkan dari rahmat-Mu?”
Betapa Nabi Ibrahim sangat mencintai dan menghormati ayahnya. Padahal saat di dunia, sang ayah selalu menentangnya dan mengancamnya agar berhenti menyerukan agama yang Hanif. Azar bahkan mengusir Nabi Ibrahim dari rumah karena enggan menyembah berhala.
(Baca Juga : Hari Ketika Manusia Melewati Shiratal Mustaqim)
Namun Nabi Ibrahim tak pernah meninggalkan baktinya sebagai anak. Bahkan ketika melihat Azar dalam kondisi mengenaskan akibat perbuatannya, Nabi Ibrahim masih memuliakan ayahnya. Beliau bahkan menyebut sebuah kehinaan baginya jika ayahnya juga terhina.
Nabi Ibrahim adalah kekasih Allah, namun Azar tetap harus menerima akibat perbuatannya di dunia. Allah pun berfirman kepada Ibrahim, “Sesungguhnya Aku mengharamkan surga bagi orang-orang kafir.”
Nabi Ibrahim tak akan terhina meski ayahnya kafir. Sementara Azar sudah ditakdirkan untuk menjadi penghuni neraka. Nabi Ibrahim mendoakan ayahnya agar selamat. Namun doa untuk orang kafir tidaklah dikabulkan meski doa tersebut dilisankan oleh seorang yang agung lagi mulia.
Kepada Nabi Ibrahim, Allah pun kembali berfirman, “Wahai Ibrahim! Apa yang ada di bawah kedua kakimu?”
Nabi Ibrahim pun melihat ke arah kakinya. Ternyata di sana ada seekor anjing hutan yang penuh dengan kotoran. Anjing itu menunduk dengan kaki-kaki yang diikat. Lalu hewan kotor itu pun dilemparkan ke dalam neraka. Ialah Azar yang dilihat oleh Nabi Ibrahim.
Kisah tentang bertemunya Ibrahim dan ayahnya Azar ada dalam sebuah hadits riwayat Al Bukhari. Nabi Ibrahim sangat berduka karena ayahnya tak beriman. Namun beliau telah menunjukkan bakti luar biasa kepada sang ayah. Meski ayahnya selalu memusuhi dan bersikap keras kepadanya, Ibrahim terus saja mendakwahi dan mendoakan ayahnya.
Namun saat hari kiamat tiba, tak ada yang bisa ia lakukan kecuali memohon rahmat Allah. sayangnya, rahmat Allah tidak diberikan kepada orang kafir. Azar pun menerima akibat segala perbuatan syiriknya selama di dunia.
Kondisi serupa juga dirasakan Rasulullah. Sang paman tercinta yang mengasuhnya sejak kecil laksana ayah sendiri, Abu Thalib, enggan bersyahadat hingga kematiannya. Rasulullah meniru perbuatan Ibrahim yang mendoakan ayahnya. Namun kemudian turun ayat yang melarangnya.
“Tidak sepatutnya bagi seorang nabi dan orang-orang yang beriman untuk memintakan ampunan (kepada Allah) bagi orang-orang musyrik, walaupun orang musyrik itu adalah kerabat dekat. Sesudah jelas bagi mereka bahwasanya orang-orang musyrik itu adalah penghuni neraka jahanam.” (QS. At Taubah: 113).
(Baca Juga : Hari Ketika Manusia Melewati Shiratal Mustaqim)
Lalu turun pula ayat kepada beliau Shallallahu‘alaihi wa sallam, “Sesungguhnya kamu (wahai Muhammad) tidak akan mampu untuk memberikan petunjuk (hidayah taufik) kepada orang yang engkau cintai.” (QS. Al Qashshash: 56).
‘Abbas pernah berkata kepada nabi, “Engkau tak memiliki manfaat bagi pamanmu itu. padahal ia telah melindungi dan menjagamu.”
Rasulullah lalu menjawab, “Dia ada di permukaan neraka. Seandainya bukan karena aku, tentu ia berada di dasar yang paling bawah dari neraka.”
Dari dua kisah di atas, dapat dipetik hikmah bahwasanya tetaplah berbakti kepada orang tua meski keduanya melakukan kesalahan. Berusahalah untuk menyadarkan keduanya agar menempuh jalan yang diridhai-Nya.
Selama orang tua tak melakukan syirik, doakan mereka. Mohonlah hidayah dan ampunan untuk keduanya. Sebagaimana yang dilakukan Nabi Ibrahim kepada ayahnya dan Rasulullah kepada pamannya.