Muslimahdaily - Nabi Muhammad Shalallahu alaihi wa sallam merupakan penutup para Nabi dan rasul yang diutus Allah unuk seluruh umat manusia. Kekasih Sang Maha Penyayang dan pembawa kasih sayang serta petunjuk bagi seluruh manusia. Beliau adalah potrait ideal akhlak mulia.
Namun sangat disayangkan, beberapa orang memberikan vonis buruk pada beliau karena telah mempraktikkan poligami. Padahal sesungguhnya terdapat banyak hikmah dari poligami yang dijalani Nabi. Banyak tujuan yang berkaitan dengan akidah, syariat, politik, sosial dan agama.
Para istri Nabi rata-rata berumur tua. Nabi memperistri mereka karena ingin melindungi diri mereka dan anak-anak mereka, dan agar para sahabat mengikuti jejak beliau. Tuduhan yang ditujukan pada Nabi itu hanya dusta belaka karena dua alasan penting berikut.
Pertama, selama hidup berumah tangga dengan Khadijah, beliau tidak menikahi wanita lain sampai wafatnya Khadijah, meskipun Khadijah lebih tua lima tahun dari beliau.
Kedua, gaya hidup beliau dan istri-istrinya dalam mengarungi rumah tangga cenderung pada kehidupan sederhana dan jauh dari kemewahan dan kekayaan dunia. Ketika para istri beliau secara terang-terangan meminta tambahan uang belanja, beliau menjauh dan marah kepada mereka.
Kemudian turunlah ayat al-takhyir dari langit yang mengabarkan mereka agar memilih antara hidup bersama Nabi dan mencari negeri akhirat atau mencari kehidupan dunia yang fana. Mereka kemudian memilih hidup bersama Nabi dan negeri akhirat. Pendeknya, setiap pernikahan Nabi terkandung hikmah yang besar.
Selama memperistri Khadijah, beliau tidak menikahi wanita lain meskipun usia beliau masih muda. Setelah Khadijah wafat, beliau memperistri Saudah binti Zam’ah karena ingin menyelamatkan dia dari paksaan kembali kekufuran, di mana dia telah ditinggal mati suaminya, telah berumur tua, dan keadaan keluarganya yang masih kufur.
Adapun pernikahan beliau dengan Aisyah karena perintah dari Allah. Di samping itu, beliau ingin menyambung hubungan besan dan persahabatan dengan ayahnya, Abu Bakar al-Shiddiq. Hikmah lain dari pernikahan beliau dengan Aisyah adalah karena kecerdasan Aisyah sehingga bisa menggali ilmu dan meriwayatkan hadis dari Nabi secara langsung.
Pernikahan Nabi dengan Hafshah karena ingin memberikan penghargaan terhadap Umar bin al-Khattab. Beliau memperistri Ummu Habibah karena terkesan dengan kesabarannya atas suaminya yang murtad kemudian meninggal dunia di Habasyah. Selain itu, beliau ingin menyambung hubungan nasab dengan Abu Sufyan.
Beliau memperistri Ummu Salamah karena ingin mengasuh anak-anaknya setelah suaminya, yang juga putra bibi beliau, telah mati syahid.
Beliau memperistri Zainab binti Jahsy karena dari pernikahannya itu akan menghapus hak anak angkat dalam Islam. Beliau memperistri Juwairiyyah dan dari pernikahannya itu menyebabkan ayahnya dan seratus orang dari Bani al-Musthaliq memeluk Islam.
Demikianlah pernikahan beliau dengan istri-istri beliau hanya demi dakwah Islam agar tersebar di Jazirah Arab. Para istri menyampaikan fatwa dan meriwayatkan hadis dari Nabi tentang berbagai macam persoalan.
Teladan Nabi dalam Bergaul Bersama Istri-Istrinya
Nabi adalah teladan bagaimana seseorang bersikap tawaduk, sederhana, kasih sayang, kuat, tegas, dan berani dalam satu waktu.
Beliau adalah seorang pemimpin dan manusia biasa. Di samping komandan perang, beliau adalah sosok suami yang penuh kasih sayang dan penuh keteladanan saat sedang di rumah. Beliau tak segan membantu istrinya dan pelayannya saat sedang di rumah.
Beliau memanjakan anak-anaknya, cucu-cucunya, dan mendidik mereka dengan ajara-ajaran Islam yang mudah dimengerti.
Ketika timbul permasalahan di antara para istrinya, Nabi akan mendidik mereka dengan cara mendiamkan atau memperlakukan mereka dengan penuh kelembutan. Beliau tidak pernah mencaci maki, mengutuk, atau berlaku kasar terhadap istri-istrinya.
Sebagaimana riwayat Aisyah bahwa beliau adalah sekumpulan akhlak yang mulia. Kepribadian beliau adalah Al-Quran.
Ketika sedang di rumah beliau bersikap adil dalam segala keputusan yang menuntut keadilan. Beliau adil dalam menggilir istri-istrinya, adil dalam memberikan nafkah dan tempat tinggal, hingga adil dalam menentukan siapa istrinya yang akan menemaninya ke medan perang.
Nabi menghormati istri-istrinya dan semua wanita yang berinteraksi baik dengannya. Beliau membiarkan istrinya bebas menentukan pendapatnya, akidahnya, dan pilihannya.
Begitulah sifat Nabi kepada istri-istrinya dan perempuan di sekelilingnya, maka sangatlah tak pantas apabila seseorang memvonis buruk atas poligami yang dilakukan oleh Rasulullah.
Sumber: Muhammad Rahmat bagi Wanita karya Dr. Samiyah Menisi (Guru Besar Sejarah Islam)