Sebuah Hikmah dari Dakwah Santun yang Dilakukan Oleh Nabi Syuaib

Muslimahdaily - “Dia (Syuaib) berkata, “Wahai Kaumku! Terangkan padaku jika aku mempunyai bukti yang nyata dari Tuhanku dan aku dianugerahi-Nya rezeki yang baik (pantaskah aku menyalahi perintah-Nya)? Aku tidak bermaksud menyalahi kamu terhadap apa yang aku larang darinya. Aku hanya bermaksud (mendatangkan) perbaikan selama aku masih sanggup. Dan petunjuk yang aku ikuti hanya dari Allah. Kepada-Nya aku bertawakal dan kepda-Nya (pula) aku kembali,” (QS. Hud:88).

Ayat tersebut menggambarkan betapa santunnya Nabi Syuaib ketika berdakwah kepada penduduk Madyan adar mereka menempuh jalan yang benar. Kalimat yang ia gunakan adalah, “Wahai Kaumku! Terangkan padaku,” yakin, bagaimana menurut kalian wahai orang-orang yang mendustakan ajaran yang aku bawa ini.

“jika aku mempunyai bukti yang nyata dari Tuhanku,” maksudnya adalah saat ini sudah aku perlihatkan dengan begitu jelas bahwa aku diutus oleh Allah kepada kalian, “dan aku dianugerahi-Nya rezeki yang baik,” yaitu aku diberikan risalah dan kenabian, lalu aku diharuskan untuk menyampaikannya kepada kalian, maka mungkinkah aku melanggar perintah itu?

Makna yang tersirat dalam perkataan Nabi Syuaib di ats dinukil dari apa yang dikatakan oleh Nabi Nuh kepada kaumnya pada kisahnya.

Lalu Nabi Syuaib berkata, “Aku tidak bermaksud menyalahi kamu terhadap apa yang aku larang darinya.” Maksudnya adalah aku tidak menyuruh kalian untuk berbuat sesuatu kecuali aku sendiri adalah orang pertama yang melakukannya, aku juga tidak melarang kalian untuk tidak melakukan sesuatu kecuali aku sendiri adalah orang pertama yang tidak melakukannya.

Itu semua adalah sifat terpuji yang ditunjukkan Nabi Syuaib saat berdakwah.

Hikmah dari sebuah dakwah

Hal ini sangat berbeda dengan sifat tercela yang ditunjukkan oleh ulama Bani Israil dan para orator mereka di akhir-akhir zamannya. Padahal Allah telah menegur mereka yang berbuat demikian, sebagaimana difirmankan di dalam Al-Quran.

“Mengapa kamu menyuruh orang lain (mengerjakan) kebajikan, sedangkan kamu melupakan dirimu sendiri, padahal kamu membaca Kitab (Taurat)? Tidakkah kamu mengerti?” (QS. Al-Baqarah:44).

Dalam kitab hadist shahih disebutkan, riwayat dari Nabi yang berbunyi,

“Aku diperlihatkan seorang laki-laki yang dilemparkan ke dalam neraka, lalu organ-organ yang ada di dalam perutnya berhamburan keluar, kemudian orang tersebut hanya dapat berputar di sekeliling organ perutnya itu, lalu para penduduk neraka pun berkumpul mendekatinya seraya bertanya,

“Apa yang terjadi pada dirimu wahai fulan, bukankah kamu di dunia dulu adalah seorang yang menyuruh pada kebajikan dan mencegah kemungkaran?” Laki-laki itu menjawab, “Benar, aku memang menyuruh pada kebajikan tapi aku sendiri tidak melakukannya, dan aku mencegah kemungkaran namun aku sendiri melakukannya.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Sifat tersebut adalah sifat tak terpuji, sangat buruk, dan tidak sesuai dengan sifat yang diteladankan oleh para Nabi dan dilakukan oleh para ulama yang baik, benar dan takut kepada Tuhannya.

Sifat inilah yang ditunjukkan oleh Nabi Syuaib ketika ia berkata, “Aku tidak bermaksud menyalahi kamu terhadap apa yang aku larang darinya. Aku hanya bermaksud (mendatangkan) perbaikan selama aku masih sanggup.”

Maksudnya adalah, Nabi Syuaib tidak akan melakukan dan mengatakan sesuatu kecuali perbuatan dan perkataan itu mendatangkan kebaikan, ia berusaha sekuat tenaga untuk konsisten menjalaninya.

“Dan petunjuk yang aku ikuti.” Yaitu, petunjuk untuk segala sesuatu, “hanya dari Allah. Kepada-Nya (pula) aku kembali.” Yakni, hanya kepada Allah aku bertawakkal untuk segala sesuatu itu, hanya kepada-Nya aku kembalikan segala hal dan segala urusanku.

Sumber: Buku Kisah Para Nabi – Imam Ibnu Katsir.

 

Add comment

Submit