Muslimahdaily - Sudah kita ketahui bersama bahwa Nabi Isa alaihissalam merupakan salah satu nabi yang lahir tanpa ada sosok bapak disisinya. Ia lahir dari rahim seorang perempuan mulia yang sangat menjaga kehormatannya, yaitu ibunda Maryam. Allah menitipkan anak di dalam rahimnya tanpa ada satu lelaki pun yang menyentuhnya.

Ketika mengetahui kabar kehamilan tersebut, Maryam sempat menyendiri di tempat yang cukup jauh dari kaumnya, karena ia yakin bahwa mereka akan menuduhnya yang tidak-tidak, dan ia merasa tak mampu untuk menghadapinya.

Benar saja, ketika Maryam akhirnya kembali, sekelompok orang-orang Yahudi pada waktu itu mengatakan bahwa Maryam telah dihamili di luar nikah dan berzina pada saat haidh, mereka menuduh ibunda Isa sebagai wanita yang hina.

“Kemudian dia (Maryam) mambawa dia (bayi itu) kepada kaumnya dengan menggendongnya. Mereka (kaumnya) berkata, “Wahai Maryam! Sungguh, engkau telah membawa sesuatu yang sangat mungkar. Wahai saudara perempuan Harun (Maryam)! Ayahmu bukan seorang yang buruk perangai dan ibumu bukan seorang perempuan pezina.” (Qs. Maryam: 27-28).

Saat keadaan sudah semakin sulit, Maryam sudah semakin terpojokkan dengan tudingan mereka. Ia sudah tak dapat berkata apa-apa lagi, maka saat itu ia hanya bertawakal kepada Allah, “Maka dia (Maryam) menunjuk kepada (anak)nya.”

Pada saat itu, Maryam menatap sang buah hati dan mengisyaratkan mereka orang-orang Yahudi untuk berbicara langsung dan bertanya pada bayi yang digendongnya, karena ia sudah tak sanggup menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut.

Namun, lagi-lagi mereka berkata, “Bagaimana kami akan berbocara dengan anak kecil yang masih dalam ayunan?” mereka menganggap bahwa anak kecil itu tak bisa berbuat apa-apa. Mereka pun menuduh Maryam hanya ingin memperolokkan mereka saja, karena tak bisa menjawab sendiri maka ia menunjuk bayinya untuk menjawab pertanyaan mereka agar lolos dari perbuatan tercela yang mereka tuduhkan pada Maryam.

Setelah orang-orang Yahudi berkata seperti itu, tiba-tiba bayi di dalam gendongan itu mengeluarkan perkataan yang tak mereka sangka-sangka.

“Sesungguhnya aku hamba Allah, Dia memberiku Kitab (Injil) dan Dia menjadikan aku seorang Nabi. Dan Dia menjadikan aku seoran yang diberkahi di mana saja aku berada, dan Dia memerintahkan kepadaku (melaksanakan) shalat dan (menunaikan) zakat) selama aku hidup; dan berbakti kepada ibuku, dan Dia tidak menjadikan aku seorang yang sombong lagi celaka. Dan kesejahteraan semoga dilimpahkan kepadaku, pada hari kelahiranku, pada hari wafatku dan pada hari aku dibangkitkan hidup kembali.”

Kata pertama yang diucapkan oleh Nabi Isa adalah “Sesungguhnya aku hamba Allah,” ia menyatakan kehambaan dirinya kepada Tuhan. Pernyatan itu sekaligus pula membantah prasangka para pengikutnya bahwa ia adalah anak Allah, karena Nabi Isa sendiri menyatakan bahwa ia adalah hamba Allah.

Pada kalimat selanjutnya, Nabi Isa mengatakan bahwa ia diangkat menjadi Nabi dan diberikan Kitab Suci, ia juga ingin membebaskan ibunya dari tudingan orang-orang yang zhalim itu. Sesungguhnya Allah tidak mungkin memberikan kenabian pada anak yang terlahir dari seorang ibu yang mereka tudingkan, sebagaimana Allah berfirman, “Dan (Kami hukum jjuga) karena kekafiran mereka (terhadap Isa), dan tuduhan mereka yang sangat keji terhadap Maryam.” (Qs. An-Nisa: 156).

Untuk membebaskan tudingan tersebut, Allah menegaskan bahwa Maryam adalah wanita shiddiqah, dan anaknya itu akan diangkat menjadi Nabi dan Rasul llah, kehormatan tertinggi bagi manusia. Bahkan Isa termasuk salah satu dari lima Nabi Ulul Azmi.

Betapa mengharukan kisah Nabi Isa dan bunda Maryam, si kecil yang masih dalam gendongan atas kehendak Allah menyampaikan kalimat pertamanya sebagai saksi bahwa ia adalah seorang hamba Allah yang diutus bagi umatnya. Kalimat yang bisa mengeluarkan sang ibu dari segala tuduhan dan fitnah dari orang-orang zhalim.

Nabi Isa pun mengatakan bahwa dirinya datang sebagai keberkahan, dimanapun ia berada, membawa pesan kebaikan untuk melaksanakan shalat dan menunaikan zakat. Allah tak menjadikan sebagai orang yang sombong lagi celaka.

Wallahu a’lam.

Sumber: Kitab Kisah Para Nabi - Imam Ibnu Katsir

Suha Yumna

Add comment

Submit