Muslimahdaily - Nama lengkapnya adalah Musa bin Imran bin Kehat bin Azer bin Lewi bin Ya'qub bin Ishaq bin Ibrahim. Allah berfirman dalam Al-Quran bahwa Musa adalah benar-benar orang yang terpilih, seorang Rasul dan juga Nabi. Dalam Qs. Maryam ayat 51-53 Allah menjelaskan bahwa Nabi Musa itu diberikan anugerah kerasulan, kenabian, keihklasan, didekatkan dirinya dengan Dzat Allah dan dapat berbicara langsung kepada Allah.

Ia juga dianugerahi Allah dengan diangkatnya Harun, saudaranya yang juga menjadi seorang Nabi. Allah menceritakan Nabi Musa di berbagai surat di dalam Al-Quran, di antaranya ada yang singkat dan ada yang panjang. Mulai dari kelahiran hingga kematiannya. Kali ini kita akan membahas tentang perjuangan sang ibu Musa dalam menjaga anaknya dan bagaimana Nabi Musa lolos dari kekejaman Raja Fir'aun, kemudian pada akhirnya menjadi penyejuk hati dari istri Raja yang kejam.

Pada saat Raja Fir'aun berkuasa, ia menerapkan aturan yang sangat kejam dan zhalim. Yaitu untuk membunuh setiap anak laki-laki yang terlahir dari Bani Israil dan membiarkan anak-anak perempuan mereka. Namun, sejumlah ulama tafsir menyebutkan bahwa setelah sekian lama raja Firaun menerapkan kebijakan yang kejam itu, masyarakat Mesir mengeluhkan makin sedikitnya Bani Israil yang dapat mereka pekerjakan, karena anak-anak mereka tidak ada yang tumbuh dewasa setelah semuanya dibunuh oleh tentara Fir'aun.

Masyarakat Mesir merasa khawatir, jika semua anak-anak itu dibunuh dan orang-orang tuanya semakin lama semakin sedikit karena dimakan usia, maka mereka sendirilah yang harus mengerjakan apa yang seharusnya dikerjakan oleh Bani Israil.

Setelah itu, mereka meminta kepada Fir'aun untuk membiarkan hidup sebagian dari anak-anak Bani Israil. Raja yang kejam itu pun mengiyakan permintaan rakyatnya, namun ia memutuskan untuk memberi selang satu tahun, yakni anak laki-laki yang terlahir pada tahun itu dibunuh semuanya, lalu anak laki-laki yang lahir di tahun berikutnya dibiarkan hidup, dan begitu seterusnya.

Disebutkan pulan bahwa Nabi Harun saat itu lahir pada tahun pelonggaran, dimana ia jelas-jelas tidak akan dibunuh oleh sang raja dan bisa menikmati hidupnya. Sedangkan Nabi Musa, ia terlahir pada tahun pembantaian, namun sang ibu tak rela melepaskan Musa begitu saja untuk dibunuh.

Sang ibu sudah memprediksikan bahwa saat Musa lahir, ia akan masuk pada masa pembantaian, oleh karena itu ia sudah memikirkan strategi bagaimana caranya agar anaknya bisa tetap hidup.

Salah satu strategi yang dilakukan ibu Musa adalah, sejak awal masa khamilan, ia sudah menutupi kabar kehamilannya tersebut. Atas kehendak Allah, semakin tua usia kehamilannya, ternyata perut ibu Musa tak nampak lebih besar dan tak menampakkan tanda-tanda bahwa ia sedang hamil.

Ketika Nabi Musa dilahirkan, pasukan Fir'aun tak ada yang mengetahuinya. Sampai akhirnya ibu Musa mendapat ilham dari Allah untuk membuat sebuah peti kayu untuk meletakkan bayi Musa, lalu peti itu diikat dengan tali dan diuraikan hingga menjadi panjang.

Ibu Musa pun membalut bayinya menggunakan kain agar dapat menutupinya. Peti itu sendiri berfungsi untuk membuat bayi Musa tidak tenggelam saat dihanyutkan ke sungai nil di belakang rumahnya. Dengan begitu ibu Musa dapat menjaga bayinya untuk dirawat olehnya dan tetap hidup.

Ketika ia merasa khawatir ada seseorang yang datang, maka diletakkanlah bayi Musa ke dalam peti tersebut dan dihanyutkan ke sungai, lalu ia memegangi pangkal tali peti itu dari rumahnya. Saat ia merasa orang itu telah pergi dan keadaan sudah aman, maka bayi Musa dutarik kembali dan dikeluarkan dari peti tersebut.

Semua yang dilakukan oleh ibunda Musa adalah atas kehendak dan takdir yang sudah Allah gariskan kepada Nabi Musa,

"Dan ilhamkan kepada ibunya Musa, "Susuilah dia (Musa), dan apabila engkau khawatir terhadapnya maka hanyutkanlah dia ke sungai (Nil). dan janganlah engkau takut dan jangan (pula) bersedih hati, sesungguhnya Kami akan mengembalikannya kepadamu, dan menjadikannya salah seorang Rasul." Maka dia dipunggut oleh keluarga Fir'aun agar (kelak) dia menjadi musuh dan kesedihan bagi mereka. Sungguh, Fir'aun dan Haman bersama bala tentaranya adalah orang-orang yang bersalah. Dan istri Fir'aun berkata, "(Dia) adalah penyejuk mata hati bagiku dan bagimu. Janganlah kamu membunuhnya, mudah-mudahan dia bermanfaat kepada kita atau kita ambil dia menjadi anak," sedang mereka tidak menyadari." (Qs. Al-Qashash: 7-9).

Sumber: Kisah Para Nabi oleh Imam Ibnu Katsir

Suha Yumna

Add comment

Submit