Muslimahdaily - Nabi Nuh merupakan salah satu nabi yang terlahir 126 tahun setelah wafatnya Nabi Adam, seperti disebutkan oleh Ibnu Jarir dan ulama lainnya. Disisi lain, menurut sejarah yang diyakini oleh Ahli Kitab terdahulu, jarak antara kelahiran Nabi Nuh dan kematian Nabi Adam adalah 146 tahun.
Nama lengkapnya adalah Nuh bin Lamekh bin Metusalah bin Henikh (yaitu Nabi Idris) bin Yared bin Mahlaeel bin Kenan bin Enos bin Seth bin Adam bapak manusia.
Kisah Nabi Nuh telah banyak disebutkan dalam sejumlah surat di dalam Al-Quran. Menceritakan tentang apa yang terjadi dengan dirinya dengan kaumnya, juga tentang azab yang diturunkan oleh kaum-Nya berupa air bah, juga tentang Allah menyelamatkan Nabi Nuh bersama kaumnya yang taat dan para binatang ke atas kapal.
Jika kisah tersebut menceritakan tentang kisah Nabi Nuh selama hidup dengan kaumnya, maka kali ini ada sebuah Riwayat yang menuliskan tentang wasiat beliau kepada anaknya sebelum meninggal. Ia meninggalkan wasiat penting yang bisa kita pelajari dan resapi sampai saat ini.
Wasiat Nabi Nuh Pada Anaknya
Imam Ahmad meriwayatkan, dari Sulaiman bin Harb, dari Hammad bin Zaid, dari Shaqa’ab bin Zumair, dari Zaid bin Aslam. Hammad mengatakan, “Aku memperkirakan ini dari Atha bin Yashar, dari Abdulullah bin Amru, ia berkata, Ketika kami berada di kediaman Nabi Shalallahu alaihi wa sallam, tiba-tiba dating seorang laki-laki dari perkampungan badui dengan mengenakan pakaian jubah tebal yang dihiasi dengan kain sutra, lalu ia berkata,
“Ketahuilah bahwa teman kalian ini (maksudnya adalah Rasulullah) telah merendahkan derajat para kesatria,” atau berkata, “ingin merendahkan derajat para kesatria dan mengangkat derajat para penggembala.”
Rasulullah pun memegang jubah laki-laki tersebut dan berkata, “Sesungguhnya Nabi Nuh sesaat sebelum tiba ajalnya ia berkata kepada anaknya, “Aku ingin memberikan wasiat kepadamu untuk melaksanakan dua hal dan menjauhi dua hal. Perintah pertama, jagalah selalu olehmu kalimat laa ilaaha illallah, karena jika kamu meletakkan tujuh langit dan tujuh lapis bumi pada satu telapak tangan dan meletakkan kalimat laa ilaaha illallah pada satu telapak tangan yang lain, maka kalimat laa ilaaha illallah akan mengungguli semua itu.
Jika seandainya tujuh lapis langit dan tujuh lapis bumi digabungkan dalam satu ikatan maka tetap saja dapat dihancurkan dengan kalimat laa ilaaha ilallah.
Perintah kedua, jagalah selalu olehmu kalimat wa subhanallahi wa bihamdihi, karena kalimat itu adalah penghubung segala sesuatu, dan dengan kalimat itu makhluk diberikan rezeki.
Larangan pertama dan kedua jauhilah selalu olehmu syirik (menyekutukan Allah) dan kibr (kesombongan).”
Lalu aku bertanya (perawi ragu) atau ada seseorang bertanya, “Wahai Rasulullah, mengenai syirik kami telah mengetahui maksudnya, namun apa yang dimaksud dengan kibr? Apakah jika seseorang di antara kami memiliki alas kaki yang bagus dengan tali pengikatnya yang bagus pula itu disebut dengan kibr?”
Nabi menjawab, “Bukan.” Ia bertanya lagi, “Apakah jika seseorang di antara kami memiliki pakaian yang bagus untuk dikenakannya itu disebut dengan kibr?” Nabi menjawab, “Bukan.” Ia bertanya lagi, “Apakah jika seseorang di antara kami memiliki hewan tunggangan untuk dikendarai itu disebut dengan kibr?” Nabi menjawab, “Bukan.” Ia bertanya lagi, “Apakah jika seseorang di antara kami banyak teman untuk persahabatan itu disebut dengan kibr?” Nabi menjawab, “Bukan.”
Akhirnya ia bertanya, “Lalu apa yang dimaksud dengan kibr ya Rasulullah?” Nabi menjawab, Al-Kibr (kesombongan) itu adalah menolak kebenaran dan bersikap congkak kepada orang lain.”
Sumber: Kitab Kisah Para Nabi karya Imam Ibnu Katsir