Muslimahdaily – Di masa dewasanya, Rasulullah Sallallahu'alaihi wa salam kehilangan kedua putranya yang lahir dari istri pertama, Khadijah. Rasulullah tidak memiliki anak dari istri-istrinya yang lain, hingga beliau dikirimi Allah seorang budak Mesir, Mariyah al-Qibtiyah, sebagai istri. Mariyah kemudian memberi Rasulullah seorang putra bernama Ibrahim.
“Malam ini aku dianugerahi seorang putra, aku menamakannya dengan nama bapakku, Ibrahim,” (HR Muslim no 3315).
Ketika Ibrahim lahir, Nabi Muhammad berusia sekitar 60 tahun dan beliau merasa sangatlah senang. Nabi Muhammad adalah ayah yang teladan. Tidak ada yang mencintai anak-anaknya sebanyak yang dilakukan Nabi Muhammad.
Anas Bin Malik radhiallahu ‘anhu berkata:
ﻣَﺎ ﺭَﺃَﻳْﺖُ ﺃَﺣَﺪًﺍ ﻛَﺎﻥَ ﺃَﺭْﺣَﻢَ ﺑِﺎﻟْﻌِﻴَﺎﻝِ ﻣِﻦْ ﺭَﺳُﻮﻝِ ﺍﻟﻠﻪِ ﺻَﻠَّﻰ ﺍﻟﻠﻪُ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﻭَﺳَﻠَّﻢ ، ﻗَﺎﻝَ: ﻛَﺎﻥَ ﺇِﺑْﺮَﺍﻫِﻴﻢُ ﻣُﺴْﺘَﺮْﺿِﻌًﺎ ﻟَﻪُ ﻓِﻲ ﻋَﻮَﺍﻟِﻲ ﺍﻟْﻤَﺪِﻳﻨَﺔِ، ﻓَﻜَﺎﻥَ ﻳَﻨْﻄَﻠِﻖُ ﻭَﻧَﺤْﻦُ ﻣَﻌَﻪُ ﻓَﻴَﺪْﺧُﻞُ ﺍﻟْﺒَﻴْﺖَ ﻭَﺇِﻧَّﻪُﻟَﻴُﺪَّﺧَﻦُ، ﻭَﻛَﺎﻥَ ﻇِﺌْﺮُﻩُ ﻗَﻴْﻨًﺎ، ﻓَﻴَﺄْﺧُﺬُﻩُ ﻓَﻴُﻘَﺒِّﻠُﻪُ، ﺛُﻢَّ ﻳَﺮْﺟِﻊُ
“Aku tidak pernah melihat seorangpun yang lebih sayang kepada anak-anak dari pada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Putra Nabi (yang bernama) Ibrahim memiliki ibu susuan di daerah ‘Awaali di kota Madinah. Maka Nabipun berangkat (ke rumah ibu susuan tersebut) dan kami bersama beliau. lalu beliau masuk ke dalam rumah yang ternyata dalam keadaan penuh asap. Suami Ibu susuan Ibrahim adalah seorang pandai besi. Nabipun mengambil Ibrahim lalu menciumnya, lalu beliau kembali,” (HR. Muslim no 2316).
Namun sayangnya, Ibrahim meninggal di saat usianya antara 16 hingga 18 bulan. Kepergiannya memberikan kesedihan yang dalam kepada Nabi Muhammad.
Nabi adalah seorang manusia dan dia pasti merasakan sakit yang pahit juga. Rasul pun dipapah oleh Abdurrahman bin Auf saat ke rumah Ibrahim. Beliau kemudian meletakkan Ibrahim di pangkuannya dengan hati yang remuk-redam sembari bersabda, "Ibrahim, kami tak dapat menolongmu dari kehendak Allah".
Melihat air mata Nabi yang bercucuran, Abdurrahman bin Auf bertanya, "Engkau juga menangis Rasulullah?"
Rasulullah menjawab, "Wahai Ibnu Auf, sesungguhnya itu merupakan ungkapan rasa kasih sayang".
Kemudian Rasulullah melanjutkan perkataannya, "Sesungguhnya mata memang meneteskan air mata dan hati merasa sedih. Namun, kami tidak mengucapkan sesuatu kecuali kalimat yang diridhai oleh Allah SWT. Dan sesungguhnya kami semua merasa sedih untuk berpisah denganmu wahai Ibrahim".
Setelah anaknya meninggal dunia, sikap manusiawi, bermartabat dan dapat diandalkan yang ditunjukkan oleh Nabi sebagai seorang ayah yang telah kehilangan banyak anak sebelumnya menjadikan kematian sebagai hikmah atau pelajaran. Bahkan ketika mengalami penderitaan yang paling berat sekali pun, kita dapat melihat bahwa Nabi Muhammad tetap mempertahankan derajat yang tinggi dalam pengabdiannya kepada Allah: hati berduka, air mata menetes, tetapi lidah tidak berontak. Itu adalah perilaku seseorang yang mengetahui batasannya. Itulah ratapan hati yang berubah menjadi air mata di mata dan kalimat “Innalillahi wa innalillahi raji’un” di lidah.
Hanya hal itu yang dapat memadamkan api di dalam hati yang telah menjadi kobaran api. Karena sejatinya, ratapan dan rasa sakit saat kehilangan seseorang membuat banyak orang memberontak dan menjadikan lidahnya untuk mengucapkan hal-hal yang sering menyalahkan ketetapan Allah.
Nabi Muhammad bersabda, sesungguhnya Allah menyediakan ganjaran yang besar bagi seseorang yang bersabar karena kehilangan buah hatinya.
إِذَا مَاتَ وَلَدُ العَبْدِ قَالَ اللَّهُ لِمَلَائِكَتِهِ: قَبَضْتُمْ وَلَدَ عَبْدِي، فَيَقُولُونَ: نَعَمْ، فَيَقُولُ: قَبَضْتُمْ ثَمَرَةَ فُؤَادِهِ، فَيَقُولُونَ: نَعَمْ، فَيَقُولُ: مَاذَا قَالَ عَبْدِي؟ فَيَقُولُونَ: حَمِدَكَ وَاسْتَرْجَعَ، فَيَقُولُ اللَّهُ: ابْنُوا لِعَبْدِي بَيْتًا فِي الجَنَّةِ، وَسَمُّوهُ بَيْتَ الحَمْدِ
“Jika anak seorang hamba meninggal, Allah berfirman kepada para malaikat-Nya, ‘Apakah kalian telah mencabut anak hambaku?’ Mereka menjawab: ‘Ya’. Allah berfirman: ‘Apakah kalian telah mencabut buah hatinya?’ Mereka menjawab: ‘Ya’. Allah bertanya: ‘Apa yang dikatakan hambaku?’ Mereka menjawab: ‘Dia memuji-Mu dan mengucapkan kalimat istirja’. Allah berkata, ‘Bangunkanlah untuk hambaku satu rumah di surga, dan berilah nama dengan Baitulhamd’,” (HR. At-Thirmidzi no 1021 dan dishahihkan oleh Al-Albani di As-Shahihah no 1408).
Namun ini bukan satu-satunya saat Nabi mengalami kehilangan seorang anak di usia tuanya. Melansir dari Firanda.com, beliau pernah menangis saat putrinya, Ummu Kultsum, meninggal. Anas bin Malik radhiallahu ‘anhu berkata:
شَهِدْنَا بِنْتَ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَرَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ جَالِسٌ عَلَى الْقَبْرِ فَرَأَيْتُ عَيْنَيْهِ تَدْمَعَانِ فَقَالَ :هَلْ فِيْكُمْ مِنْ أَحَدٍ لَمْ يُقَارِفِ اللَّيْلَةَ؟ فَقَالَ أَبُوْ طَلْحَةَ : أَنَا قَالَ : فَانْزِلْ فِي قَبْرِهَا فَنَزَلَ فِي قَبْرِهَا فَقَبَرَهَا
“Kami menghadiri pemakaman putri Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan Rasulullah duduk di atas mulut kuburan (yang sudah digali). Aku melihat kedua mata beliau mengalirkan air mata, dan beliau berkata, “Apakah ada di antara kalian yang malam ini belum berbuat (berhubungan dengan istrinya)? Abu Tolhah berkata, “Saya”. Nabi pun berkata, “Turunlah engkau di kuburan putriku!”. Abu Tholhah lalu turun dan menguburkan putri Nabi,” (HR. Al-Bukhari no 1342).