Muslimahdaily - Ujian Allah yang paling berat selalu menimpa para Rasul. Namun mereka mampu menghadapi ujian demi ujian dengan keimanan yang sempurna. Rasulullah, sang penutup para nabi pun tak luput dari segala ujian berat yang menguji kesabaran beliau Shallallahu‘alaihi wa sallam.
Ujian bermula ketika Rasulullah mendapatkan wahyu ilahi. Sejak itu, beliau melupakan segala kenyamanan hidupnya sebagai pengusaha sukses dan disegani di Kota Makkah. Sebagai gantinya, beliau harus menghadapi berbagai ujian berat dan kesedihan.
Sebelum Islam datang, bangsa Arab merupakan kaum terbelakang. Mereka berperangai keras dan kasar. Bagi mereka, satu-satunya penyelesaian masalah hanya dengan menghunuskan pedang. Mereka tidak berakhlak dan hanya diliputi kesombongan, terutama kesombongan golongan keluarga atau kabilah.
Sebagai bagian dari rencana Allah, Rasulullah lahir di tengah kabilah Quraisy, kabilah yang paling mulia, paling tinggi derajatnya, paling suci kedudukannya di antara semua kabilah bangsa Arab. Semua orang dari kabilah ini merupakan para tokoh dan orang terhormat.
Sebetulnya hal tersebut sudah cukup menjadi alasan bagi kaumnya menerima dakwah Nabi. Namun ternyata tidak, Rasulullah justru harus menghadapi kabilah Quraisy. Pasalnya, tak ada yang berani melawan nabi dari kalangan kabilah menengah dan bawah. Artinya, Rasulullah harus menghadapi para petinggi Quraisy, yakni mereka yang memiliki kedudukan, para tokoh, pemimpin dan tentunya, keluarganya sendiri. Pastilah sangat berat.
Beragam peristiwa menyakitkan harus dihadapi Rasulullah. Mereka yang paling vokal dan aktif dalam melawan Rasul ialah Abu Lahab, Al Hakam bin Abdul ‘Ash bin Umayyah, ‘Uqbah bin Abi Mua’ith, ‘Adi bin Hamra Ats Tsaqafy dan Ibnu Al Ashda’ Al Hudzali. Yang menyakitkan adalah, mereka semua adalah tetangga Rasulullah hingga setiap hari setiap waktu, sang nabiyullah harus menghadapi gangguan mereka.
Pernah suatu ketika, seorang dari mereka melemparkan jeroan rahim kambing saat Rasulullah tengah shalat. Di kali lain, jeroan merah menjijikan itu dimasukkan ke dalam periuk masakan yang akan dihidangkan kepada nabi. Namun apa yang dilakukan Rasulullah untuk menghadapi gangguan tersebut?
Rasulullah tak pernah membalasnya. Acap kali jeroan dilemparkan padanya, beliau hanya membuang jeroan itu kemudian berdiri di depan pintu rumah sembari berkata, “Wahai Bani ‘Abdu Manaf, hidup bertetangga macam apa ini?”
(Baca juga : Kisah Rasulullah Memaafkan Wanita Yahudi yang Meracuninya)
Tak hanya itu duka jalan dakwah Rasulullah. Pernah suatu kali wajah beliau diludahi Uqbah bin Abi Mua’ith. Di kesempatan lain, Uqbah mewakili “tim”-nya untuk meletakkan seonggok isi rahim unta di kedua pundak Rasulullah saat manusia paling mulia itu tengah sujud. Uqbah dan kawan-kawan pun tertawa kegirangan melihatnya.
Saking beratnya jeroan itu, Rasulullah sampai tak bisa bangkit dari sujudnya. Hingga putri beliau, Fathimah datang dan menyingkirkannya, barulah Rasulullah bisa bangkit dari sujudnya. Saat itu balasan Rasulullah hanya dengan berdoa, “Ya Allah, menjadi urusanmu si Fulan dan si FuIan,” disebut satu persatu orang yang merencanakan perbuatan jahat tersebut. Semua orang yang terlibat itu pun tewas saat Perang Badr.
Namun semua kejahatan tersebut belum apa-apa dibanding perlakuan Abu Lahab dan Abu Jahl. Keduanyalah dedengkot utama musuh Rasulullah. Abu Lahab sangat gemar menyakiti nabi, baik secara lisan dengan mencela dan menghina, juga secara fisik dengan menghalangi shalat Nabi di Ka’abah. Ia bahkan meminta kedua anaknya menceraikan istri mereka yang bukan lain adalah putri Rasulullah, Ruqayyah dan Ummu Kultsum.
Istri Abu Lahab pula menjadi penentang Rasulullah yang nyata. Pernah suatu hari ia membawa dahan yang berisi penuh duri. Ia kemudian menebarkan banyak duri di jalanan yang sering dilalui Rasulullah saat malam hari. Bayangkan saja bagaimana kondisi kaki nabiyullah saat melewatinya. Allah bahkan menurunkan surat Al Lahab karena perbuatan jahat istri Abu Lahab tersebut.
Adapun Abu Jahl seakan hidupnya mengemban tugas sebagai penentang dan penyiksa Nabi. Suatu hari Abu Jahl bahkan berniat menginjak-injak leher Rasulullah agar kepalanya terguling-guling di tanah. Ia pun hendak melakukannya saat Rasulullah shalat. Namun Allah mengutus malaikat-Nya hingga Abu Jahl ketakutan. “Sungguh antaraku dengannya ada parit dari api, sesuatu yang mengerikan dan bersayap-sayap,” ujarnya saat berbalik dari menyakiti Nabi.
Masih banyak lagi perjuangan Rasulullah saat mendakwahkan Islam. Beliau merupakan sosok yang penyabar dan bukanlah seorang pendendam. Duka dan sakit yang diderita beliau tak membuat nabiyullah menyerah. Sepanjang akhir hayat, beliau mengabdikan diri pada agama. Shalawat serta salam kepada Rasulullah, sang utusan Allah hingga akhir zaman, sang nabi terakhir penutup para nabi.
Sumber: Raudhah Al Anwar fi Sirah An Nabiy Al Mukhtar karya Shafiyyur-Rahman Al Mubarakfurry.