Muslimahdaily - Islam mengajarkan agar kita senantiasa berbakti kepada orangtua. Sudah banyak ayat dalam Al Qur’an hingga hadits yang memperintahkan kita agar berlaku baik dan tidak kasar kepada orangtua. Saking pentingnya perintah ini bahkan derajatnya lebih daripada amalan jihad fi sabilillah.

Suatu ketika Rasululullah ditanyai oleh seorang Sahabat, “Amal apa yang paling dicintai Allah ‘Azza Wa Jalla?”

Nabi menjawab, “Shalat pada waktunya.”

Ibnu Mas’ud bertanya lagi, “Lalu apa lagi?”

Nabi menjawab, “Lalu birrul walidain.”

Ibnu Mas’ud bertanya lagi, Lalu apa lagi?”

Nabi menjawab: “Jihad fi sabilillah.” Demikian yang beliau katakan, andai aku bertanya lagi, nampaknya beliau akan menambahkan lagi.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Pada kenyataanya anjuran untuk berbakti kepada orangtua tidak hanya berlaku pada orangtua kandung saja, melainkan orang-orang yang sudah tua. Ibaratkan mereka seperti orang tua sendiri yang harus diperlakukan baik dan lemah lembut. Lewat perlakukan kita terhadap orang tua inilah tercermin sikap kita terhadap orang tua sendiri.

Kisah Hasan dan Husain mungkin bisa jadi contoh kecil bagi kita. Kedua cicit Rasulullah tersebut memiliki sifat yang santun, terlebih kepada mereka yang lebih tua.

Dikisahkan, suatu ketika Sayyidina Hasan dan Sayyidina Husain melihat seorang laki-laki yang sedang berwudhu. Usianya bukan lagi muda, namun tidak terlalu tua. Sayangnya, wudhu orang tersebut mengandung banyak kesalahan dan tidak sempurna sesuai tuntunan Nabi.

Kenyataan bahwa keduanya merupakan cicit Rasulullah tidak membuat keduanya lantas merasa sombong dan besar hati. Justru Hasan dan Husain yang saat itu masih remaja memikirkan bagaimana caranya memberi tahu orang tua tersebut agar tidak tersinggung.

Setelah beberapa saat berpikir, keduanya langsung menghampiri orang tadi. Salah satu dari Hasan dan Husein berkata, “Wahai paman, saya dan saudara saya beda pendapat tentang siapa yang wudhunya lebih bagus dan sempurna. Maukan paman melihat dan menilai kami, siapa yang paling baik di antara kami?”

Orang tadi pun setuju. Ia segara mengambil tempat dan bersiap melihat wudhu Hasan dan Husain. Semantara kedua cicit Rasulullah itu melakukan wudhu yang benar dan sempurna. Di tengah-tengah penilaiannya, orang tersebut tersadar bahwasanya wudhu kedua remaja itulah yang paling baik dan wudhunya selama ini belum benar

Tak hanya itu, orang tersebut juga dibuat terkagum karena diberikan pelajaran dengan baik dan santun, bukan dengan kritik yang pedas. Tidak ada rasa tersinggung karena secara tidak langsung ‘disalahkan’, melainkan rasa ikhlas dan menerima bahwa dirinya selama ini salah.

Setelah Hasan dan Husain selesai berwduhu, keduanya lantas menanti jawaban sang paman. Nyatanya, yang keluar dari lisan orang tersebut bukan siapa yang paling baik, melainkan pujian.

“Wudhu kalian berdua sangat istimewa,” kata orang itu sambil tersenyum dan berterima kasih.

Demiakianlah perlakukan Hasan dan Husain kepadan orang yang lebih tua. Keduanya menasihati orang tersebut dengan perlakuan yang sangat santun. Hendaknya kita dapat mencontoh sedikit akhlakul karimah cicit Rasulullah ini.

Wallahu ‘alam.

Sumber: NU Online.

Itsna Diah

Add comment

Submit