Muslimahdaily - Suatu masa, masyarakat Kufah digaungi berita dusta mengenai shahabat Rasulullah yang juga salah satu Khulafa Ar Rasyidin, Utsman bin ‘Affan. Berita itu datang dari seseorang yang memiliki kedudukan dan terpandang di tengah kota. Sehingga setiap ucapannya pun didengar dan diiyakan mayoritas warga. Sebut saja namanya Fulan.
Kala itu, Fulan sang tokoh terpandang tersebut menuturkan kepada khalayak ramai bahwa Utsman bin Affan merupakan seorang Yahudi. Ia menuduh dengan gampangnya bahwa Utsman radhiyallahu ‘anhu adalah seorang yang lahir dari agama Yahudi, kemudian masuk Islam, lalu kembali ke agama Yahudi. Demikian tuduhannya kepada sang shahabat nabi yang mulia.
Mendengar tuduhan dusta tersebut, Imam Abu Hanifah segera menghampiri si Fulan. Ia pun mendatangi Fulan lalu berkata, “Aku datang menemuimu untuk meminang putrimu untuk salah seorang sahabatku,” ujar sang imam.
“Ahlan wa sahlan… Orang sepertimu tidak akan ditolak keperluannya, wahai Abu Hanifah,” sambut Fulan gembira atas kedatangan imam besar muslimin. “Siapa gerangan laki-laki itu?” lanjut Fulan.
“Ia adalah seorang yang kaya lagi dikokohkan di kaumnya. Ia sangat dermawan, ringan tangan, hafal kitabullah, menghabiskan malam dengan satu rukuk, dan sering menangis karena sangat takit kepada Allah Ta’ala,” jawab Abu Hanifah.
Mendengar segala watak si pria itu begitu shalih, tentulah si Fulan sangat girang dan tak ragu dengan pria yang akan dikenalkan Abu Hanifah dan yang akan dijodohkan dengan putrinya itu. “Cukup wahai Abu Hanifah. Sebagian yang kau sebutkan itu sudah cukup baginya untuk meminang putriku,” tutur Fulan.
“Namun ada satu hal yang masih harus kau pertimbangkan,” ujar Abu Hanifah.
“Apakah itu?” tanya Fulan penasaran.
“Pria itu merupakan seorang Yahudi,” jawab sang imam.
Fulan begitu kaget mendengarnya. Ia terperanjat atas jawaban Abu Hanifah dan tentu saja si Fulan segera menolaknya. Ia menolak Abu Hanifah dengan sangat keras.
“Yahudi??? Apa engkau ingin aku menikahkan putriku dengan seorang Yahudi? Demi Allah, aku tidak akan menikahkan putriku dengan seorang Yahudi walaupun ia memiliki sifat yang kau sebutkan. Tidak! Walaupun dari awal hingga akhir sifat tersebut dimilikinya,” tutur Fulan.
Abu Hanifah pun kemudian segera menimpali. “Mengapa engkau enggan menikahkan puterimu dengan seorang Yahudi? Bahkan engkau sangat mengingkarinya. Padahal engkau menuduh di depan orang-orang bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallanm telah menikahkan dua puteri beliau dengan seorang Yahudi (maksudnya adalah Utsman bin ‘Affan yang merupakan menantu Rasulullah),” kata Abu Hanifah yang langsung menohok Fulan. Seperti menelan ludah sendiri, Fulan termakan ucapannya sendiri.
Fulan kemudian bergetar ketakutan karena kesalahan lisannya. Abu Hanifah mampu menyadarkannya dengan debat yang secara dzahir tak nampak sebuah perdebatan di antara keduannya. Dengan tutur kata halus dan makna tersembunyi cantik, Abu Hanifah menyadarkan si Fulan. Pria itu pun menyungkur sujud atas tuduhannya kepada Utsman bin ‘Affan.
“Astaghfirullah. Aku memohon ampun kepada Allah atas kata-kata jelekku. Aku bertobat dari tuduhan kejiku,” ujar Fulan.
Imam Abu Hanifah memanglah terkenal sangat cerdas dalam berhujjah. Siapapun yang berargumen menyelisihi syariat di hadapan beliau, maka akan dapat dengan mudah dibantah. Imam Malik bahkan memuji beliau, “Jika ia mengatakan bahwa tiang masjid ini adalah emas, ia akan mengeluarkan argumen atasnya dan akan membuktikan kebenaran ucapannya tersebut,” ujar Imam Malik. Semoga Allah merahmati Imam Abu Hanifah.