Muslimahdaily - Rasulullah berasal dari keluarga mulia, dari sebuah kabilah terbaik dan terpandang di antara Bangsa Arab, yakni Quraisy. Baik ayah dan ibunda Rasulullah berasal dari kabilah yang sama dan keduanya merupakan keturunan dari Nabi Ismail ‘alaihis salam. Lebih dari itu, Rasulullah juga berasal dari keluarga Hasyim, sebuah Bani dari kabilah Quraisy yang paling banyak memiliki kedudukan dan keutamaan.
Hasyim mewarisi banyak kedudukan di Kota Makkah secara turun temurun. Inilah bani yang mengurus ka’bah dan menjadi pemimpin kabilah Quraisy. Abdul Muthalib, kakek Rasulullah adalah salah satu pemimpin tersebut. Kisah berikut ini terjadi pada zaman sang kakek Rasulullah yang sangat penyayang dan paling dihormati di Kota Makkah tersebut.
Suatu hari, Abdul Muthalib bermimpi mendapat perintah untuk menggali kembali sumur zamzam. Saat itu sumur zamzam telah ditimbun oleh suku Jurhum. Abdul Muthalib mendapat petunjuk dalam mimpinya tentang lokasi persis di mana ia harus menggali.
Keesokan harinya, pergilah ia ke lokasi tersebut. Sang pemimpin Quraisy itu pun segera menggali tanah dan melihat tanda nyata adanya air zam-zam di kedalaman. Melihat Abdul Muthalib menggali tanah di dekat ka’bah, para petinggi Quraisy pun menghampiri. Mereka berselisih dengan Abdul Muthalib dan meminta agar sang pemimpin menghentikan galiannya. Mereka tak percaya bahwa air zamzam tersimpan di sana. Sementara Abdul Muthalib pun tak bisa menggali seorang diri.
Akhirnya sang kakek Rasulullah itu bernadzar, jika Allah memberi anugerah 10 anak laki-laki, dan semuanya telah mencapai usia baligh, maka ia akan menyembelih salah satunya. Nadzar tersebut diungkap Abdul Muthalib dengan harapan ke-10 putranya akan membantu menggali sumur zam-zam.
Tahun demi tahun berlalu. Allah benar-benar memberikan 10 anak laki-laki untuk Abdul Muthalib. Setelah semuanya tumbuh besar dan bertubuh kuat, diajaklah mereka untuk menggali sumur zamzam. Keluarlah mata air berkah tersebut dari sana. Penduduk Makkah diliputi kebahagiaan.
Namun kebahagiaan tersebut hanya sejenak dirasakan Abdul Muthalib. Pasalnya, ia harus menunaikah nadzarnya, yakni menyembelih salah seorang putranya di dekat Ka’bah. Dipilihlah salah satu dari 10 putranya. Di zaman jahiliyyah, bangsa Arab biasa mengundi nasib dengan anak panah. Abdul Muthalib pun melakukannya.
Ia menulis nama-nama putranya di setiap anak panah. 10 anak panah itu dikumpulkan, kemudian diacak dan dikeluarkan salah satunya. Siapa nama yang tertera dalam anak panah yang keluar, maka dialah yang akan disembelih.
Ketika diundi, ternyata nama Abdullah bin Abdul Muthalib lah yang keluar. Pemuda gagah yang kelak menjadi ayahanda Rasulullah itu harus disembelih di hadapan berhala. Abdul Muthalib langsung lemas karena Abdullah merupakan anak kesayangannya, anak yang paling bagus akhlak dan budi pekertinya. Bahkan Abdullah juga anak kesayangan seluruh kabilah Quraisy. Karena itulah banyak orang yang melarang dilaksanakannya penyembelihan tersebut.
Orang-orang Quraisy berdatangan dan melakukan protes. Para paman dan saudara-saudara Abdullah meminta Abdul Muthalib menggagalkan penyembelihan itu. Akhirnya atas saran seseorang, Abdul Muthalib menebus nadzarnya dengan 100 ekor unta. Maksudnya, Abdullah ditebus dengan menyembelih 100 ekor unta dan bukan menyembelih dirinya.
Dalam buku Sealed Nectar bahkan disebutkan, proses tebusan itu cukup pelik. Awalnya Abdul Muthalib disarankan oleh seorang paman Abdullah dari Bani Makzhum dan seorang kakak dari Abdullah bernama Abu Thalib (kelak menjadi paman sekaligus pembela Rasulullah). Saran tersebut yakni agar Abdul Muthalib mengulang undian dengan membayar 10 ekor unta. Abdul Muthalib pun mengikuti saran tersebut. Namun begitu undian diulang, lagi-lagi nama Abdullah yang keluar.
Abdul Muthalib kemudian mengeluarkan 10 ekor unta lagi dan mengulang undian kembali. Ternyata nama Abdullah pula yang keluar. Demikian seterusnya undian diulang dan diulang namun nama Abdullah terus saja keluar. Hingga unta yang ditebus Abdul Muthalib menjadi 100 ekor. Akhirnya, undian diulang namun hanya dua anak panah, yakni panah dengan nama Abdullah dan panah mewakili 100 ekor unta. Ternyata 100 ekor untalah yang keluar untuk disembelih.
Abdul Muthalib, keluarganya, serta seluruh kabilah Quraisy pun sangat bahagia. Si pemuda emas, Abdullah selamat dari korban sembelihan. Gantinya, sang ayah, Abdul Muthalib menyembelih unta sebanyak 100 ekor. Dengannya menjadi acara makan besar di seluruh penjuru Kota Makkah. Semua orang menikmati santapan sembelihan unta penebus Abdullah bin Abdul Muthalib.
Peristiwa tersebut dibenarkan Rasulullah hingga beliau pernah bersabda, “Aku adalah putra dari dua orang sembelihan,” (HR. Ibnu Hisyam). Maksud dari dua sembelihan yakni Nabi Isma’il bin Nabi Ibrahim nenek moyang Rasulullah, dan Abdullah bin Abdul Muthalib, ayahanda Nabiyullah. Adapun kisah Nabi Ismail yang ditebus seekor domba telah masyhur kisahnya bahkan menjadi awal mula syariat penyembelihan hewan qurban.
Sumber: Sealed Nectar (Ar Rahiq Al Makhtum) dan Sirah Nabawiyyah (Raudhah Al Anwar) karya Shafiyyur-Rahman Al Mubarakfurry.