Muslimahdaily - Ialah Mush’ab bin Umair, seorang pemuda Quraisy, shahabat Rasulullah yang terkenal kaya dan rupawan. Orang tuanya memberikan segala fasilitas untuk Mush’ab. Penampilannya sangat elegan dengan pakaian yang indah dan parfum yang semerbak. Segala jenis kenikmatan dunia ada pada diri Mush’ab. Ialah sosok yang paling rupawan di kalangan pemuda Makkah.
Orang-orang yang melihat Mush’ab pasti akan terkesima. Al Barra bin Azib, seorang shahabat Rasulullah di Kota Madinah, mengira Mush’ab adalah pemuda dari surga karena begitu tampan wajahnya dan indah penampilannya. “Seorang laki-laki, yang aku belum pernah melihat orang semisal dirinya. Seolah-olah dia adalah laki-laki dari kalangan penduduk surga,” kata Al Barra mendeskripsikan sosok Mush’ab.
Bahkan Rasulullah pun pernah mengatakan ketampanan Mush’ab. Beliau bersabda, “Aku tidak pernah melihat seorang pun di Makkah yang lebih rapi rambutnya, paling bagus pakaiannya, dan paling banyak diberi kenikmatan selain dari Mush’ab bin Umair.” (HR. Hakim).
Karena banyaknya kenikmatan dunia yang diraih Mush’ab, Rasulullah pernah menangis saat mengingatnya. Pasalnya, semua kenikmatan itu dilepaskan Mush’ab dengan ikhlas tanpa mengeluh. Rasulullah menangisi kondisi Mush’ab yang jauh berbeda setelah berislam.
Peristiwa itu terjadi ketika ibunda Mush’ab mendapati putranya tengah shalat. Mush’ab yang memeluk Islam di awal dakwah Rasulullah, selalu menyembunyikan keimanannya, sebagaimana muslim yang lain. Saat itu dakwah masih dilakukan Rasulullah secara diam-diam.
Kaget melihat Mush’ab telah mengimani Muhammad, sang ibunda pun menyiksa putranya. Padahal dulu sang ibunda amat sangat mencintai dan menyayangi Mush’ab. Segala kenyamanan hidup diberikan pada putranya. Sampai-sampai, hidangan selalu ibunda siapkan saat malam agar ketika Mush’ab bangun, putra terkasihnya itu dapat segera menyantap makanan.
Kasih sayang berubah menjadi murka tak terkira. Ibunda menyiksa Mush’ab hingga badannya penuh luka. Namun Mush’ab tetap enggan kembali ke agama nenek moyang. Ia tetap memilih Islam meski tak ada lagi makanan lezat yang disantapnya hingga badan Mush’ab yang gagah menjadi kurus kering. Mush’ab tetap mentauhidkan Allah meski segala fasilitas dari orang tuanya tak lagi didapatkan, baik pakaian yang indah ataupun kendaraan yang mahal.
Hingga suatu hari, Mush’ab muncul dalam kondisi badan yang kurus kering dan pakaian compang-camping. Sang pemuda yang dahulu tampan itu menjadi gelandangan yang membuat setiap orang melas melihatnya. Pun Rasulullah, beliau shallallahu ‘alaihi wasallam menangisi kondisi Mush’ab yang rela menjual dunianya demi akhirat.
Hal itu dikisahkan oleh Ali bin Abi Thalib. Ia berkata, “Suatu hari, kami duduk-duduk bersama Rasulullah di masjid. Lalu muncul Mush’ab bin Umair dengan mengenakan kain burdah yang kasar dan memiliki tambalan. Saat Rasulullah melihatnya, beliau pun menangis teringat kenikmatan yang Mush’ab dapatkan dahulu (sebelum berislam) dibandingkan keadaannya yang sekarang,” (HR. At Tirmidzi).
Rasulullah pun kemudian memuji Mush’ab yang rela meninggalkan segala kenikmatan. “Sungguh aku melihat Mush’ab tatkala bersama kedua orang tuanya di Makkah. Keduanya memuliakan dia dan memberinya berbagai macam fasilitas dan kenikmatan. Tidak ada pemuda-pemuda Quraisy yang semisal dengan dirinya. Setelah itu, ia tinggalkan semua itu demi menggapai ridha Allah dan menolong Rasul-Nya.” (HR. Al Hakim dari Zubair bin Al Awwam).
Tak hanya Rasulullah, para shahabat beliau juga merasa melas melihat kondisi Mush’ab. Mereka turut pilu dengan apa yang dialami sang pemuda yang dahulu sangat rupawan itu. Sa’ad bin Abi Waqqash salah satunya, ia berkata tentang sang pemuda, “Dahulu saat bersama orang tuanya, Mush’ab bin Umair adalah pemuda Makkah yang paling harum. Ketika ia mengalami apa yang kami alami (kekerasan dari kaum kafir), keadaannya pun berubah. Kulihat kulitnya pecah-pecah mengelupas dan tertatih-tatih hingga tak mampu berjalan. Lalu kami ulurkan busur-busur kami, lalu kami papah dia.”
Namun dalam kondisi yang demikian, Mush’ab tetap menjadi shahabat Rasulullah yang turut serta memperjuangkan agama Allah. Mush’ab sangat dikenang umat Islam karena perannya yang sangat berjasa pada dakwah. Ialah juru dakwah yang diutus Rasulullah untuk menyebarkan agama di Kota Madinah. Karena dakwahnya lah kota Madinah dipenuhi muslimin dan menjadi tujuan hijrah.
Tak hanya itu, Mush’ab pula pemegang panji Rasulullah saat Perang Uhud berkecamuk. Saat itu, Mush’ab tampil melindungi Rasulullah. Sampai-sampai pihak musuh mengira Mush’ab adalah Rasulullah hingga ditebaslah kedua tangan Mush’ab dan dibantai habis-habisan. Ketika Mush’ab wafat, panji kemudian dipegang oleh Ali bin Abi Thalib.
Saat perang usai, Rasulullah berkeliling medan perang untuk melihat jenazah para syahid. Ketika melihat jenazah Mush’ab yang mengenaskan, Rasulullah berhenti cukup lama dan mendoakan banyak kebaikan untuk sang pemuda. Kedukaan meliputi beliau. Rasulullah pun bersabda, “Sungguh aku melihatmu ketika di Mekah, tak ada seorang pun yang lebih baik pakaiannya dan rapi penampilannya daripada engkau. Dan sekarang rambutmu kusut dan (pakaianmu) kain burdah.”
Sosok Mush’ab selalu dikenang para shahabat. Ketika umat Islam telah memasuki masa kejayaan, Abdurrahman bin ‘Auf pun masih teringat pada sosok Mush’ab. Dikisahkan saat itu Abdurrahan bin ‘Auf dihidangkan makanan yang lezat. Lalu tiba-tiba ia teringat pada sang shahabat, “Mush’ab bin Umair telah wafat terbunuh, dan dia lebih baik dariku. Tak ada kain yang menutupi jenazahnya kecuali sehelai burdah.” (HR. Al Bukhari). Abdurrahman bin ‘Auf pun kemudian tak sanggup menyantap makanan tersebut, lalu menangis tergugu.
Mush’ab bin Umair, semoga Allah mengganti kemewahan dunia yang ia tinggalkan, dengan kemewahan surga yang istimewa. Sosoknya selalu dikenang dalam sejarah Islam dan menjadi teladan para pemuda muslim.