Muslimahdaily - Ali bin Al Husain bin Ali bin Abi Thalib, cicit Rasulullah yang terkenal kesalehannya. Beliau dikenal sebagai seorang yang giat beribadah hingga dijuluki Zainul ‘Abidin, yakni hiasannya para ahli ibadah. Segala amalan saleh dilakukannya, termasuk bersedekah. Cara Ali dalam bersedekah cukup unik, yakni dengan membagikan karung berisi gandum, bukan sekarung namun seratus karung. Pun dikeluarkannya bukan hanya sekali namun setiap malam.
Dikisahkan bahwa kehidupan Ali mapan dan lapang dalam urusan harta. Sang cucu Fathimah binti Rasulullah itu sukses dalam bisnisnya hingga dilimpahi kekayaan melimpah. Bahkan ia pula memiliki pertanian dan perkebunan yang subur dan selalu panen. Namun kehidupan Zainul ‘Abidin bersahaja dan ia selalu bersikap qana’ah.
Kekayaan yang dikaruniakan Allah, ia gunakan untuk bekal di akhirat. Zainul ‘Abidin sangat gemar bersedekah secara diam-diam. Ia tak ingin seorang pun mengetahui amalannya, bahkan oleh keluarganya sendiri. Karena itulah ia memilih malam hari, seorang diri, bersedekah ke setiap rumah fakir miskin di Kota Madinah.
Di tengah kegelapan, ketika semua orang terlelap, Zainul ‘Abidin mengendap dengan sekantung karung besar berisi gandum. Ia menuju sebuah rumah seorang fakir dan meletakkan karung itu di depan pintu. Ia kemudian kembali lagi dan mengambil sekarung lain, diantarkannya karung itu ke rumah seorang miskin yang lain. Setelah itu kembali lagi membawa sekarung gandum dan memberikannya di rumah fakir yang berbeda. Demikian seterusnya hingga seratus orang fakir miskin di Kota Madinah mendapatkan sekarung gandum setiap malam.
Tak ada yang tahu dari mana karung gandum itu berasal. Yang jelas, sebagian besar kaum fakir dan miskin di Kota Madinah dapat makan setiap harinya. Mereka dapat hidup dan bersyukur atas sedekah yang entah siapa yang memberinya, tak ada seorang pun yang tahu.
Rahasia itu baru terbongkar ketika suatu malam, tak ada lagi karung gandum di depan pintu rumah fakir miskin. Rahasia karung gandum itu terbongkar di hari wafatnya Ali bin Al Husain, sang Zaiul ‘Abidin. Barulah mereka menyadari bahwa ternyata selama ini cicit Rasulullah lah yang membagikan karung-karung gandum tersebut. Setelah ia wafat, tak ada lagi karung gandum misterius itu. Setelah kepergian putra Husain, para faqir miskin tak lagi menjumpai gandum di depan rumah mereka.
Bahkan menurut seorang tabi’in yang hadir takziah saat Ali bin Al Husain wafat, terungkap pula rahasia amal saleh yang selama hidupnya dilakukan sang Zainul ‘Abidin tersebut. Ketika jenazah cicit dari Ummul Mukminin Khadijah binti Khuwailid tersebut dibaringkan dan hendak dimandikan, nampak sebuah bekas hitam di punggungnya. Mereka para kerabat dan sahabat Ali pun bertanya-tanya, “Bekas apa ini?”
Seseorang yang hadir pun berkata, “Itu adalah bekas karung-karung gandum yang ia pikul untuk seratus orang penduduk Madinah setiap malam.”
Masya Allah, sungguh mulia akhlak Ali bin Al Husain, cucu Ali bin Abi Thalib dan Fathimah Azzahra. Tak heran jika kemudian penduduk Madinah sangat menyayanginya. Bukan hanya karena ia adalah keturunan dari Rasulullah, namun juga karena akhlaknya yang luhur. Ia sangat baik hati sehingga disukai banyak orang. Ia sangat dermawan hingga semua orang menghormatinya.
Kedermawanan Zainul ‘Abidin pula nampak setiap malam Idul Fitri. Bukan hanya zakat fitrah yang dikeluarkannya, ia pula membebaskan banyak budak setiap kali malam takbir. Tak hanya dibebaskan, budak-budak itu juga diberi bekal uang yang sangat banyak agar dapat memulai hidup baru dan merayakan hari raya esok hari.
Setiap kali membebaskan budak, Zainul ‘Abidin selalu minta satu hal, “Hadaplah kiblat dan berdoalah, ‘Ya Allah, ampunilah Ali bin Al Husain’.” Tentu semua budak yang dibebaskannya dengan senang hati mendoakan sang cicit Muhammad Rasulullah. Bahkan tanpa diminta pun, mereka bersedia melakukannya.
Kedermawanan Zainul Abidin sangat terkenal dan menjadi pembicaraan banyak orang. Sampai-sampai ada seorang penyair masyhur kala itu yang berkata, “Kedua tangannya ibarat hujan bagi yang memanfaatkannya. Orang yang tidak mampu senantiasa membutuhkan uluran kedua tangannya.” Semoga Allah meridhai Ali bin Al Husain bin Ali bin Abi Thalib.
Sumber: Sirah Tabi’in karya Dr. Abdurrahman Ra’fat Basya.