Muslimahdaily - Kisah datang dari negeri kinanah, tentang seorang pemuda yang dilanda cinta. Pemuda itu seorang ahli ibadah sekaligus seorang muadzin di salah satu masjid di Kota Mesir. Wajahnya tampan karena cahaya ketaatan dari hatinya. Masyarakat mengenalnya sebagai pemuda yang sangat saleh.
Hingga suatu hari, si pemuda hendak mengumandangkan adzan, seperti biasa. Ia pun menuju menara masjid. Namun hari itu tak biasanya, ia melihat sebuah rumah milik keluarga nashrani yang ada di samping masjid.
Dari ketinggian menara, sang muadzin tak sengaja melihat seorang wanita di rumah tersebut. Wanita itu teramat sangat jelita. Hati si pemuda segera berdegup kencang. Ia jatuh cinta pada pandangan pertama.
Namun cintanya teramat bergelora hingga membuatnya kalut. Ia segera turun dari menara dan meninggalkan tugas menyerukan panggilan shalat. Bak kehilangan akal, ia pun bergegas menuju rumah si wanita, mengetuk pintu lalu masuk ke dalamnya.
Si wanita jelita yang membukakan pintu segera bertanya, “Ada keperluan apa kamu kesini?”
Tanpa basa-basi si pemuda segera berkata, “Aku menginginkan dirimu.”
Si wanita kaget mendengarnya dan kembali bertanya, “Mengapa kau menginginkanku???”
Sang muadzin shaleh itu pun menjawab, “Kau telah menawan hatiku dan menutupi akalku.”
Mendapat pernyataan cinta tiba-tiba, si wanita hanya terdiam. Ia bingung tak memiliki jawaban. “Aku tak akan memberikan jawaban untukmu,” ujarnya.
Pemuda itu lalu bersikukuh, “Aku ingin menikahimu.”
Makin terkejutah si wanita. Ia tahu betul si pemuda adalah seorang muslim shaleh berstatus muadzin kebanggan masyarakat muslim. Ia pun berkata,
“Bagaimana mungkin kau menikahiku, sementara kau seorang muslim dan aku adalah wanita nashara?! Ayahku tidak akan menikahkanku denganmu.”
Bukannya menyerah, si pemuda justru makin bersikeras. Ia telah dibuat mabuk oleh cinta, kepayang oleh wanita. Ia mengatakan sesuatu yang dapat mencelakakan dirinya kelak, yakni murtad dari satu-satunya agama yang diridhai-Nya.
“Apakah aku harus masuk agamamu, agama nashrani?” kata si pemuda telah hilang akal karena hati yang bergelora.
Wanita itu pun tersenyum seraya berkata, “Apabila kau masuk nashrani, aku akan menikahimu.”
Cinta membuat keimanan si pemuda lenyap seketika. Ia meninggalkan keimanan dan menyetujui syarat si wanita. Ditinggalkannya agama yang lurus, lalu memeluk agama nashrani.
Hangus sudah keshalihannya. Gelar muadzinnya ternoda. Masyarakat muslim pun menyayangkannya.
Tak lama kemudian, pernikahan si pemuda dan wanita nashrani itu pun digelar. Pesta pernikahan ala nashrani dibuat. Keduanya nampak sangat bahagia.
Namun kebahagiaan itu hanya beberapa saat. Di hari pernikahan, tragedi yang tak pernah disangka tiba-tiba terjadi. Si pemuda jatuh dari loteng rumahnya hingga ajal merenggut nyawa.
Si pemuda meninggal di hari pernikahannya, sebelum menikmati kebahagiaan berumah tangga, bahkan sebelum menyentuh istrinya si wanita jelita yang ia cintai hingga gila. Ia mati dalam kondisi keimanannya dahulu tak bisa lagi membelanya kelak, segala amal baiknya pun tak lagi berguna tanpa adanya keimanan.
Bertahun-tahun ia menjalani kehidapan seorang muslim, namun meninggal dalam kondisi kafir. Su’ul khatimah didapatkannya dan semua itu hanya karena cintanya pada seorang wanita. Ia meninggalkan dunia tanpa membawa cinta apalagi si wanita jelita. Yang ia bawa hanyalah penyesalan.
Sungguh benar firman Allah, “Demikianlah keadaan orang-orang kafir itu, hingga apabila datang kematian kepada seseorang dari mereka. Ia berkata, ‘Ya Tuhanku, kembalikanlah aku (ke dunia), agar aku berbuat amal yang shalih terhadap yang telah aku tinggalkan.’ Sekali-kali tidak, sesungguhnya itu adalah perkataan yang diucapkannya saja. Dan di hadapan mereka ada dinding sampai hari mereka dibangkitkan.” (QS. Al Mukminun: 99-100).
Sumber: Mayat Cinta; Kisah Tragis Para Pemuja Cinta karya Abu Abdirrahman Amr bin Suraif.