Muslimahdaily - Rasulullah dan para shahabat menghadapi banyak sekali peperangan melawan kaum kafir. Mereka terluka bahkan tak sedikit yang meregang nyawa. Ummu Sulaim selalu sigap jika hal itu terjadi. Ia turut serta dalam sederet peperangan di masa Rasulullah dan menjadi suster perawat yang sangat terampil lagi berani mengobati para mujahid di medan perang.
Ummu Sulaim merupakan nama kunyahnya. Ia lahir dengan nama Rumaisha’ binti Milhan, seorang wanita Anshar dari Bani An Najjar. Kiprahnya sebagai perawat para mujahid tercatat dengan tinta emas dalam Sirah Nabawiyyah. Diriwayatkan Muslim, Ummu Sulaim pernah berkata,
“Dahulu saya ikut berperang bersama Rasulullah sebanyak tujuh kali. Saya berada di barisan belakang pasukan; bertugas memasak dan mengobati serta merawat orang-orang yang sakit.”
Tujuh kali Rumaisha’ Ummu Sulaim mengabdikan dirinya untuk umat. Ia tak pernah mengeluh dan justru selalu bersemangat acap kali undangan perang disebar. Ia pergi ke medan perang bersama sang suami yang ia nikahi dengan mahar Islam, Abu Thalhah dan putranya yang merupakan salah satu shahabat utama Rasulullah, Anas bin Malik.
Keberanian dan semangat Ummu Sulaim untuk turut serta ke medan perang tak bisa dipandang sebelah mata. Ia bahkan pernah sekali waktu menjadi perawat para mujahid meski tengah mengandung. Ia tentu merasakan kesusahan dan keletihan saat hamil, namun hal itu tak menyurutkan semangatnya untuk selalu berada di belakang barisan pasukan muslimin.
Keberanian Ummu Sulaim itu terjadi saat Perang Hunain. Ia tengah mengandung janin bakal anak yang akan menggantikan kehilangannya. Sebelumnya, Ummu Sulaim sempat kehilangan seorang anak yang dikenal dengan nama Abu ‘Umair. Anak tersebut merupakan kesayangan Abu Thalhah. Kisah kematian putra tersebut bahkan sangat terkenal karena menjadi pelajaran sangat berharga tentang kesabaran seorang ibu dan contoh istri yang bijaksana dari sosok Ummu Sulaim.
Setelah kematian Abu ‘Umair, Rasulullah mendoakan agar Ummu Sulaim dan Abu Thalhah segera diberkahi seorang anak. Tak lama kemudian, hamil lah Ummu Sulaim. Pada saat kehamilannya itulah, ajakan Perang Hunain pun tersebar.
Ummu Sulaim tidak tinggal diam. Ia mengambil sebilah pisau yang biasa digunakan untuk merawat luka, lalu ditaruhnya pisau itu di pinggang. Bersama Abu Thalhah, Ummu Sulaim pun berangkat mendaftarkan diri untuk maju ke medan perang.
Kepada Rasulullah, Abu Thalhah berkata, “Wahai Rasulullah, ini Ummu Sulaim membawa pisau besar.” Ummu Sulaim lalu berkata pula, “Wahai Rasulullah, aku membawa pisau ini, bila salah seorang musyrikin mendekatiku, aku akan merobek perutnya.”
Rasulullah pun tersenyum melihat semangat keduanya. Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Wahai Ummu Sulaim, sesungguhnya Allah telah mencukupi dan memberikan kebaikan.”
Singkat cerita, perang Hunain pun berlalu. Ummu Sulaim pun telah mengandung 9 bulan. Lahirlah bayi laki-laki dari rahim shahabiyyah pemberani. Ummu Sulaim pun segera meminta tolong putra sulungnya, Anas bin Malik agar membawa sang bayi ke hadapan Rasulullah.
Begitu melihat bayi tersebut, Rasulullah segera bersuka cita, “Siapa ini, wahai Anas?” tanya beliau.
“Wahai Rasulullah, ini adikku. Ibuku menyuruhku untuk membawanya padamu,” jawab Anas.
Rasulullah pun segera menggendong bayi merah itu, lalu meminta kurma yang dibawa Anas bin Malik. Dengan kurma itu, Rasulullah lalu mentahnik si bayi lalu memberikannya nama ‘Abdullah. Rasulullah bahkan tertawa saat melihat kelucuan si bayi.
Kelak, bayi Ummu Sulaim yang penuh keberkahan itu memiliki banyak putra dan semua putranya menjadi ulama yang faqih dalam agama. Masya Allah, Ummu Sulaim bukan hanya memiliki keutamaan sebagai shahabiyyah, namun juga seorang ibu dari sahabat utama, dan seorang nenek dari para ulama.
Ummu Sulaim hidup cukup lama setelah wafatnya Rasulullah. Ia menemui ajal di masa Khalifah Ar Rasyidin ketiga, Utsman bin ‘Affan. Sungguh kisah hidupnya banyak menjadi pelajaran dan tauladan bagi muslimah. Rumaisha’ Ummu Sulaim, semoga Allah meninggikan derajatnya di akhirat kelak.