Muslimahdaily - Dalam sejarah hidup Rasulullah, ada satu dari beberapa nama kaum kafir Quraisy yang amat sangat menjengkelkan. Kisah-kisahnya membuat muslimin geram karena mengambil peran antagonis dalam sirah nabawiyyah. Ia adalah Abu Jahl atau Abul Hakam.
Abu Jahl selalu menghalangi dakwah nabi, bahkan mengejek dan menyakiti beliau shallallahu ‘alaihi wasallam. Bahkan pernah suatu hari, Abu Jahl membawa sebongkah batu yang sangat besar lagi berat. Batu itu hendak ia taruh di leher Rasulullah saat sang nabi sujud di hadapan ka’bah. Malaikat Jibril pun turun tangan untuk menghalangi makar Abu Jahl. Rencana gagal, Abu Jahl justru pulang dengan wajah pucat ketakutan setengah mati.
“Ada apa wahai Abul Hakam?” tanya orang-orang kafir Quraisy yang kecewa karena Abu Jahl tak menjalankan rencana mencekik Rasulullah dengan batu.
“Aku berdiri untuk melakukan rencana semalam (yakni menaruh batu besar di leher Rasulullah). namun tiba-tiba seekor unta jantan menghalangiku. Aku sama sekali tak melihat kepala unta itu. Namun punggungnya dan taring-taringnya layaknya unta jantan. Ia mendekatiku hendak memangsaku,” kata Abu Jahl merinding.
Rasulullah berkata, “Itulah Jibril yang seandainya ia (Abu Jahl) berani mendekat, sungguh ia akan dihabisi.”
Di hari yang lain, Abu Jahl pernah meringkus Rasulullah untuk disakiti. Ia memukulkan batu ke kepala nabi hingga mengeluarkan darah. Kali ini, paman Rasulullah, Hamzah sang Asadullah (singanya Allah) lah yang melakukan pembelaan. Ia mendatangi Abu Jahl lalu memukulnya dengan busur panah hingga meninggalkan luka yang parah.
Abu Jahl ketakutan melihat Hamzah yang terkenal perkasa di kalangan Quraisy. Ia takut tak berani melakukan pembalasan karena pastilah Hamzah akan mengalahkannya. Kepada keluarganya, yakni Bani Makhzum, Abu Jahl hanya berkata, “Biarkanlah Abu Ammarah (Hamzah). Sebenarnya aku telah mencaci kemenakannya dengan cacian yang jelek.”
Itu hanyalah beberapa perbuatan keji yang dilakukan Abu Jahl. Masih banyak lagi kejahatannya pada Rasulullah serta kaum mukminin yang beriman. Namun ada hal lain dibalik kekejian Abu Jahl pada Rasulullah dan dakwah Islam. Di belakang layar kebengisannya, ia justru mengakui pribadi Rasulullah meski ia enggan untuk bersyahadat.
Suatu hari, kemenakan Abu Jahl yang bernama Al Masur bin Mukhramah merasa penasaran atas apa yang sebenarnya terjadi antara Rasulullah dan para pemuka Quraisy. Mengapa para petinggi Quraisy begitu membenci Muhammad yang sejatinya adalah keluarga mereka sendiri. Ia penasaran, mengapa mereka terus saja menuduh Muhammad sebagai seorang pendusta.
Al Masur yang masih muda tentu tak mengenal sosok Rasulullah. Ia pun penasaran, apakah seorang yang bernama Muhammad sedari dulu telah dikenal sebagai seorang pendusta. Ia pun menemui Abu Jahl dan bertanya kepadanya,
“Wahai pamanku, apakah kalian menuduh Muhammad itu berdusta sebelum ia mengatakan apa yang ia katakan seperti sekarang (yakni mengatakan bahwa ia adalah utusan Allah)?”
Abu Jahl pun menjawab, “Wahai putra saudariku, Demi Tuhan, sungguh saat Muhammad masih muda ia digelari dengan Al Amin (yang tepercaya) di tengah-tengah kami. Kami sama sekali tak pernah bermaksud menyebutnya berdusta.”
Terkejutlah si kemenakan. Makin penasaran lah ia dengan sosok Muhammad. “Lalu paman, jika ia seorang yang jujur, mengapa kalian tak mengikutinya?
Jawaban Abu Jahl pun seakan mewakili setiap pemuka Quraisy yang enggan beriman dan justru memilih untuk menentang Rasulullah. Jawabannya ternyata bukan tentang percaya atau tidaknya mereka pada risalah, melainkan karena kebanggaan pada kabilah. Bangsa Arab memang terkenal sangat fanatik terhadap kabilah keluarga mereka.
Di antara Bangsa Arab, Kaum Quraisy adalah yang terbaik dibanding kaum Arab yang lain. Di dalam kaum Quraisy, terdiri beberapa bani yang masing-masing memiliki kelebihan berbeda dan memiliki tugas berbeda dalam menjaga kota Makkah dan Ka’bah. Bani Hasyim adalah yang terbaik di antara bani lain di dalam silsilah Quraisy. Orang-orang dari Bani Hasyim lah yang selalu memegang kepemimpinan Quraisy, menjadi penjaga ka’bah, mengurusi perang, dan melayani orang yang beribadah haji. Sementara Rasulullah lahir dari keluarga Bani Hasyim. Inilah yang kemudian menjadi permasalahan utama.
Hal itu terbukti dari jawaban Abu Jahl pada Al Masur, “Wahai kemenakanku... Kami dan Bani Hasyim selalu bersaing dalam urusan kemuliaan. Jika mereka memberi makanan, kami juga memberi makanan. Jika mereka menjamu minuman, kami pun melakukan hal sama. Jika mereka memberikan perlindungan, kami juga melakukannya.
Bahkan kami sama-sama duduk di atas hewan tunggangan untuk berperang. Hingga kami dan Bani Hasyim sama dalam hal kemuliaan. Lalu jika kemudian mereka mengatakan, ‘Di kalangan kami ada seorang nabi (yakni Nabi Muhammad).’ Lalu, kapan kabilahku bisa menyamai kemuliaan ini?!”
Pengakuan Abu Jahl ini juga pernah ia sampaikan saat Perang Badr melawan muslimin. Kala itu seorang bernama Al Akhnas bin Syuraiq bertanya pada Abu Jahl, “Wahai Abul Hakam, kabarkan kepadaku tentang Muhammad. Apakah ia seorang yang jujur atau pendusta? Katakanlah, karena di sini ada ada seorang Quraisy selain aku dan kau yang mendengar pembicaraan ini.”
Abu Jahl pun menjawab, “Celaka kau! Demi Tuhan, sungguh Muhammad itu seorang yang jujur. Dia tak pernah sekalipun berdusta. Hanya saja, jika anak-anak Qushay (Bani Hasyim) diamanahi al liwa (mengatur urusan perang), hijabah (mengatur dan memegang kunci Ka’bah), siqayah (melayani jamuan jamaah haji), dan juga nubuwah (kenabian, yakni adanya Rasulullah yang lahir dari Bani Hasyim), lalu Quraisy yang lain kebagian apa?!”
Demikianlah kondisi Abu Jahl yang menjadi musuh nabi. Ia sejatinya meyakini bahwa apa yang dikatakan Rasulullah adalah sebuah kebenaran. Hanya saja, rasa bangga pada kabilah telah membutakannya. Pun yang dilakukan kaum kafir Quraisy lain. Hanya karena kesombongan, mereka menolak kebenaran dan berakhir di jurang neraka.
Sumber: Wa Syahida Syahidun min Ahliha oleh Raghib as-Sirjani via kisahmuslim.com.; Raudhah Al Anwar fi Sirah An Nabi Al Mukhtar oleh Shafiyyur-Rahman Al Mubarakfurry.