Muslimahdaily - Sebuah prestasi yang sangat membanggakan ketika umat ini memiliki sebuah angkatan laut yang bertempur menyeberangi Samudera. Mengingat Islam lahir di tanah gurun, pun dengan para pemeluknya di era awal merupakan para pemuda gurun. Prestasi itu pun layak diraih sang panglima, pemimpin angkatan laut yang pertama kali dimiliki Umat Islam. Dia adalah Abdullah bin Qais.
Di era kekhalifahan Utsman bin ‘Affan, Abdullah bin Qais ditunjuk oleh Gubernur Syam, Muawiyyah bin Abi Sufyan untuk menjadi panglima angkatan laut pertama. Ia lah yang pertama kali memimpin pasukan beserta armada laut yang sebelumnya tak pernah dimiliki muslimin. Khawatir sudah pasti. Namun Abdullah bin Qais memiliki keimanan yang kokoh dan bertawakal hanya kepada Allah.
Ada satu doa yang terus dipanjatkan Abdullah bin Qais. Yakni agar Allah melindungi dan menyelamatkan seluruh tentara Angkatan Laut yang dipimpinnya. Doa tersebut ia panjatkan karena kekhawatirannya akan keganasan gelombang lautan. Ia berpikir, jika ada satu saja pasukannya yang tenggelam di laut, maka akan berdampak munculnya trauma lautan pada seluruh pasukannya.
Allah pun mengabulkan doa sang pemimpin yang saleh lagi adil. Tak ada satu pun pasukan Angkatan Laut muslimin yang tewas di lautan. Mereka sampai di wilayah kekuasaan Romawi dengan selamat.
Ketika daratan sudah dekat, sekoci pun diturunkan. Namun bukannya mengutus salah satu pasukan, Abdullah bin Qais justru turun sendiri dan hanya ditemani seorang awak kapal. Pun ketika sekoci itu mendarat di pelabuhan (Marfa) di tanah Romawi, Abdullah bin Qais memerintahkan awak tersebut untuk menjaga perahu. Sang panglima pun menjajaki tanah Romawi seorang diri.
Menyamar sebagai pedagang, Abdullah bin Qais melihat kondisi negeri lawan. Ia tak segera menyerang karena banyak warga sipil di sana. Namun di tengah pengintaian, Abdullah bin Qais justru teralihkan dengan sekerumunan orang miskin berpakaian compang- camping. Hatinya terlalu lembut untuk menghiraukan fakir miskin meski di negeri kafir.
Ia pun mengeluarkan banyak uang, kemudian membaginya kepada orang-orang miskin di tanah Romawi tersebut. uang yang diberikan Abdullah bin Qais sangat banyak hingga diperkirakan dapat memenuhi kebutuhan setiap orang miskin selama sebulan penuh. Betapa senangnya para fakir miskin mendapat sumbangan dari orang asing. Mereka pun pulang dengan suka cita.
Namun air susu dibalas dengan tuba. Salah seorang miskin berpapasan dengan tentara Romawi di perjalanan pulang. Mereka para tentara tengah mencari seorang bernama Abdullah bin Qais sang panglima umat.
Si miskin pun menghampiri para tentara dan berkata, “Apa kalian sedang mencari Abdullah bin Qais?”
Tentara Romawi pun menjawab, “Ya, di mana dia?”
Si pengemis pun berkata, “Di Marfa.”
Namun tentara Romawi tak segera percaya. Ia meragukan informasi dari seorang yang miskin lagi berpakaian kumal. “Bagaimana kau tahu bahwa orang yang kau lihat di Marfa adalah Abdullah bin Qais?!”
Seorang miskin itu pun menjawab dengan yakin, “Dia berpenampilan pedagang, namun pemberiannya laksana seorang raja. Dari situlah aku tahu bahwa dia panglima angkatan laut yang kalian cari-cari.”
Si miskin mendapatkan bantuan harta yang sangat banyak dari Abdullah bin Qais. Namun kebaikan yang ia terima justru dibalas dengan keburukan. Inilah ujian bagi orang beriman. Abdullah bin Qais kemudian mendapat serangan dari tentara Romawi secara tiba-tiba.
Awak kapal yang menemaninya melihat sang panglima dikepung tentara Romawi. Ia pun segera mengayuh sekoci dan kembali ke armada laut muslimin. Ia mengabarkan bahwa sang panglima mendapat serangan mendadak, artinya pasukan muslimin harus siap bertempur.
Pecahlah pertempuran di Marfa. Tak sedikit pasukan muslimin yang gugur. Demikian pula sang panglima yang baik hati Abdullah bin Qais. Ia bertempur habis-habisan hingga akhirnya meninggal syahid.
Sebagian pasukan muslimin berhasil selamat. Diangkatlah panglima baru untuk memimpin menggantikan Abdullah bin Qais, yakni Sufyan bin Auf Al Adzi. Sayangnya, Sufyan sang panglima baru berperangai sangat kasar. Ia sering kali berteriak, berkata kasar, marah dan memaki pasukannya. Para pasukan pun sangat merindukan Abdullah bin Qais yang telah wafat.
“Sungguh kami kehilangan Abdullah. Beliau tak pernah berkata kasar selama memimpin kami,” ujar seorang pelayan di armada kapal. Sufyan ternyata mendengarnya dan segera berkata, “Memangnya apa yang ia katakan?!”
“Bepetualanglah, kemudian datang jalan keluar.” Itulah kalimat yang selalu diucapkan Abdullah bin Qais untuk memberi semangat pasukan. Alih-alih mengajak berperang, ia justru mengajak berpetualangan.
Benarlah ucapan sang panglima syahid. Mereka yang berperang mengalami petualangan pertama kali mengarungi Samudera. Bukan hal sepele memupuk keberanian pemuda yang lahir di gurun untuk mengarungi lautan. Namun Abdullah bin Qais berhasil memupuk keberanian para pejuang tersebut. Betapa bijak dan mulianya Abdullah bin Qais, sang panglima AL pertama kebanggaan umat. Sosoknya layak dikagumi dan menjadi panutan.