Muslimahdaily - Jas putih medis berlumur darah menjadi saksi keberaniannya. Dibalut bendera Palestina, jenazahnya dihantar ribuan warga Gaza. Inilah sosok inspiratif dari wanita belia 21 tahun, Razan An Najr.
“Saya akan kembali dan tidak akan mundur. Tembak aku dengan pelurumu. Aku tidak takut.”
Demikian pesan terakhir Nazar dalam akun media sosialnya, dan ia benar-benar melakukannya. Ia selalu berlari ke arah korban meski di garda terdepan sekali pun. Tak ada rasa takut meski harus menembus kepulan gas air mata. Jas putihnya bahkan tak pernah bersih dari bercak darah.
Namun kata terakhirnya pula benar-benar menimpanya. Peluru menancap ke tubuhnya hingga menewaskannya. Razan membuktikan capannya, ia tak takut. Hanya bulir air mata yang mewakili rasa sakitnya.
Pagi hari sebelum peristiwa memilukan itu terjadi, Razan berangkat seperti biasa, seperti hari-hari sebelumnya. Tak ada firasat apapun di hari terakhir kehidupannya. Di pagi hari, ia sahur dan shalat seperti biasa. Lalu sebelum fajar terbit, Razan sudah bersiap untuk pergi bekerja.
Ia pun menyalami ayah dan ibunya seraya tersenyum dan berkata, “Aku akan pergi ke lokasi demonstrasi.”
Dengan semangat, Razan bergegas pergi. Ayah Razan, Sabreen An Najar sempat memandangi putrinya hingga hilang dari pandangan mata. Sang ayah yang pengangguran karena kios montirnya dibom Israel itu pun mengantar putrinya pergi.
“Dalam sekejap mata, dia keluar dari pintu. Saya berlari ke balkon untuk mengawasinya, tetapi dia sudah berjalan ke ujung jalan. Dia terbang seperti burung di depanku,” ujar sang ayah, mengenang momen terakhir melihat putri sulungnya.
Razan berangkat dari rumahnya di Khuza’a, Gaza Selatan, menuju Khan Younis di pagar timur Jalur Gaza. Setiap hari, ia bekerja selama 13 jam sebagai volunter. Namun Razan tak mengeluh dan sangat bersemangat menjalankan pekerjaannya.
Ia merupakan salah satu perawat yang mendapat pelatihan dari Rumah Sakit Nasser di Khan Younis. Lulus dari sana, ia pun mendaftar sebagai volunter di sebuah NGO bidang kesehatan, Palestinian Medical Relief Society. Ketika aksi Great March of Return meletus sejak akhir Maret lalu, Razan pun ditugaskan untuk merawat para korban.
Di tenda-tenda Khan Youniz, Razan dan teman-teman medisnya merawat warga Palestina yang terluka. Ia dikenal sebagai perawat cantik yang baik hati. Orang-orang menjulukinya “Angel of Mercy” atau malaikat medis yang pengasih.
Hari Terakhir Sang Angel
Hari itu, di Hari Jum’at (1/6/2018), bentrokan kembali terjadi dan melukai banyak sekali demonstran. Peluru Israel terus berdesing, gas air mata terus diluncurkan. Razan dan beberapa tenaga medis pria memberanikan diri ke dalam kerumunan. Mereka semua mengenakan jas putih dengan tanda medis, mengangkat tangan agar dikenali sebagai paramedis tanpa senjata.
Korban-korban diselamatkan, Razan memberikan pertolongan pertama. Hingga kemudian detik-detik menegangkan itu terjadi. Razan dan seorang teman medisnya bernama Rida Najjar, tengah mengobati seorang yang terluka. Jarak keduanya dari pagar pembatas hanyalah 100 meter saja. Lalu tiba-tiba, meluncurlah sebuah peluru dari arah tentara Israel.
Itu bukan peluru biasa, melainkan butterfly bullet yang mampu melukai sasaran di bagian internal yang sulit diobati. Peluru itu pun bukanlah ditembak oleh sembarang tentara, melainkan seorang sniper yang membidik target sesuai sasaran.
Ketika peluru itu menembus jas putih kebanggannya, Razan tak merasakannya. Ia masih saja mengurus korban yang terluka. Hingga beberapa saat, barulah ia merasakan nyeri di punggungnya. “Punggungku, punggungku,” ujar Razan kepada teman medisnya, Rida. Air mata kuar dari pelupuknya. Ia kemudian jatuh tak sadarkan diri.
Orang-orang membawanya ke tempat perawatan. Ia bahkan sempat di bawa ke ruang operasi. Namun peluru telah menembus arterinya hingga membuat jantungnya berhenti berdetak seketika. Razan pun menghembuskan nafas terakhirnya.
Teman-teman perawat wanita menangis kehilangan Razan. Suasana haru menyelimuti tenda medis di Khan Youniz. Warga merasakan duka yang teramat sangat. Mereka segera mengambil batu dan melemparkannya ke arah tentara Israel. Mereka melampiaskan kemarahan karena tentara zionis begitu kejam menembak seorang tanaga medis, wanita pula.
Di Rumah Duka
Berita duka pun tiba di rumah keluarga Razan. Sang ibunda seketika pingsan melihat jas putih putrinya yang penuh darah. Ayahnya mengambil jas itu lalu berkata dengan terpatah-patah, “Ini adalah senjata Razan.”
Ia kemudian mengambil kasa dan peralatan medis lain di saku jas tersebut. Sang ayah menangis dan kembali berkata, “Ini adalah senjatanya.”
Rumah duka diliputi kesedihan yang mendalam. Tak hanya kerabat, hadir pula di sana kenalan dan orang-orang yang pernah dirawat oleh Razan. Warga Gaza pun turut hadir untuk melihat penyelamat mereka.
Semua menangis dan tak ada yang bisa berkata-kata. Hingga seorang kerabat seketika melontarkan perasaannya yang membuat tangis makin pecah, “Kuharap aku bisa melihatnya dalam gaun pengantin putihnya, bukan kain kafannya.”
Ya, Razan dikabarkan akan menikah selepas lebaran nanti. Ialah Izzat Shatat, petugas ambulance yang juga volunter paramedis, berencana mengumumkan pertunangannya dengan Razan di akhir Ramadhan. Rencana tinggal rencana,
Izzat dirundung duka yang teramat sangat.
Israel Harus Dihukum
Pihak Zionis Israel mengklaim akan melakukan penyelidikan terkait penembakan tenaga medis yang tentu saja merupakan kejahatan perang yang sangat berat. Menargetkan tenaga medis sangat melangar Konvensi Jenewa yang disetujui dunia.
Meski demikian, pihak Israel mengatakan tentaranya hanya menargetkan demonstran, namun peluru dapat terkena siapa saja. Tentu hal ini membuat murka rakyat Palestina mengingat saksi mata menuturkan bahwa Razan telah mengangkat tangan tinggi-tinggi agar dikenali sebagai tenaga medis.
Apalagi berdasarkan data, Israel telah menewaskan sebanyak 119 orang sejak aksi meletus akhir Maret kemarin. Razan adalah wanita kedua yang tewas akibat peluru Israel. Bahkan, tak hanya tenaga medis, Israel pun pernah menyerang jurnalis.
Terbukti Israel telah melakukan kejahatan perang dan pelanggaran HAM secara terang-terangan. Namun lagi-lagi, respons internasional dan PBB hanya sebatas statement kecaman. Hanya kepada Allah muslin berharap agar Zionis Israel dihukum seberat-beratnya dan mengembalikan tanah Palestina ke dalam kedamaian.
Sumber: New York Times, Reuters, The Guardian, Antara, Republika.co.id, Detik.com, Liputan6.com.