Muslimahdaily - Adalah Abbad bin Bisyr, sahabat rasulullah yang dikenal sebagai sahabat yang ‘abid yang berarti ahli ibadah. Gelar tersebut didapatnya karena Abbad Radhiyallahu’anhu merupakan sosok yang rajin melaksanakan ibadah qiyamul lail. Selain itu kisahnya yang paling mahsyur ialalah dirinya yang enggan membatalkan shalat malamnya walau tengah tertusuk 3 busur panah lawan.
Abbad remaja merupakan seorang Anshar. Ia yang belum genap berusia 25 tahun telah memiliki pemikiran layaknya orang dewasa. Saat itu, Mush’ab bin Umair menjadi utusan Rasulullah untuk membimbing orang-orang Anshar yang sebelumnya telah berbait dengan Rasulullah. Mush'ab senantiasa menggelar sebuah majelis dan mengajarkan kaum Anshar shalat.
Abbad dengan tekun menghadiri majelis Mush’ab bin Umair Radhiyallahu’anhu untuk mendengarkan dakwah beliau. Tak butuh waktu lama, hidayah dan cahaya Islam datang kepada Abbad. Ia menjulurkan tangannya dan menerima baiat untuk memeluk dan membela Islam. Abbad mulai belajar membaca Al Qur’an. Suaranya merdu dan menyejukkan hati. Berkat itu, ia dikenal sebagai imam dan qari.
Semenjak itu, Abbad menjadi salah satu kaum Anshar yang menempati kedudukan utama. Ia merupakan sosok pemberani yang senantiasa menemani Rasulullah dalam peperangan. Tak jarang Abbad ikut dalam barisan terdepan melawan kaum kafir.
Dipanah saat shalat
Suatu ketika, Rasulullah dan para sahabat hendak menginap di suatu tempat usai perang Dzat ar-Riqa’. Rasul menunjukkan beberapa sahabat untuk berjaga secara bergantian. Hingga tiba waktunya Ammar bin Yasir dan Abbad bin Bisyr dalam satu kelompok. Kala Abbad melihat Ammar telah lelah, ia menawarkan dirinya untuk menjaga terlebih dahulu dan mengusulkan Ammar untuk tidur.
Sekian lama menjaga, Abbad memutuskan untuk menunaikan shalat malam. Ia telah memastikan kedaan sekitar sudah aman sebelumnya. Suasana malam yang tenang dan kesyahduan bacaan ayat-ayat Al Qur’an yang dibacanya membuat Abbad larut sendiri. Dalam shalatnya, ‘Abbad melantunkan surat Al Kahfi yang membuat siapa saja yang mendengarkanya merasa pilu.
Ketika Abbad tengan khusyuk melaksanakan shalat, seseorang laki-laki datang dengan tegesa-gesa dan melihat seorang muslim sedang malakukan shalat. Lelaki tersebut mengira bahwa tempat tersebut didiami Rasulullah dan orang yang tengah shalat merupakan penjaganya.
Lelaki itu lantas bersiap dengan anak panah dan melepaskannya hingga tepat mengenai Abbad. Abbad mencabut anak panah yang bersarang di tubuhnya tanpa menghentikan bacaan Al Kahfinya. Orang itu mengarahkan anak panahnya lagi hingga dua kali. Namun, dua kali juga ‘Abbad menarik anak panah yang mengenai tubuhnya dan melanjutkan shalat malamnya hingga seluruh ayat surat Al Kahfi usai. Rasa sakitnya dikalahkan kekhusyuan Abbad ketika shalat. Ia tak ingin bacaan shalatnya jadi tak sempurna karena luka dipanah.
Ia kemudian ruku’ dan sujud. Dalam keadaan sujud, Abbad mengulurkan tangannya untuk membangunkan Ammar. Ia lalu bangun dan melanjutkan tasyahud akhir dan mengakhiri shalatnya dengan salam.
Tatkala tiba giliran Ammar berjaga, ia melihat Abbad merintih, “Bangunlah! Aku terluka parah dan lemas.”
Ammar bangun dan melihat tubuh Abbad telah bercucuran darah. Melihat kegaduhan keduanya, si pemanah buru-buru melarikan diri.
“Subhanllah! Mengapa engkau tidak membangunkan aku?,” tanya Ammar miris melihat sahabatnya.
“Aku sedang membaca Al Qur’an dalam shalat. Aku tidak ingin memutuskan bacaanku sebelum selesai. Demi Allah, kalau tidak karena takut akan menyia-nyiakan tugas jaga yang dibebani Rasulullah, menjaga pos perkemahan kaum muslimin. Biarlah tubuhku putus daripada memutuskan bacaan dalam shalat,” jawab Abbad.
Sungguh, sosok Abbad merupakan panutan bagi tiap muslim dalam membawa panji Islam. Beliau tak segan-segan mengorbankan dirinya dalam bahaya demi menjaga Rasulullah dan kaum muslimin dari jahatnya kaum Quraisy.