Kisah Ka’ab bin Malik dan Buah Kejujuran kepada Rasulullah

Muslimahdaily - Kejujuran adalah bagian dari harga diri yang harus dijaga karena bernilai tinggi. Mengatakan sebuah kejujuran biasanya harus didahului dengan kepahitan dan kesulitan. Namun, pada akhirnya orang yang senantiasa mengatakan kejujuran akan memperoleh kebahagiaan.

Seorang sahabat Rasulullah bernama Ka'ab bin Malik merupakan orang yang sangat jujur. Ia bahkan rela dihukum demi mempertahankan kejujurannya.

Seperti biasanya Rasulullah Shallallahu'alaihi wa sallam paling senang melakukan perjalanan di hari Kamis. Pada hari Kamis pagi Rasulullah dan para pasukannya akan pergi ke Tabuk untuk melaksanakan perang.

Ka’ab sebenarnya berniat untuk mengikuti perang tersebut. Namun Ka’ab berpikir untuk menyusul pasukan Islam karena ia hendak pergi ke pasar untuk membeli perlengkapan yang akan digunakan dalam berperang nanti. Ia berpikir setelah barangnya yang dibutuhkan terbeli, ia akan segera menyusul rombongan pasukan Islam.

Namun sayang, barang yang dibutuhkan Ka’ab tak kunjung ia temukan. Ka’ab pun menunggu hingga esok hari. Ia berharap besok barang yang dibutuhkan akan tersedia di pasar. Namun, hingga hari keempat dan seterusnya barang yang ia cari tak kunjung ditemukan.

Hati Ka’ab sangat gelisah karena ia tak bisa lagi menyusul pasukan Islam untuk mengikuti perang Tabuk. Ka’ab merasa sangat menyesal, ia telah gagal mempersiapkan perlengkapan perang dengan matang.

Rasulullah yang telah sampai di Tabuk menyadari bahwa ia tak melihat sosok Ka’ab di barisan para pasukan. Nabi segera bertanya, “Apa yang dikerjakan Ka’ab bin Malik?”

Salah seorang sahabat menjawab pertanyaan Rasulullah itu. Ia mengatakan bahwa baju dan selendang adalah penyebab Ka’ab tertinggal. Menurut Ibnu Qudamah, penyataan itu adalah bentuk sindiran bagi laki-laki yang kalah dari kemauan istrinya.

Di Madinah, Ka’ab terus diliputi kesedihan. Ia takut dimarahi oleh Rasulullah. Ia hanya bisa pasrah dan hanya akan menjawab dengan jujur jika nanti ditanya oleh Rasulullah.

Setibanya Rasulullah di Madinah, para sahabat yang tak bisa tergabung dalam perang menghadap Rasulullah. Nabi memaafkan para sahabat yang memiliki uzur. Hingga tibalah giliran saat menghadap sang baginda.

Rasul bertanya kepada Ka’ab, “Bukankah kamu sudah membeli kuda?”

“Benar ya Rasulullah,” jawab Ka’ab tertunduk.

“Lalu apa yang membuatmu tak ikut?” tanya Rasul kembali.

“Demi Allah, sekiranya di sini tak ada orang lain selain engkau, pasti kami akan lari. Kami diberikan kesempatan untuk membela diri, tapi kami tahu ya Nabiyullah, orang tak akan percaya. Mudah-mudahan Allah memberi tahu apa yang sebenarnya terjadi kepada kami,” ujar Ka'ab.

Rasulullah kemudian menyuruh Ka’ab pergi hingga ada keputusan dari Allah. Ka’ab pun pergi dengan hati yang sedih. Rasulullah melarang semua sahabat untuk berbicara kepadanya.

Hingga hari ke-40 Ka’ab mendapatkan sanksi sosial, seorang utusan Rasulullah datang membawa pesan kepada Ka’ab. Ia diperintahkan untuk menjauhi istrinya.

Tak tahan dengan sanksi yang diterimanya itu Ka’ab hanya bisa menangis. Hingga hari ke-50 tiba. Ka’ab melaksanakan shalat fajar di balik Ka’bah. Ia berdoa memohon ampun kepada Allah sambil berlinang air mata.

Tiba-tiba dari atas bukit datang seorang pria berkuda yang membawa kabar gembira. Bergembiralah Wahai Ka’ab bin Malik. Ia langsung bersujud dan bersyukur. Ka’ab segera menemui Rasulullah di rumahnya. Beliau pun membacakan surat at-Taubat ayat 117-119.

"Sungguh, Allah telah menerima taubat Nabi, orang-orang muhajirin dan orang-orang anshar, yang mengikuti Nabi pada masa-masa sulit, setelah hati segolongan dari mereka hampir berpaling, kemudian Allah menerima taubat mereka. Sesungguhnya Allah Maha Pengasih lagi Maha Penyayang kepada mereka, Dan terhadap tiga orang yang ditinggalkan. Hingga ketika bumi terasa sempit bagi mereka, padahal bumi itu luas dan jiwa mereka pun telah (pula terasa) sempit bagi mereka, serta mereka telah mengetahui bahwa tidak ada tempat lari dari (siksaan) Allah, melainkan kepada-Nya saja, kemudian Allah menerima taubat mereka agar mereka tetap dalam taubatnya. Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang. Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allah, dan bersamalah kamu dengan orang-orang yang benar."

Tak ada kenikmatan yang lebih besar sesudah beriman bagi Ka’ab kecuali kejujuran kepada Rasulullah. Semoga kita bisa menjadi orang yang selalu mengatakan kejujuran seperti Ka'ab meskipun kejujuran itu terasa berat.

Add comment

Submit