Muslimahdaily - Rumah tangga Sayyidina Ali bin Abi Thalibb dan Sayyidah Fatimah binti Rasulullah dikenal sebagai rumah tangga yang sangat sederhana. Hidup keduanya hampir tak pernah bergelimang harta. Bahkan ketika Ali Radhiyallahu ‘anhu pernah menjadi amirul mukminin, keluarganya tetap hidup dalam kesederhanaan. Demikian juga dengan Fatimah. Walaupun ia merupakan putri kesayangan sang Nabi, tetapi kesehariannya tak pernah dilimpahi harta duniawi.

Mas Kawin ala Kadarnya

Hidup sederhana keduanya dapat jelas terlihat dari keseharian Ali dan Fatimah. Ali merupakan sepupu nabi Muhammad yang tak kaya. Ia bahkan sempat tak percaya diri untuk melamar Fatimah lantaran kemiskinannya. Namun kemudian Rasulullah mendorong Ali dengan membantunya mempersiapkan pernikahan mereka.

Saat itu dirinya hanya memiliki baju zirah yang diberikan oleh Ustaman bin Affan Radiyallahu ‘anhu. Alhasil, baju zirah tersebut dijual dengan harga 480 dirham. Fatimah yang ternyata diam-diam mencintai Ali pun lantas menerima pinangan tersebut. Ali dan Fatimah kemudian menikah hingga melahirkan putra dan putri yang shalih dan shalihah.

Fatimah dan Ali Bahu Membahu dalam Urusan Rumah Tangga

Karena hidup dalam kemiskinan harta, Ali tidak dapat membayar seorang budak guna membantu pekerjaan rumah tangga Fatimah. Sementara Fatimah sering kali merasa kewalahan kerana beratnya tugas sebagai istri. Alhasil Ali dan Fatimah bahu membahu dalam mengerjakan kewajiban rumah tangga.

Dikisahkah bahwa suatu ketika, Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam sedang mengunjungi rumah Fatimah. Beliau mendapati Fatimah sedang menangis sambil menggiling gandung menggunakan raha.

Melihat putri kesayangannya menangis tentu membuat hati Rasulullah terenyuh. Beliau bertanya, “Wahai Fatimah, mengapa engkau menangis? Allah Subhanahu wa ta’ala tidak menyebabkan matamu menangis.”

Kemudian Fatimah berkata, “Wahai ayahku, aku menangis karena raha, dan juga kesibukan tugas rumah tangga yang aku kerjakan setiap hari tanpa seorang pun yang membantu. Wahai ayahku, dengan keutamaan yang engkau miliki, tolong katakana pada Ali supaya mau membelikan budak untukku agar dapat membantu menggiling gandum dan mengurusi pekerjaan rumah.”

Setelah mendengar cerita tersebut, Rasulullah berdiri dan mengambil gandum dengan tangannya kemudian meletakkannya di raha. Beliau mengucap Bismillah, lalu benda tersebut bergerak sendiri seraya mengucap kalimat tasbih kepada Allah. benda tersebut terus menerus menggiling gandum hingga menjadi tepung.

Rasulullah menasehati putrinya agar tetap besabar dan tidak lagi mengeluh saat melaksanakan tugasnya sebagai seorang istri.

Ali dan Fatimah yang Senantiasa Berbagi di Tengah Kekurangannya

Suatu hari di akhir bulan Ramdhan, Fatimah mendapati sang suami tengah bersedih saat pulang ke rumah. Ali hendak meminta izin kepada Fatimah untuk bersedekah dengan memberikan semua simpanan pangannya kepada fakir miskin.

Sore harinya, Sayyidina Ali berkeliling guna bersedekah untuk fakir miskin dan yatim piatu. Kala itu, ia membawa tiga karung gandum dan dua karung kurma. Sementara Fatimah dan kedua anaknya memegang dua kantung plastik besar.

Keesokan harinya, saat Hari Raya Idul Fitri, seorang sahabat bernaam Ibnu Rafi’i dan Abu Al Aswad ad-Du’ali berkunjung ke rumah Ali. Saat hendak masuk rumahnya, keduanya kaget lantaran mencium bau makanan basi yang dimakan dengan lahap oleh Ali dan keluarganya.

Keduanya lantas mengehentikan niatan untuk berkunjung ke rumah Ali dan segera menemui Rasulullah guna menceritakan apa yang mereka lihat. Mendengar kabar tersebut, Rasulullah lantas menemui Ali dan Fatimah. Dari luar rumah mereka, Rasulullah mendengar suara tawa bahagia. Beliau juga menyaksikan sendiri bekas makanan basi yang baru saja dikonumsi.

Saat menyadari kehadiran Rasulullah, Fatimah mencium tangganya dan menyuruhnya untuk masuk. Karena tak tahan dengan kesedihannya, Rasulullah setengah berlari dan memeluk putrinya.

“Semoga kelak surga tempatmu nak. Surga untukmu,” ujar Rasulullah. Semua orang yang ada di situ menjawab dengan “Allahuma Aamiin”.

Demikianlah gambaran kehidupan rumah tangga Ali dan Fatimah yang sangat sederhana. Walau demikian, keduanya tetap mensyukuri rezeki yang telah ditetapkan untuk mereka. Ali dan Fatimah bahkan mampu membesarkan dan mendidik anak-anak mereka dengan meliputinay dengan kasih sayang dan kebahagiaan.

Kisah ini hendaknya menjadi pelajaran bagi kita bahwasanya kebahagiaan tak melulu diukur dengan harta. Sekaligus hikmah bagi kita agar dapat hidup berkecukupan dan mensyukuri nikmat Allah sekecil apapun itu.

Wallahu ‘alam.

Itsna Diah

Add comment

Submit