Muslimahdaily - Rasululullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam adalah sosok yang sudah sepatutnya diteladani oleh penghuni bumi ini, beliau insan nomor satu yang mampu memberikan pengaruh yang tinggi terhadap penduduk bumi, hatinya telah ma’sum-terhindar dari dosa. Ucapannya penuh dengan hikmah dan petunjuk, langkahnya senatiasa teriring jihad. Hatinya tak pernah henti terpaut pada Ilahi. Sejarah pun tak pernah bosan mengulik setiap kisah perjalanan hidupnya, seperti kisahnya bersama seorang anak yatim di Hari Raya Idul Fitri yang diceritakan oleh Anas bin Malik Radhiallahu ‘Anhu.

Rasulullah seorang anak yatim piatu, beliau ditinggalkan ayahanda, Abdullah sejak masih dalam kandungan ibunda, Aminah. Saat usianya masih kecil, ibunda meninggalkan dirinya. Hingga beliau hidup bersama kakek dan juga pamannya. Rasulullah tumbuh menjadi sosok pilihan Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Kasih sayang Rasulullah senantiasa hadir bagi setiap insan.

Tibalah pada suatu Hari Raya Idul Fitri Rasulullah dan para sahabat menunjungi rumah demi rumah untuk mempererat tali persaudaraan dan mendoakan kebaikan diantara kaum muslimiin. Anak-anak pun berlari-lari, bercanda, bergembira di yang suci, semuanya bersorak riang gembira dengan pakaian baru nan bersih.

Di penghujung jalan, Rasulullah melihat seorang gadis kecil yang tengah menangis, wajahnya berbeda denga anak-anak yang lainnya, air matanya hadir di Hari Raya Idul Fitri. Pakaian dan sepatunya telah usang. Rasullah menghampirinya, meletakan tangannya di kepala gadis kecil itu lalu berkata dengan penuh kasih sayang

“Anakku, mengapa engkau menagis? Bukankah hari ini adalah hari raya?”

Sang anak kecil pun terkejut mendengar suara yang menyapanya, namun ia menutup wajah dengan kedua tangan mungilnya, kepalanya masih menunduk. Dengan suara yang terbata-bata, ia menjawab, “Pada hari raya, semua anak-anak ingin merayakannya bersama orang tuanya, semua anak-anak bermain dengan bahagia. Namun, aku teringat ayahku, di saat Hari Raya terakhir bersamanya. Ayah membelikanku gaun berwarna hijau dan sepatu baru. Pada suatu hari ayahku pergi berperang dengan Rasulullah, dan ia pun syahid. Karena itu aku manjadi seorang yatim. Jika aku tidak menangis untuknya, lalu aku menagis untuk siapa lagi?”

Jawaban dari sang gadis itu membuat Rasulullah turut sedih, dengan penuh kasih sayang, beliau membelai kepalanya dan berkata, “Anakku, hapuslah air matamu, Apakah kamu ingin agar aku menjadi ayahmu, Fatimah menjadi kakak perempuanmu, Aisyah menjadi Ibumu, Ali menjadi pamanmu, dan Hasan serta Husein menjadi saudara-saudaramu. Bagaimana anakku?”

Sungguh, kemurahan hati beliau telah mampu menghentikan tangisan sang anak. Kemudian gadis kecil tadi menenggakan kepala, ia tak percaya bahwa seorang laki-laki yang ada di hadapannya adalah Rasulullah. Kebahagian atas ajakan Rasulullah menyusup hingga hatinya, hingga tak mempu diungkapkan dengan kata-kata, cukup anggukan kepala. Ia memegag erat tangan ayah barunya menuju ke rumah Rasulullah.

Sesampainya di rumah, wajah dan tangan gadis kecil dibersihkan, rambutnya disisir, lalu Rasulullah memberikannya gaun yang indah dan makanan serta uang saku di Hari Raya. Kemudian ia berlari menghampiri teman-temannya dengan wajah yang berseri-seri dan gaun yang serasi.

Sedangkan anak-anak yang lain menjadi heran melihat perubahan sang gadis, mereka bertanya, “Hai gadis kecil, apa yang terjadi? Mengapa kamu menjadi sangat gembira?”

Gadis kecil itu menjawab, “Akhirnya aku memiliki seorang ayah! Ayah yang di dunia ini tiada tandingannya. Siapa yang tidak bahagia memiliki Ayah Rasulullah? Aku juga memiliki kakak Fatimah. Ia menyisir rambutku da mengenakan gaun yang indah ini. Aku merasa sangat bahagia, ingin rasanya aku memeluk seluruh dunia dengan isinya.

Puput Puspita Ganjar Pamungkas

Add comment

Submit