Memetik Hikmah dari Kisah Atikah dan Abdullah, Pentingnya Cinta karena Allah

Muslimahdaily - Di antara deretan sahabiyyah yang memiliki keutaman, ada satu di antaranya yang dijuluki ‘Bidadari para syuhada’. Dialah Sayyidah Atikah binti Zaid Radhiyallahu ‘anha. Dipanggil demikian, lantaran semasa hidupnya Atikah selalu menikah dengan pria-pria terbaik yang meninggal dalam keadaan syahid.

Atikah lahir dari garis keturunan yang mulia. Ayahnya, Zaid bin Amr merupakan sosok yang dijamin masuk surga. Hal tersebut karena Zaid taat pada ajaran Nabi Ibrahim ‘Alaihissalam dan mentauhidkan Allah Subhanahu wa ta’ala.

Di balik julukannya tersebut, Atikah merupakan seorang wanita yang cantik. Ia juga seorang yang pandai lagi santun akhlaknya. Gambaran kesempuraan seorang wanita yang membuat tiap pria pada masa itu ingin menikahi Atikah. Setidaknya ada empat pria yang pernah mempersunting Atikah. Abdullah bin Abu Bakar Radhiyallahu ‘anhu adalah yang pertama.

Abdullah adalah putra Abu Bakkar ash-Shiqqid Radhiyallahu ‘anhu, sahabat terdekat Rasulullah. Rumah tangga keduanya merupakan gambaran rumah tangga yang hampir sempurna. Atikah dan Abdullah senantiasa diliputi afeksi dan rasa cinta satu sama lain. Saking cintanya, keduanya digambarkan bak surat dan perangko yang saling menempel dan sulit dipisahkan.

Memang, keduanya menjalani hubungan pernikahan yang bahagia. Namun ternyata ada sisi buruk dari jalinan kasih antara Atikah dan Abdullah. Kecintaan Abdullah kepada istrinya tersebut membuatnya lebih disibukkan dengan urusan rumah tangga, perniagaan, hingga urusan duniawi lain. Kesibukannya tersebut tak jarang membuat Abdullah tertinggal berjamaah dan tak ikut berjihad di medan perang.

Pernah suatu ketika Abu Bakkar hendak shalat berjamaah dengan ditemani oleh Abdullah. Ia pun mendatangi rumah Abdullah yang ternyata yang ternyata masih bermesraan dengan Atikah. Melihat anaknya itu, Abu Bakkar mengurungkan niat dan pergi shalat berjamaah tanpa Abdullah. Usai shalat, ternyat Abdullah masih bermesraan dengan Atikah.

Perilaku Abdullah ini kemudian membuat sang ayah, Abu Bakkar resah. Putranya itu mulai lalai dalam beribadah dan lebih mementingkan istrinya. Maka Abu Bakkar langsung mengambil langkah. Ia hendak meminta Abdullah untuk menceraikan Atikah dengan niat agar Abdullah kembali taat beribadah lagi.

Tentu saja setelah menceraikan Atikah, Abdullah diliputi susah hati. Abdullah mengungkapkan rasa sedihnya tersebut dengan membaca sebuah syair.

“Belum pernah aku melihat seorang suami sepertiku yang menceraikan istri seperti dirinya pada hari ini. Tidak pula wanita seperti dirinya diceraikan tanpa keselahan dan dosa.”

Bahkan rasa pilu Abdullah berujung pada sakit. Karena tak tega melihat anaknya jatuh sakit, Abu Bakkar akhirnya memutuskan untuk menikahkan lagi Abdullah dengan Atikah. Namun, dengan syarat pernikahan keduanya tidak lagi membuat Abdullah lalai dari ibadah.

Abdullah setuju dan pernikahan kembali dilangsungkan. Usai kembali ke istri yang sangat dicintainya, semangat jihad Abdullah semakin membara. Ketika Abdullah ikut dalam perang Thaif, suami Atikah tersebut gugur dalam syahid. Sebuah panah meleset ke arahnya dan langsung mengenainya.

Tatkala kabar gugurnya Abdullah sampai pada Atikah, perempuan mulia tersebut kemudian membacakan sebuah syair.

“Aku telah dilindungi oleh sebaik-baik manusia setelah Nabi mereka. Dan setelah Abu Bakar, dan ia tak pernah mengabaikanku.

Dan saya bersumpah mata ini tak kan pernah berhenti dari kesedihan atas dirimu. Dan kulit ini akan senantiasa usang.

Duhai kiranya ada mata yang menyaksikan pemuda seperti dirinya. Dia menyerang dan melindungi dalam perang yang berkobar dipenuhi kesabaran.”

Demikianlah kisah cinta Atikah binti Zaid dan Abdullah bin Abu Bakkar. Saling mencintai sesame manusia memang sangat dianjurkan. Namun, jangan sampai rasa cinta kita terhadap manusia melebihi kecintaan kita sebagai hamba kepada Allah. Semoga kita termasuk orang-orang yang senantiasa dalam lindungan Allah.

Wallahu ‘alam.

Add comment

Submit