Muslimahdaily - Dikisahkan bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam memiliki sahabat yang baik hati, menjaga dan bahkan bisa membuatnya tertawa. Ia adalah Nu’aiman bin Amr Radhiyallahu’ anhu, salah seorang sahabat nabi yang dikenal dengan sifatnya yang humoris, ia memiliki watak yang jahil dan kreatif, sehingga siapa saja yang berada di dekatnya bisa tertawa bahagia.
Meskipun memiliki watak yang lucu, Nu’aiman juga merupakan seorang mujahid sejati. Ia tercatat sebagai Ashabul Badr, perjuang yang pernah mengikuti perang Badar bersama Rasulullah.
Setelah menjadi Muslim, Nu’aiman selalu berusaha dekat dengan Rasulullah. Rasa cintanya terhadap sang Nabi bertambah semakin besar seiring dengan berjalannya waktu. Bahkan, para sahabat nabi sendiri dibuat tertawa oleh sifat humoris dan gemar melayangkan lelucon. Target keusilannya bukan hanya para sahabat, tapi juga Rasulullah.
Karena itu, Rasulullah pernah berkata, “Nu’aiman akan masuk surga sambil tertawa, karena ia sering membuatku tertawa.”
Namun, di balik sifat humorisnya, ada kebiasaan lama Nu’aiman yang masih sulit untuk ditinggalkan, yaitu suka mabuk-mabukan.
Suatu ketika, Nu’aiman merasa kelaparan sesaat setelah ia sadar dari mabuknya. Tanpa banyak pertimbangan, Nu’aiman yang melihat penjual lewat di depan masjid lantas mencegat dan memesan dua bungkus makanan.
Sambil menanti penjual itu mempersiapkan makanannya, Nu’aiman masuk ke halaman masjid dan langsung mengajak Rasulullah untuk makan bersama. Akhirnya, keduanya pun menikmati makanan itu dan ketika sudah habis, Rasulullah langsung beranjak hendak kembali ke masjid.
Akan tetapi, niat Rasulullah tersebut tiba-tiba dihentikan oleh Nu’aiman yang menahan langkahnya.
Ia berkata “Mau kemana engkau ya Rasul? Habis makan kok tidak bayar?"
Rasul pun menjawab, “Kan yang memesan kamu.”
“Memang betul ya Rasul, tetapi dimana-mana raja itu melayani, mengayomi dan bos itu yang mentraktir karyawannya, masa saya yang harus bayar ya Rasul?” jawab Nu’aiman.
Tanpa pikir panjang, Rasulullah pun mengambil sejumlah uang untuk diserahkan kepada Nu’aiman sembari tersenyum merasa terhibur dengan tingkah laku Nu’aiman.
Di kemudian hari, kebiasaan mabuknya tidak berhenti dan ia sempat ditegur oleh beberapa sahabat yang tidak senang dengan kebiasan Nu’aiman. Rasulullah yang senantiasa bersikap adil pun berusaha untuk menghukum Nu’aiman dengan mencambuknya tiap kali ia mabuk.
Namun, sulit sekali menghilangkan kebiasaan buruknya itu. Bahkan dirinya baru merasa puas ketika mabuk di dekat Rasulullah. Itulah bentuk cinta Nu’aiman kepada Rasulullah, ia selalu ingin berdekatan dengan Nabiyullah.
Ketika Nu’aiman kedapatan sedang mabuk, para sahabat lantas memarahi dan mencaci Nu’aiman sebelum akhirnya dibubarkan Rasulullah.
“Engkau cinta dengan Nabi, namun masih suka mabuk. Sungguh, mudah-mudahan engkau dilaknat Allah,” begitu makian para sahabat.
Rasulullah yang saat itu kebetulan lewat langsung menanyakan apa yang sedang terjadi. Sahabat pun menceritakan kejadian yang sebenarnya. Namun, pembenaran yang diceritakan para sahabat tidak lantas membuat Rasul memihak mereka.
Rasul justru berkata, “Jangan pernah lagi kalian menghujat dan melaknat Nuaiman, meski dia seperti ini tapi dia selalu membuat aku tersenyum, dia masih mencintai Allah dan Aku, dan tidak ada hak bagi kalian melarang Nuaiman mencintai Allah dan mencintaiku sebagai Rasul.”
Atas kejadian itu, para sahabat akhirnya membubarkan diri dan tidak lagi memarahi Nuaiman. Wallahu a'lam.