Muslimahdaily - Sya’wanah al-Ubullah, sufi perempuan yang dikagumi oleh Imam al-Ghazali karena suka menangis setiap menyebut nama Allah Subhanahu wa ta'ala. Ia menangis bukan karena sedang sedih, tapi mengekspresikan semua kebahagiaan dan keharuannya. Menangis sudah menjadi kebiasaan Sya’wanah sehari-hari.
Imam Abdurrahman al-Sulami dalam Thabaqât al-Shûfiyyah wa yalîhi Dzikr al-Niswah al-Mura’abbidât al-Shûfiyyât mengatakan:
“Sya’wanah tinggal di Ubullah. Ia adalah seorang perempuan yang mengagumkan, bersuara merdu, bagus bacaan Al-Qur’annya, memberi nasihat kepada banyak orang dengan membacakan ayat-ayat Allah Subhanahu wa ta'ala. dan sunnah nabi-Nya. Hadir di majelis orang-orang zuhud, ahli ibadah, dan orang yang sedang berupaya mendekati Allah Subhanahu wa ta'ala.”
Sya’wanah yang gemar menangis setiap hari, diberi julukan oleh Imam al-Sulami, yakni “al-bâkiyât” yang berarti perempuan yang gemar menangis.
Sementara itu, Shifah al-Shafwah karya Imam Abu al-Farj Ibnu al-Jauzi menyebutkan bahwa Imam Mudhar pernah mengatakan: “Aku tidak (pernah) melihat seorang pun yang lebih kuat atas banyaknya tangisan dari Sya’wanah.”
Sebelum menjadi sufi, Sya’wanah adalah wanita yang gemar mendatangi tempat hiburan.
Suatu hari yang cerah, Sya’wanah bersama budak-budak perempuannya berjalan menuju satu gang di Bashrah.
Ketika tiba di depan pintu rumah, Sya’wanah mendengar suara teriakan. Ia berkata, “Subhanallah, begitu memilukan. Suara apa itu?”.
Sya’wanah, wanita yang hidup pada abad ke-8 M itu segera memerintah budak perempuannya untuk mencari tahu apa yang terjadi dengan teriakan yang sempat ia dengar. Budak yang diperintah segera pergi namun tak kunjung kembali.
Sya’wanah kembali meminta salah satu budak perempuan yang lain untuk melihat apa yang sedang terjadi. Budak ke-2 yang ia perintah kemudian pergi namun tidak juga kembali.
Karena masih dihantui rasa penasaran, Sya’wanah kembali menyeru salah seorang budak perempuannya dan berpesan agar cepat kembali dengan membawa informasi. Budak perempuan ke-3 segera pergi dan kembali.
Budak tersebut berkata, “tuan putri, teriakan tadi bukan teriakan orang-orang yang sedang berduka karena ada yang sedang meninggal dunia, tetapi itu tangisan orang-orang yang sedang menyesali dosa-dosanya, tangisan orang yang sedih karena penuhnya catatan hidup mereka dengan goresan-goresan tinta hitam maksiat.”
Setelah mengetahui hal tersebut, Sya’wanah langsung mengunjungi balkon rumah tersebut. Sya’wanah melihat sosok pendakwah yang sedang dikelilingi oleh sekelompok orang.
Terlihat pendakwah itu sedang memberikan nasehat kepada mereka yang hadir. Sang pendakwah mengingatkan mereka terhadap siksaan dari Allah Subhanahu wa ta'ala., kemudian mereka bercucuran air mata.
Ketika Sya’wanah bergabung dengan mereka, sang pendakwah sedang melantunkan ayat al-Qur’an: “Apabila neraka itu melihat mereka dari tempat yang jauh, mereka mendengar kegeramannya dan suara nyalanya. Dan apabila mereka dilemparkan ke tempat yang sempit di neraka itu dengan belenggu, mereka mengharapkan kebinasaan.” (Q.S. al-Furqan: 12-13).
Setelah mendengarkannya, Sya’wanah merasa sedih. Kemudian ia bertanya, “wahai syaikh, aku adalah salah satu orang hina penghuni tempat sempit itu di neraka. Jika aku bertaubat, apakah Tuhan akan mengampuniku?”
Sang pendakwah menjawab, “tentu, jika engkau bertaubat kepada Allah dengan taubat yang sebenar-benarnya, walaupun dosamu sebanyak dosa Sya’wanah.”
Sya’wanah berkata lagi, “wahai Syaikh, Sya’wanah (Yang Anda sebut tadi) adalah saya, yang setelah ini tidak akan lagi berbuat dosa.”
“Allah Subhanahu wa ta'ala. adalah Zat Yang Maha Penyayang dari segala penyayang, tentu engkau akan diampuni jika mau bertaubat kepada-Nya dengan taubat yang sebenar-benarnya,” jawab Syekh tersebut.
Atas jawaban dari pertanyaan tersebut, Sya’wanah menangis dan memerdekakan semua budak perempuannya. Tak lupa, ia menyibukkan diri untuk melakukan ibadah. Sya’wanah memiliki niat untuk menebus dosa-dosanya sampai dirinya menjadi kurus dan tak berdaya lagi.
Suatu ketika, ia memperhatikan tubuhnya sendiri, dan sadar bahwa tubuhnya itu menjadi lebih kurus dan lemah.
Ia berkata, “Ah…di dunia ini saja tubuhku telah meleleh (kurus) sedemikian rupa, lalu bagaimana keadaanku kelak di akhirat?”
Saat malam hari, Sya’wanah selalu menghabiskan malamnya dengan shalat dan berdoa kepada Allah, lalu menangis karena takut kepada Allah Subhanahu wa ta'ala.
Sya’wanah sering menangis sehingga membuat orang di sekitarnya merasa khawatir ia mengalami kebutaan karena terlalu sering menangis.
Banyak orang menganggap remeh sikap Sya’wiyah. Namun dengan tenang ia menjawab, “aku lebih senang jika harus buta di dunia karena terlalu sering menangis karena Allah Subhanahu wa ta'ala., daripada aku harus buta di akhirat nanti karena percikan api neraka. Barang siapa di antara kalian mampu menangis, maka menangislah. Tapi jika ia tidak bisa menangis, maka kasihilah orang yang selalu menangis karena dia mengetahui apa yang telah menimpa dirinya.”
Sya’wanah sangat rindu akan perjumpaan dengan Sang Pencipta, sehingga ia terus menangis. Tangisan Sya’wanah sangatlah tulus, banyak orang yang ikut menangis mendengar nasihat atau syair-syair gubahannya.
Sahabat Muslimah, seperti itulah kisah Sya’wanah, wanita dari Persia yang sangat kuat untuk memohon ampun kepada Allah Subhanahu wa ta'ala. dan gemar menangis.
Sumber : bincangmuslimah.com