Muslimahdaily - Sebuah kisah teladan dari seorang tokoh utama ilmu fiqih di Kota Madinah, saat itu dirinya dihadapkan dengan penyakit berbahaya yang mengharuskan kakinya diamputasi. Beliau adalah Urwah Bin Zubair putra dari sahabat Rasulullah yakni Zubair bin Awwam.

Sungguh Beruntung Urwah Bin Zubair, Allah telah menakdirkannya lahir dari rahim Asma Binti Abu Bakar Ash Shiddiq yang tak lain putri dari Abu Bakar. Asma seorang shahabiah ternama dengan gelar Dzatun Nithaqain sedangkan ayah Urwah ialah seorang yang telah dijamin masuk surga bersama 10 sahabat Rasulullah lainnya. Bibinya ialah Ummul Mukminin Aisyah, seorang wanita brilian dalam sejarah manusia. Urwah dibesarkan dalam nuansa sarat akan nilai - nilai ketakwaan, keilmuan dan akhlak mulia. Sehingga hal itu lah yang membuat Urwah memiliki keistimewaan khusus pada dirinya.

Sejak remaja Urwah Bin Zubair sudah membiasakan diri untuk mengkhatamkan seperempat Al-Quran setiap harinya, menghafal hadist dari sang ayah, bahkan berkatnya juga hampir semua hadist yang diriwayatkan Aisyah dapat sampai kepada umat muslim saat ini. Lalu perilaku terpuji lainnya adalah Urwah selalu bangun malam dan tak pernah meninggalkannya, kecuali ketika malam saat kakinya harus diamputasi.

Ujian Kesabaran yang Allah berikan kepada Urwah Bin Zubair

Melansir dari Dakwah Islamiyyah, Allah Subhanahu wa ta'ala memberikan sebuah ujian kepada Urwah Bin Zubair melalui sebuah penyakit kanker kulit berbahaya. Penyakit itu terus menjalar dari kaki hingga betis Urwah, perlahan kakinya mulai membusuk.

Para tabib khawatir melihat kondisinya, jika terus dibiarkan penyakit itu akan menjalar keseluruh tubuhnya. Akhirnya para tabib memutuskan untuk memotong bagian kaki Urwah yang sudah membusuk, dengan lemah lembut mereka membicarakan keputusan tersebut dan menawarkan Urwah untuk meminum khamr agar bisa menangkal rasa sakit selama proses amputasi dilakukan. Namun, Urwah berkata “Tak pantas rasanya jika aku menenggak barang haram sambil mengharap kesembuhan dari Allah,” jawaban Urwah mengejutkan para tabib.

“Kalau begitu, kami akan memberimu obat bius,” para tabib kembali memberi saran.

“Aku tak ingin salah satu anggota tubuhku diambil tanpa terasa sakit sedikitpun. Aku justru berharap pahala yang besar dari rasa sakit itu," ujar Urwah Bin Zubair.

Sesaat kemudian masuklah beberapa orang yang tak dikenalnya,

“Siapa mereka?,” tanya Urwah

Para tabib menjelaskan jika mereka adalah orang-orang yang diminta untuk memeganginya selama proses amputasi, karena dikhawatirkan akan lepas kontrol karena tak bisa menahan rasa sakit. Lagi-lagi Urwah menolaknya dan meyakinkan para tabib jika dirinya mampu mengendalikan diri, “Jika tidak ada cara lain, maka baiklah aku akan salat, dan silahkan tuan-tuan mengamputasi kakiku ketika itu!” kata Urwah kepada para tabib.

Akhirnya proses amputasi dilakukan, Mereka memotong kakinya pada bagian lutut, sedangkan Urwah diam dan tak merintih sedikitpun ketika itu. Beliau benar-benar tersibukkan oleh shalatnya sampai-sampai gesekan-gesekan gerigi gergaji itu seakan tak terasa baginya, Masya Allah sungguh dashyat kekuatan doa dan Shalat yang dilakukan Urwah!

Usai pemotongan, para tabib mendidihkan minyak zaitun dan menyiram bagian yang terpotong dengan minyak tadi untuk memberhentikan darah yang masih mengalir keluar akibat amputasi itu. Cipratan setitik minyak di kulit saja sudah membuat rintihan sakit layaknya sekujur tubuh terbakar, bagaimana dengan Urwah yang harus menahan sakit dari tulang dan dagingnya yang disiram minyak panas dalam keadaan sadar tanpa obat bius. Tetapi dengan kasih sayang Allah terhadap hambaNya, seketika Urwah pun langsung tak sadarkan diri.

Setelah kembali sadar, Urwah berkata lirih sambil menyitir firman Allah berikut yang artinya:

"...Sungguh kita benar-benar merasa letih karena perjalanan ini." (QS. Al-Kahfi: 62).

Namun cobaannya tak berhenti sampai di situ. Diriwayatkan bahwa pada malam kakinya diamputasi itu, salah seorang anak kesayangannya bernama Muhammad, jatuh terpeleset dari atap rumah dan wafat seketika!

Para tetangga dan handaitaulan pun berdatangan memberikan takziyah kepadanya. Namun, apa yang dilakukan Urwah, ia justru memanjatkan pujian kepada Allah Subhanahu wa ta'ala. "Segala puji bagi-Mu ya Allah, mereka adalah tujuh bersaudara yang satu di antaranya telah Engkau ambil, namun Engkau masih menyisakan enam bagiku. Sebelumnya aku juga memiliki empat anggota badan, lalu Engkau ambil satu dari padanya, dan Engkau sisakan yang tiga bagiku. Meski Engkau telah mengambilnya, namun Engkau jualah pemberinya, dan meski Engkau telah mengujiku, namun Engkau jualah yang selama ini memberiku kesehatan."

MasyaAllah, ketabahan dan keikhlasan hati Urwah sungguh luar biasa terpuji, ia menerima kepergian putra tercintanya dengan hati yang lapang, seperti saat ia harus kehilangan salah satu anggota tubuhnya. Urwah tak pernah kecewa dan berputus asa atas takdir yang Allah berikan, justru ia terus memuji akan kebesaran Allah yang selalu memberikannya keselamatan dunia.

Qadarullah, Urwah Bin Zubair wafat pada tahun 93 Hijriyah dalam usianya yang ke-70 tahun dalam keadaan berpuasa. Hisyam bin ‘Urwah yang merupakan putra dari Urwah pun menceritakan jika sang ayah telah meninggal dalam keadaan berpuasa, Urwah tak pernah meninggalkan salah satu ibadah tersebut, bahkan ketika ajal telah mendatanginya.

Urwah bahkan menolak saat keluarganya menyarankan untuk berbuka, ia berharap kelak dirinya bisa berbuka dengan seteguk air yang mengalir dari sungai Kautsar di dalam bejana emas dan di tangan bidadari. Air tersebut memiliki warna lebih putih dari susu, dan rasanya lebih manis dari madu, sungai Kautsar sendiri berada dalam surga Allah Subhanahu wa ta'ala.